Angka atau prevalensi stunting di Kabupaten Ciamis 2022 naik menjadi 18,6 persen dari tahun sebelumnya hanya 16 persen. Data tersebut berdasarkan survei SSGI (studi status gizi Indonesia).
Guna menurunkan angka stunting, Pemkab Ciamis pun melaksanakan Rembuk Stunting. Hal itu untuk memulai Gerakan bersama cegah stunting masyarakat Ciamis menuju zero new stunting tahun 2024. Kegiatan digelar di Aula Setda Ciamis, Jumat (25/8/2023).
Wakil Bupati Ciamis Yana D Putra menjelaskan, target angka prevalensi stunting di Kabupaten Ciamis menjadi 14 persen di tahun 2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Meski mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar 2,6 persen tapi masih berada di bawah rata-rata provinsi 20,2 persen dan nasional 21,6 persen. Ciamis masih di zona rendah.
Yana menjelaskan, dari data tersebut ada 3 kecamatan dengan angka prevalensi stunting tertinggi. Pertama Kecamatan Cimaragas sebesar 9,6 persen, Kecamatan Rancah sebesar 8,2 persen dan Kecamatan Sukadana sebesar 7,2 persen. Sedangkan kecamatan dengan prevalensi terendah adalah Rajadesa sebesar 1,1 persen.
"Saya berharap Tim TPPS (Tim Percepatan Penurunan Stunting) di setiap kecamatan itu agar bisa memperhatikan lagi. Tapi untuk kecamatan lain yang rendah bukan berarti diam, namun harus tetap bergerak," ungkap Yana.
Pada tahun 2023 ini ada 10 desa yang beresiko stunting yang diintervensi secara khusus, yakni Desa Gunungcupu, Desa Kiarapayung, Desa Cileungsir, Desa Raksabaya, Desa Kertamandala, Desa Janggala, Desa Kaso, Desa Sadananya, Desa Jagabaya dan Desa Mekarbuana.
Meskipun angka stunting di Kabupaten Ciamis sudah berada di bawah angka prevalensi Nasional dan Jawa Barat. Namun tetap harus mendapat perhatian.
"Masih ada cakupan layanan esensial dan layanan pendukung lainnya dalam penanggulangan stunting yang belum tercapai. Laju penurunan stunting harus lebih dioptimalkan pada tahun 2023 dan 2024," ungkap Yana.
Yana pun meminta kepada seluruh SKPD ikut melakukan intervensi terhadap 10 desa yang menjadi lokus. Setiap SKPD memiliki peran masing-masing sesuai dengan tugas pokok dan fungsi selain Dinas KB dan Dinas Kesehatan.
"Jadi masalah stunting ini tidak hanya tugas dari KB dan Dinas Kesehatan tapi dinas yang lain. Misalnya Dinas PU yang siap menyediakan air bersih atau instansi lainnya," tegas Yana.
Intervensi spesifik dan sensitif terhadap angka stunting harus benar-benar dijalankan dengan baik. Pengentasan stunting menjadi sebuah gerakan bersama yang melibatkan PKK, tokoh agama, ibu-ibu Posyandu, dan pentahelix.
Untuk mengejar target 14 persen di tahun 2024, kegiatan yang dikerjakan harus dilakukan melalui kolaborasi dan inovasi daerah dengan Strategi P4KSA (Pola Asuh, Pola Konsumsi, Pendekatan Keluarga, Promosi Kesehatan berbasis Budaya, Kebersihan Pribadi, Sosial Budaya, Akses Pelayanan Kesehatan). Juga melalui Pawang Hati Bucin, GSM dan Si Keren Hallo Cinta.
"Juga peran kecamatan dan desa. Dalam mengatasi stunting ini bisa juga dianggarkan dari dana desa," pungkasnya.
(mso/mso)