Aliran Sungai Cilamaya kondisinya begitu memprihatinkan. Airnya berwarna hitam hingga mengeluarkan bau tidak sedap.
Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (Fordas Cimalaya Berbuga Muslim Hafidz menyatakan, kondisi tersebut sudah terjadi sejak beberapa hari lalu.
"Berdasarkan pantauan kami, aliran sungai berwarna hitam pekat, dan berbau busuk. Mulai di hari Minggu kemarin kami melakukan pengecekan, ternyata kondisi ini terjadi diduga dari hulu," ujar Muslim, saat ditemui di Bendung Barugbug, Kecamatan Jatisari, Kabupaten Karawang, Selasa (15/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sungai dengan panjang sekitar 97 kilometer itu, merupakan salah satu sungai terpanjang di Jabar. Sungai itu melintasi Kabupaten Bandung Abrat, Subang, Purwakarta hingga Karawang yang kemudian bermuara di Laut Jawa.
Muslim mengatakan, pihaknya memantau kondisi sungai itu mulai dari Muara Cilamaya, Bendung Barahan, Bendung Barugbug, hingga Cijunti yang berada di hulu dekat Gungung Tangkuban Parahu.
"Kita pantau dari muara sampai ke daerah hulu bendung Cijunti, kondisinya sama, jadi patut diduga sungai ini tercemar oleh limbah industri atas lemahnya pengawasan," kata dia.
Muslim menjelaskan, area Sungai Cilamaya sendiri diduga kerap jadi tempat pembuangan limbah industri. Sebab puluhan pabrik di sekitar aliran sungai kerap membuang limbahnya ke aliran Sungai Cilamaya.
"Mulai dari hulu di wilayah Bandung, ada sekitar 45 pabrik atau industri yang berlokasi di kiri dan kanan aliran sungai. Terus turun lagi ke wilayah Subang juga terdapat pabrik, belum lagi peternakan ayam, sampai di Purwakarta juga sama terkahir di Karawang juga ada 1 pabrik yang outpalnya mengarah ke Sungai Cilamaya. Kemungkinan ini diduga akibat pembungan limbah industri yang dibuang sembarangan ke Sungai Cilamaya," paparnya.
Ia juga mendata secara spesifik, dampak dari pencemaran sungai Cilamaya tersebut. Mulai dari keluhan warga sekitar, hingga area terdampak.
"Kalau area terdampak tentu di sepanjang aliran sungai yang tercemar, 13,55 persen sumur, 2,5 persen kebun, 16,1 persen sawah, sisanya 57,4 persen udara, dan 10,5 persen halaman rumah," ungkap Muslim.
Selain itu, kata dia, pencemaran juga dikeluhkan masyarakat. Berdasarkan assessment terdapat 2,2 persen masyarakat mengeluh hasil panen turun, 7,1 persen mual dan 8,1 persen pusing. Kemudian 13,3 persen masyarakat merasa gatal, serta 68 persen masyarakat mengeluh bau, akibat menggunakan air yang terdampak pencemaran Sungai Cilamaya.
Lebih lanjut, Muslim menerangkan, pencemaran sungai terjadi juga disebabkan oleh lemahnya pengawasan dari pemerintah, terhadap keberlangsungan perawatan sungai Cilamaya.
"Gubernur membuat Pergub Nomor 45 tahun 2022 tentang Satuan Tugas Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Cilamaya (SATGAS PPK DAS Cilamaya) sampai hari ini, kami lihat belum ada realisasi dari penegakan aturan itu," ujar dia.
Atas kondisi tersebut, Muslim berharap pemerintah cepat mengambil sikap, dan membenahi permasalahan tersebut. Utamanya memeriksa outpal-outpal industri di sepanjang aliran sungai Cilamaya.
"Kami minta gubernur segera merealisasikan aturan itu, coba dong diperiksa dilihat kenyataannya sungai Cilamaya seperti apa, kondisinya bagaimana, apa penyebabnya, sehingga terjadi kondisi seperti ini," pungkasnya.
(mso/mso)