Sejarah mendalam di balik Mata Air Citaman, yang kini terancam punah, diduga akibat pembangunan trase tol Jakarta-Cikampek Selatan (Japek II).
Ketua Komisi I DPRD Karawang Khoerudin menjelaskan, di lokasi yang kini menjadi sumur seluas kurang lebih 15 meter dengan kedalaman dua meter itu, dahulu merupakan lokasi yang sakral.
"Lokasi Mata Air Citaman, yang kemarin sama-sama kita cek terimbas pembangunan tol Japek II itu memang sakral yah, di situlah sejarah Karawang dimulai," ujar Khoerudin saat ditemui di Kantor DPRD Karawang, Senin (17/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dahulu, kata Khoerudin, di lokasi tersebut terdapat tiga pohon besar yang mengelilingi sumur mata air, berdasarkan babad Karawang, di tempat itu lah Bupati atau Adipati Karawang ke-2 Raden Anom Wirasuta dilantik.
"Pada masanya Karawang selatan pernah menjadi pusat pemerintahan Kadipaten Karawang, dulu Bupati atau Adipati Karawang kedua Raden Anom Wirasuta dilantik yang memerintah pada tahun 1679 sampai 1670," kata dia.
Diceritakan Khoerudin, dipilihnya Mata Air Citaman sebagai lokasi pelantikan Raden Anom Wirasuta, sebagai siloka atau pertanda vitalnya lokasi tersebut.
"Orang dahulu sangat menghormati alam, dan dipilihnya lokasi Mata Air Citaman, para leluhur kita tahu, betapa penting dan berharganya lokasi itu sebagai sumber penghidupan bagi masyarakat," ungkapnya.
Bupati ke-2 Kadipaten Karawang Raden Anom Wirasuta, yang bergelar Panatayudha I memerintah dari lokasi tersebut, dan dimakamkan tak jauh dari lokasi tersebut.
"Beliau memerintah dari Mata Air Citaman ini, dahulu ini lah pusat pemerintahan Karawang, hingga akhir hayat beliau juga dimakamkan di wilayah Bojongmanggu yang sekarang masuk wilayah Bekasi, di seberang timur jalan tak jauh dari lokasi mata air," paparnya.
Oleh karena sejarah dan vitalnya mata air tersebut, kata Khoerudin, warga pun masih menjaga dan menghormati kesakralan Mata Air Citaman.
"Warga masih menghormati kesakralannya, bahkan setiap bulan Rajab warga sering hajat bumi di lokasi mata air. Untuk mengenang dan menghormati sejarah dahulu, lebih dari itu mata air juga merupakan sumber kehidupan bagi warga," ungkap Khoerudin.
Namun sayangnya, kini lokasi Mata Air Citaman mulai terusik oleh pembangunan tol Jakarta-Cikampek Selatan, Khoerudin menyayangkan atas pembangunan yang dilakukan, diduga tidak memperhitungkan nilai historis dan kelestarian lingkungan.
"Kami sangat menyayangkan, karena itu bukan hanya sekedar mata air bagi kami, ada nilai historis yang harus dijaga. Dan pembangunan trase yang merusak mata air juga tak memperhatikan kelestarian lingkungan," pungkasnya.
(yum/yum)