Respons Walkot Sukabumi soal Dugaan Pungli di SD Negeri

Respons Walkot Sukabumi soal Dugaan Pungli di SD Negeri

Siti Fatimah - detikJabar
Jumat, 18 Agu 2023 16:30 WIB
Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi.
Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi (Foto: Siti Fatimah/detikJabar).
Sukabumi -

Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi menanggapi adanya iuran atau sumbangan orang tua yang diduga pungutan liar (pungli). Peristiwa dugaan pungli itu terjadi di salah satu sekolah dasar negeri yang ada di Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi.

Diketahui, iuran per bulan itu besarannya Rp20 ribu per siswa. Selain itu, ada juga biaya pembelajaran tambahan sebesar Rp40 ribu. Orang tua juga dibebankan iuran Rp15 ribu untuk pembelian gorden kelas.

Fahmi mengatakan, sekolah negeri seharusnya tak lagi menarik biaya dari orang tua karena sudah ditanggung oleh pemerintah. Aturan tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan sendiri telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 44 Tahun 2012.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satunya, menteri bisa membatalkan pungutan dan atau sumbangan jika penyelenggara/satuan pendidikan melanggar peraturan perundang-undangan atau dinilai meresahkan masyarakat. Atas adanya aduan tersebut, Pemkot Sukabumi akan mengambil tindakan dengan mengecek kebenaran informasi tersebut.

"Nanti saya cek ya. Seharusnya (sekolah negeri) sudah tidak ada biaya lagi, jadi nanti saya cek lagi lah," ucap Fahmi singkat saat ditemui di sela-sela kegiatannya di Kelurahan Sukakarya, Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi, Jumat (18/8/2023).

ADVERTISEMENT

Sebelumnya, keluhan mengenai adanya iuran di SD negeri itu disampaikan oleh salah satu orang tua siswa berinisial IA (43). Dia mengatakan, iuran tersebut dikelola oleh Komite Sekolah dan berharap beban biaya itu dikurangi atau dihilangkan.

"Permasalahannya adalah, kan sekolah (negeri) itu gratis dari pemerinrtahnya, kenapa ada uang kas? Terus kalau ada guru yang pensiun atau keluar dari sekolah itu katanya ada uang kadeudeuh (hadiah) seikhlasnya tapi ada angka minimal yang ditentukan," kata IA kepada detikJabar.

"Jadi komite sekolah itu seolah-olah berperan penting dalam iuran itu. Kendalanya kan orang tua itu nggak mampu semua, untung-untung kalau kita bisa maksain, pinjam sana-sini. Saya jujur sehari-hari jualan sayur di pasar, pabetot-betot (tarik-menarik) lah istilahnya," sambungnya.

Orang tua lainnya berinisial AC (40) juga bersuara terkait iuran tersebut. Dia mengaku tak keberatan harus membayar iuran bulanan dan uang pembayaran pembelajaran tambahan bagi anaknya, namun dia juga merasa sepenanggungan dengan orang tua siswa lain.

"Kalau mengeluhkan (iuran) ya sama cuma kasian sama orang tua yang lain gitu. Kalau yang mampu sih nggak jadi masalah, cuma kasian yang nggak mampu tapi nggak bisa bersuara," kata AC.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua Komite Sekolah Ati Kusmiati menjelaskan, kebijakan iuran itu tak bersifat wajib. Menurutnya, iuran tersebut untuk mendukung berbagai macam kegiatan di sekolah yang tidak menggunakan dana BOS.

"Sebetulnya selama ini kita kan banyak kegiatan, faktor pendukung kegiatan tidak lepas dari pembiayaan dan selama ini kalau pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan tertentu yang tidak bisa dibiayai oleh dana BOS kan -mungkin kita ada kegiatan yang istilahnya iuran sukarela dari orang tua," kata Ati.

Menurutnya, penarikan iuran tersebut sudah disosialisasikan kepada para orang tua termasuk tujuan penggunaan uang iuran tersebut. "Kita tidak memaksa harus ikut bayar, tanggal sekian harus ada, itu hanya bagi yang sukarela dan mau untuk menunjang kegiatan," ucapnya.

Pihaknya membenarkan, sempat berencana akan menaikkan iuran per bulan. Namun karena mayoritas orang tua tidak sepakat, akhirnya besaran iuran pun kembali seperti semula.

"Memang ditentukan nominal tapi nominal itu disepakati dulu, kembali kalau tidak sesuai ya tidak apa-apa. Disepakati oleh semua karena ada komite-komite. Adapun kemarin rencana kenaikan itu tidak kita laksanakan, kan kita juga sebelum naik (iuran) lihat dulu kemampuan dan kebutuhan, ketika kita tawarkan dan disepakati oleh semua akhirnya tidak ada kenaikan," ungkapnya.

Terkait ada penarikan uang untuk pembelajaran tambahan sepulang sekolah, dia mengklaim, pembelajaran tambahan itu merupakan permintaan orang tua dan bukan program sekolah. Iuran yang diminta pun akan diserahkan pada pengajar.

"Itu untuk siswa kelas 1-6 SDN. Kalau mereka tidak mau ya tidak apa-apa dan tidak dibeda-bedakan. Iurannya kepada guru sebagai jasa, mungkin seperti les di luar lah, jadi bukan untuk siapa-siapa, itu murni keinginan orang tua," tutupnya.

(mso/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads