Jabar Hari Ini: Rp 4 M Kocek Sunjaya untuk Pengamanan Demo PLTU

Tim detikJabar - detikJabar
Jumat, 07 Jul 2023 22:00 WIB
Sidang kasus gratifikasi Sunjaya Purwadisastra (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar).
Bandung -

Sejumlah peristiwa mewarnai pemberitaan di Jawa Barat (Jabar) hari ini, Jumat (7/7/2023). Mulai dari pengakuan mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra mengenai biaya Rp 4 miliar yang ia keluarkan untuk pengamanan demo PLTU 2, hingga jerat pinjaman online atau pinjol warga Jabar.

Berikut rangkuman Jabar Hari Ini:

Sunjaya Rogoh Rp 4 Miliar Amankan Demo PLTU 2 Cirebon

Mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra mengaku harus merogoh kocek hingga Rp 4 miliar untuk mengurus pengamanan demo penolakan pembangunan PLTU 2 Cirebon. Duit tersebut bisa ia dapatkan sebagian dari kontraktor pelaksana dan dari kantong pribadinya.

Keterangan itu disampaikan Sunjaya saat dihadirkan dalam agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Bandung, Jumat (7/7/2023). Proyek PLTU 2 Cirebon yang digarap PT Cirebon Energi Prasarana (PT CEP) dan Hyundai Engineering & Construction Co. Ltd sendiri akhirnya bermasalah dan membuat Sunjaya harus duduk sebagai pesakitan.

Sunjaya lantas mengatakan, saat proses pembebasan lahan, warga kerap mendemo proyek PLTU 2 Cirebon. Ia kemudian diminta bantuan oleh Teguh Haryono dan Heru Dewanto selaku Direktur Corporate Affair dan Direktur Utama PT CEP supaya bisa mengamankan demo tersebut.

Sebagai jaminan untuk pasang badan, Sunjaya kemudian meminta Rp 1 miliar kepada Teguh dan Heru. Namun, keduanya hanya menyanggupi uang untuk diberikan kepada Sunjaya yaitu sebesar Rp 300 juta.

"Karena, saya terbuka aja Pak Jaksa. Setiap demo, saya koordinasi dengan Forkopimda, bukan untuk Kapolres, Kajari, Dandim, tapi untuk biaya makan minum di lapangan. Satu kali demo itu menghabiskan rata-rata Rp 300 juta," kata Sunjaya.

"Jadi saya minta uang Rp 1 miliar untuk operasional mengatasi demo itu. Kata Teguh dan Heru, prinsipnya saya siap. Tapi Pak Bupati atasi dulu, nanti saya ganti, itu kata mereka. Singkatnya, Heru hanya memberikan Rp 300 juta buat ngatasi demo," ucap Sunjaya menambahkan.

Karena Teguh dan Heru hanya memberi Rp 300 juta, sementara demo penolakan PLTU 2 Cirebon terus dilakukan, Sunjaya mengaku sampai merogoh kocek dari kantong pribadinya untuk mengatasi hal tersebut. Bahkan menurut Sunjaya, uang yang dikeluarkannya itu mencapai Rp 4 miliar.

"Total saya sudah mencapai Rp 4 miliar yang sudah saya keluarkan untuk mengatasi demo. Kata Heru sama Teguh, begitu pemenang untuk main kontraktornya udah ada yaitu Hyundai, soal keuangan katanya langsung dimintakan saja ke Hyundai. Jadi ditagihnya semua kepada Hyundai," ucap Sunjaya.

Sejak dari sini, Sunjaya pun mulai menjalin komunikasi dengan beberapa petinggi Hyundai Engineering & Construction Co. Ltd. Nama-nama seperti Herry Jung, AM Huh hingga Kim Tae Hwa yang merupakan WNA Korea Selatan akhirnya kerap berkomunikasi dengan Sunjaya untuk meminta bantuan mengurus pengamanan demo penolakan dari masyarakat Cirebon.

Sebagaimana dalam berkas dakwaan, kepada pihak Hyundai, Sunjaya awalnya meminta fee sebesar Rp 20 miliar sebagai klaim bisa meredakan demo warga atas proyek PLTU 2 Cirebon. Namun, pihak Hyundai hanya bisa memenuhi Rp 10 miliar.

Pencairan duit haram Rp 10 miliar kemudian dilakukan dengan cara pembayaran kontrak pekerjaan konsultasi fiktif. Perusahaan milik menantu anak buahnya yang bernama Rita Susana Supriyanti Rita, Muhamad Subhan, yaitu PT Milades Indah Mandiri, kemudian ditunjuk supaya bisa menyalurkan uang fee yang telah disepakati di awal.

Sebagaimana diketahui, Sunjaya Purwadisastra didakwa menerima gratifikasi dan suap senilai Rp 64,2 miliar selama menjabat Bupati Cirebon pada 2014-2019. Sunjaya juga turut didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan modus menempatkan uang Rp 23,8 miliar di 8 rekening berbeda, membeli aset tanah dan bangunan senilai Rp 34,997 miliar dan membeli kendaraan Rp 2,1 miliar.

Ia didakwa melanggar Pasal 12 B UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan pertama.

Serta Pasal 11 UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan kedua alternatif pertama.

Juga Pasal 4 UU RI No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan ketiga alternatif pertama.

Gali Tutup Lobang Pinjol Jerat Warga Jabar

Jawa Barat menduduki peringkat pertama yang warganya punya utang terbanyak ke pinjaman online (pinjol). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, jumlah pinjaman warga Jabar ke pinjol mencapai Rp 13,8 triliun.

Nilai pinjam warga Jabar ke pinjol lebih tinggi dibandingkan warga DKI Jakarta yang hanya mencapai Rp 10,5 triliun. Kepala OJK Kantor Regional II Jabar, Indarto Budiwitono membenarkan informasi tersebut.

"Bicara dari sisi rekeningnya data dari kami per Mei 2023 jumlahnya sekitar 4,8 juta rekening. Jadi kalau dibandingkan tahun lalu memang kita ada peningkatan 17,6 persen, tahun lalu 4,1 juta," katanya via sambungan telepon, Jumat (7/7/2023).

"Jakarta turun 3,4 juta jadi 2,3 juta dan betul Jawa Barat merupakan jumlah terbesar se-Indonesia, sesuai jumlah penduduk juga ya, Jawa Barat terbanyak," tambahnya.

Menurut Indarto, 4,8 juta rekening itu, merupakan pengguna yang meminjam uang ke pinjol legal atau yang terawasi oleh OJK

"Ini pinjol sekitar 102 yang legal, ini di luar pinjaman ke bank konvensional dan lain. Ini (4,8 juta) yang legal, kalau yang ilegal kita gak punya data ya. Kita juga tidak pernah tahu jumlahnya (pinjol ilegal)," ujar Indarto.

Indarto menambahkan, pengguna pinjol ini rata-rata warga di usia produktif. Menurutnya, hal tersebut juga jadi pertimbangan pinjol itu sendiri untuk mencari nasabah.

"Kita bicara usia, produktif, karena ada klasifikasi, mereka menunjukkan KTP, foto dan semacamnya dan mereka harus bisa meyakini perusahaan pemberi pinjaman bahwa yang bersangkutan produktif dan mampu mengembalikan pinjamannya," jelas Indarto.

Pinjaman Non Produktif

Dilihat dari segi kebutuhan, pinjaman uang ke pinjol yang dilakukan warga Jabar banyak digunakan untuk pinjaman non produktif.

"Sementara ini berdasarkan data masih untuk yang non produktif. Tapi yang non produktif ini belum tentu jelek ya, misalkan untuk pendidikan atau renovasi rumah dan biaya rumah sakit, tapi ada yang konsumtifnya seperti beli handphone dan keperluan yang sifatnya konsumtif," kata Indarto.

Namun, menurut Indarto jika melihat data sebelumnya transaksi pinjol untuk kebutuhan produktif naik. Hal tersebut merupakan buah dari gencarnya melakukan sosialisasi pentingnya melakukan transaksi pinjol untuk kebutuhan yang produktif.

"Per Mei itu sekitaran 61,6 persen yang non produktif dan yang produktifnya sekitar 38,4 persen, tapi kecenderungan produktifnya lebih meningkat dibandingkan tahun lalu," ujarnya.

Penyebab naikanya pengguna pinjol, Indrto menyebut dikarenakan meningkatnya kebutuhan pasca Pandemi COVID-19.

"Pinjol naik bicara kebutuhan, kebutuhan masing-masing apalagi pada saat kemarin masa pandemi orang gak kerja dan sekarang belum pulih 100 persen dan mereka ada kebutuhan cepat, melalui pinjol itu cepat," ungkapnya.

Melakukan pinjaman ke pinjol dinilai masyarakat lebih cepat dibandingkan ke jasa keuangan lain, misalnya dengan perbankan konvensional.

"Tapi dari sisi pemahaman masyarakat sekarang cenderung meningkat, banyak pilihan masyarakat kalau mau minjam ke mana, tapi ke pinjol kecenderungan lebih cepat dari pada bank. Caranya cepat dan bisa dikembalikan lebih cepat juga, meskipun ada konsekuensinya bunga relatif lebih tinggi dibandingkan dari lembaga jasa keuangan lain," jelasnya.

Selain itu, masyarakat juga memilih pinjol untuk menghindari BI-Checking yang dilakukan bank konvensional. Hal itulah, membuat mereka meminjam uang ke pinjol.

"Sebetulnya bank konvensional itu sudah membuat produk-produk yang cepat, sehari, bahkan BPR juga ada. Cuman masalah sosialisasi yang belum masif dan mungkin mereka ada kekhawatiran di konvensional beberapa resiko mereka punya data lengkap takut tidak disetujui, tapi pinjol mungkin prosesnya saja," tuturnya.

Gali lubang, tutup lubang pun kerap menjerat pengguna pinjol. Dari catatan OJK Kantor Regional II Jabar, hal itu terjadi karena pengguna pinjol tidak mampu membayar pinjamannya.

"Banyak, kalau kita lihat NPL 3,9 persen (wanprestasi) tidak (tinggi), tetapi ada kemungkinan mereka gali lubang tutup lubang, karena ada beberapa kasus," ungkapnya.

Menurut Indarto, pengguna pinjol juga harus mengetahui manfaat pinjam uang ke pinjol, tahu biayanya transaksi, jumlah cicilan, bunga, denda dan risikonya.

"Baca perjanjiannya sebelum kita pinjam. Pastikan 2L kalau kita sebut, legal dan logis, perusahaan terdaftar dan memang yang ditawarkan yang logis dan wajar.dari sisi perusahaan menawarkan pinjaman ke masyarakat," tuturnya.

Dia juga mengingatkan kepada masyarakat Jawa Barat agar tidak terbujuk rayuan iklanpinjol di media sosial atau di internet. "Kan banyak situs yang menawarkan pinjaman, jangan main klik saja, bahaya itu, kembali ke 2L ya,"pungkasnya.




(ral/mso)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork