Musim kemarau telah tiba, petani di sejumlah daerah mulai ketar-ketir. Lahan garapan baik itu sawah mau pun kebun, mulai kekeringan akibat saluran air mulai surut.
Namun hal itu tak berlaku bagi petani di Kampung Sukasirna, Desa Manggungsari, Kecamatan Rajapolah. Para petani di kampung ini punya cara cerdas dan unik untuk mengairi sawahnya.
Mereka membuat kincir untuk mengangkat air dari sungai Citanduy ke sawah. Bahan yang digunakan pun relatif sederhana, terdiri dari bambu, kayu dan potongan pipa PVC.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kincir air itu didudukkan di permukaan sungai. Putaran kincir terjadi akibat arus sungai yang mendorong potongan papan yang dipasang di tepi kincir.
Kincir air itu memiliki diameter sekitar 5 meter, semua jari-jarinya terbuat dari bambu. Di tepian kincir dipasang potongan pipa PVC untuk mengais air dari sungai. Saat sampai puncak putaran, air tumpah ke penampungan akibat gravitasi yang selanjutnya mengalir ke sawah dengan jarak ratusan meter.
Sementara bagian poros kincir terbuat dari kayu sebesar betis orang dewasa. Saat kincir berputar, suara derak poros kayu ini mengeluarkan suara statis yang memecah sunyi di area pesawahan itu.
Kreativitas petani itu mampu mempertahankan sekitar 5 hektar sawah di wilayah tersebut tetap berproduksi.
Pantauan detikJabar, Selasa (22/8/2023) petang, sudah ada 3 kincir yang dibangun warga. "Biasanya banyak, seiring kemarau, nanti bisa lebih banyak yang membuat kincir," kata Oyon (58) salah seorang petani.
Oyon sendiri mengaku belum membuat kincir air karena masih berkoordinasi dengan rekannya sesama petani pemilik lahan yang dekat dengan sawahnya. "Sawah saya kecil hanya 18 bata, jadi kalau membuat kincir sendiri nggak ketutup, terlalu mahal. Harus patungan," kata Oyon.
Menurut Oyon untuk membuat kincir pengangkut air itu butuh anggaran sekitar Rp 1 juta. Uang itu untuk membeli bambu, kayu, pipa PVC serta ongkos tukang.
"Zaman sekarang kan harus serba beli, bambu juga harus beli. Terus harus memanggil tukang, habis Rp 1 juta mah. Sementara sawah saya paling sekali panen dapat 4 karung," kata Oyon.
Dia menjelaskan, membuat kincir air tidak mudah. Kontruksinya harus kokoh dan lurus simetris agar bisa berputar sempurna serta efektif mengangkut air.
"Yang susahnya membuat kincir center (lurus), makanya lebih baik menyuruh tukang, kalau pekerjaan lainnya bisa sambil gotong royong," kata Oyon.
Kepala Desa Manggungsari Ucu Komar Awaludin mengatakan, pembuatan kincir pengangkut air itu sudah menjadi tradisi petani di wilayahnya. "Sudah sejak dulu, sejak zaman orang tua kita dulu. Kalau kemarau pasti membuat kincir air," kata Ucu.
Ucu mengaku, tak tahu persis siapa yang menginisiasi pembuatan kincir itu karena sudah merupakan tradisi turun temurun. "Pokoknya sejak saya kecil setiap kemarau pasti membuat kincir, tak tahu siapa yang memulai," kata Ucu.
Ucu mengatakan pembuatan kincir itu dilakukan secara swadaya oleh para petani, sebagai sebuah upaya mempertahankan agar sawahnya tetap produktif. "Iya swadaya saja, kami Pemerintah Desa sebatas membantu memberikan pendampingan," kata Ucu.
(mso/mso)