Membaca niat puasa ganti Ramadan menjadi salah satu yang dianjurkan sebelum seorang Muslim menjalankan puasa qadha Ramadan.
Pentingnya niat dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW yang diceritakan oleh Umar bin Khattab,
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya: "Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju." (HR Bukhari dan Muslim).
Puasa Ramadan hukumnya wajib sehingga bagi Muslim yang memiliki utang karena sakit, haid, nifas, bepergian jauh maka harus melakukan qadha puasa ketika udzur telah selesai.
Kewajiban Muslim mengganti puasa Ramadan tertuang dalam firman Allah SWT yakni Al Quran surat Al Baqarah ayat 184,
أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: "(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
Niat Puasa Ganti Ramadan
Dilansir dari buku Tata Cara dan Tuntunan Segala Jenis Puasa yang disusun oleh Nur Solikhin, bacaan niat puasa Ramadan karena haid dilafalkan tidak jauh berbeda dibanding puasa lain yaitu dibaca antara waktu maghrib tiba sampai sebelum subuh.
نويت صوم غد عن قضاء فرض رمضان لله تعالى.
Arab latin: Nawaitu shauma ghodin an qadha'I fardhi syahri romadhoona lillahi taala.
Artinya: Aku berniat untuk meng-qadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah Ta'ala.
Tata Cara Puasa Ganti Ramadan
Yusuf Qardhawi dalam bukunya Tirulah Puasa Nabi menyebutkan bahwa kewajiban mengqadha bersifat longgar (muwassa') dan bisa diundur sehingga seseorang yang berutang puasa Ramadan dapat melaksanakan puasa sunnah sebelum mengqadha.
Hal ini adalah pendapat yang shahih, didukung oleh ucapan Aisyah RA, "Ketika itu saya memiliki utang puasa Ramadan. Saya tidak sanggup mengqadhanya kecuali pada bulan Syaban." (HR Bukhari dan Muslim).
Adapun membayar puasa ganti Ramadan secara berurutan diperbolehkan dan sangat dianjurkan agar bisa segera melaksanakan kewajiban dan juga sunnah lainnya. Pelaksanaannya dapat terpisah-pisah dan di hari-hari biasa selama bukan hari tasyrik (hari yang haram hukumnya untuk berpuasa).
Namun, tidak dianjurkan untuk menunda qadha puasa tanpa udzur yang jelas karena dikhawatirkan akan terlupa dan seorang muslim akan terkendala dalam melaksanakan ibadah lainnya.
Mengutip buku Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq oleh Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi, jika seseorang menunda hingga masuk Ramadan lagi di tahun berikutnya, maka dia harus puasa Ramadan saat itu, mengganti puasa (yang telah ditinggalkan) di bulan setelahnya, dan harus membayar fidyah dari sebanyak hari yang ditinggalkan. Kadar fidyah yang dibayar untuk setiap harinya adalah satu mud (675 gram atau 6,75 ons) makanan.
Sementara itu, untuk tata cara pelaksanaan qadha puasa Ramadan sama sebagaimana puasa wajib baik dari segi syarat dan juga rukunnya, yakni menahan lapar, haus, dan hawa nafsu mulai dari terbit matahari hingga terbenam matahari sejumlah hari yang telah ditinggalkan.
Waktu Pengamalan Puasa Ganti Ramadan
Puasa ganti Ramadan boleh dilakukan selama di luar waktu yang dilarang untuk berpuasa. Seperti, dua hari raya, pelaksanaan Ramadan selanjutnya, hingga waktu puasa nazar.
Namun, untuk pengamalan qadha yang bertepatan dengan nazar, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mazhab. Mazhab Hanafi, berpendapat, bila seseorang mengqadha puasa Ramadannya di hari yang telah ditentukan untuk puasa nazar maka puasa Ramadannya tetap sah.
Sedangkan untuk puasa nazarnya, dia harus mengqadha puasa tersebut di hari yang lain. Pasalnya, nazar itu sebenarnya tidak terikat dengan waktu dan tempat, maka dari itu diperbolehkan baginya untuk melakukan puasa di bulan Sya'ban meskipun nazarnya ditentukan untuk bulan Rajab. Mazhab Hambali juga mengatakan mengqadha puasa Ramadan di waktu yang telah dinazarkan hukumnya boleh dilakukan.
Lalu, menurut Madzhab Syafi'i, membayar utang puasa wajib hukumnya untuk dilakukan dengan segera jika batalnya puasa tersebut dilakukan dengan sengaja tanpa alasan yang memperkenankannya.
Lebih lanjut, menurut Madzhab Hanafi, membayar utang puasa Ramadan itu hukumnya adalah wajib, namun waktunya sangat luas dan tidak terikat. Oleh karena itu jika seseorang belum membayarnya ketika akan masuk bulan Ramadan selanjutnya maka dia tidak dianggap telah melakukan perbuatan dosa, selama kewajiban itu dilaksanakannya.
Artikel ini telah tayang di detikHikmah. Baca selengkapnya di sini.