Jelang pemilu tahun 2024, Plh Wali Kota Bandung Ema Sumarna mewanti-wanti para calon wakil rakyat untuk tidak memasang reklame sembarangan. Dalam Rapat Aturan Pemasangan Alat Peraga Kampanye yang digelar Pemkot Bandung, ia meminta agar partai politik (parpol) membahas peraturan bersama KPU dan Bawaslu demi estetika Kota Bandung.
"Ini permasalahan krusial dan bisa memberi dampak yang tidak baik, jadi harus ditandai reklame di tempat yang disepakati. Bisa saja kalau pemasangannya tidak tepat akan membahayakan pengendara. Contoh di median jalan pasangnya miring, atau ditempatkan di tempat yang tidak tepat misalnya ada di lingkungan pemerintahan, sekolah, rumah sakit," kata Ema ditemui di Hotel Horison Bandung, Kamis (13/7/2023).
Ia menegaskan, tak ingin Kota Bandung jadi semrawut. Dia ingin pemasangan alat peraga harus mempertimbangkan sejumlah hal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ema pun meminta agar para calon legislatif menyepakati titik mana saja yang boleh dipasang alat peraga kampanye sesuai dengan regulasi yang ada, sebab selain berkaitan dengan keselamatan dan estetika, juga terkait keamanan agar tak ada konflik.
"Kalau reklame itu kan sebetulnya ada retribusinya, tapi kalau untuk yang seperti ini kan bisa dibicarakan bahwa itu tidak menjadi bagian yang harus ada nilai untuk kepentingan pajak, jadi menurut saya ini ruangnya terbuka. Tapi kesepakatan ini juga jangan sampai nanti pihak kewilayahan dan petugas Satpol PP kebingungan dalam menertibkan. Khawatir akan terjadi potensi konflik," kata dia.
Jumlahnya pun harus diatur di setiap partai. Tidak boleh ada yang mendominasi atau terlalu banyak di satu lokasi. Menurut Ema, dampaknya akan sangat terasa pada sektor pariwisata.
"Kan masak kota ini mau dikuasai oleh semua bendera, mau dikuasai oleh semua foto? Nah makanya saya tadi tekankan jaga aspek estetikanya. Kalau kota ini menjadi kumuh, orang malas nanti datang ke Bandung. Kalau sudah malas datang ke Bandung, pendapatan berkurang," ujar Ema.
Sementara itu, Kepala Seksi Informasi dan Komunikasi Parpol Dirjenpolhum Kemendagri Rama Ardi Segara menjabarkan, dari sisi regulasi harus ada kesepakatan antara pemerintah, KPU, Bawaslu, parpol, dan aparat penegak hukum lainnya mengenai pemasangan alat peraga kampanye.
Kata dia, aturan terpapar dalam dalam UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu pada pasal 275 dan 280. Sanksinya diatur di pasal 284 ayat 1 dan 2. Pasal 298 membahas mengenai pemasangan alat peraga kampanye.
Sehingga, alat peraga kampanye pemilu dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota. Selain itu alat peraga kampanye juga harus sudah dibersihkan maksimal H-1 sebelum hari pemungutan suara.
Rama menyebut ada beberapa catatan yang harus diperhatikan dalam merumuskan peraturan daerah terkait pemasangan atribut kampanye di beberapa titik lokasi.
"Pertama, harus melihat kembali ruang lingkup kampanye. Kedua, lokasi yang dilarang. Tidak boleh menutupi perlengkapan jalan dan pandangan pengguna jalan. Tidak boleh melintangi jalan, merusak, mengubah bentuk jalan," kata Rama.
Kemudian, lokasi gedung atau kantor milik pemerintah dan fasilitas umum yang dilarang pemasangan alat peraga kampanye meliputi gedung perkantoran, rumah dinas, rumah milik pejabat pemerintah daerah, TNI, Polri, Kejaksaan, Pengadilan Negeri, dan perwakilan instansi vertikal.
"Termasuk tempat ibadah, tiang, gardu listrik dan telepon, perlengkapan lalu lintas, kawasan terminal, jembatan depan kantor sekretariat parpol lain, dan pohon serta turunan jalan lainnya," lanjutnya.
Jika ada parpol yang melanggar, sanksinya bisa berupa penurunan, pelepasan, pembongkaran alat peraga kampanye pemilu oleh Satpol PP yang telah berkoordinasi dengan Bawaslu dan instansi terkait. Bahkan bisa ada pencabutan izin reklame jika isinya tidak sesuai dengan peruntukan.
(aau/mso)