Polemik perebutan kepemilikan sah atas lahan Kebun Binatang Bandung antara Pemkot dan Yayasan Margasatwa Tamansari kian meruncing. Pemkot Bandung telah mengklaim sebagai pemilik sahnya. Namun, Yayasan Margasatwa Tamansari juga punya bukti yang kuat sebagai pemilik sah.
Tim ahli hukum Yayasan Margasatwa Tamansari selaku pengelola Bunbin Bandung menyebut, klaim pemkot sebagai pemilik lahan bunbin tak memiliki dasar, bisa dibilang kalim tersebut cacat hukum. Sebab, hanya berdasarkan bukti sewa lahan berbentuk fotokopi yang diterbitkan pada tahun 2008.
Saat ini, lahan bunbin masih status quo. Pemkot belum memiliki sertifikat atas tanah seluas sekitar 13 hektare itu. Begitupun dengan pihak Yayasan Margasatwa Tamansari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pakar hukum agrari Nia Kurniati mengatakan, merujuk pada UU Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka klaim Pemkot Bandung tak memiliki alas hukum yang kuat. Nia menerangkan pada Pasal 24 ayat 2 dalam PP itu menyebutkan, seseorang yang menguasai fisik tanah selama kurun waktu 20 tahun secara terus-menerus dapat mendaftarkan diri sebagai pemegang hak atas tanah tersebut.
Nia menjelaskan, selama ini Yayasan Margastwa Tamansari selaku pengelola sudah puluhan tahun menguasai lahan bunbin. "Apalagi Yayasan Margasatwa Tamansari sudah lebih dari 90 tahun," ujar Nia Kurniati saat ditemui awak media, Selasa (27/6/2023).
Nia kemudian menerangkan historis aset lahan Bunbin Bandung. Ia mengatakan yayasan telah mengelola Bunbin Bandung sejak zaman Hindia Belanda. Dimana, pada 6 Februari 1933 Gubernur Jenderal Hindia Belanda menghibahkan lahan seluas 13,5 hektare kepada Bandoengsche Zoolgisch Park melalui keputusan nomor AG9736/33.
Kemudian, pada tahun 1956-1957 sempat terjadi sedikit perubahan nama. Perubahan nama itupun kembali dilakukan pada 22 Februari 1957, di mana di dalamnya turut disertakan hibah lahan dari Bandungsche Zoologis Park kepada Yayasan Margasatwa Tamansari (Bandung Zoological Garden) dengan pendirian yayasan dari Lin Tanudiredja.
Nia menegaskan, surat tersebut bisa dijadikan alas hukum sesuai UU Pokok Agraria untuk pihak yayasan mengajukan bukti hukum, yang berupa sertifikat kepada Badan Pertanahan Negara (BPN) atas kepemilikan lahan tersebut.
"Bukan berarti Kebun Binatang Bandung itu berdiri di Kota Bandung dan seolah-olah itu menjadi aset Pemkot Bandung. Pemkot Bandung harus memiliki alas hak tidak bisa serta merta mengklaim ini milik pemkot," kata Nia.
Nia dan timnya telah menerbitkan legal opinion yang berdasarkan riset. Nia mengaku telah menyimpulkan soal polemik yang terjadi antara yayasan dan Pemkot Bandung.
"Berdasarkan riset itu menyimpulkan bahwa lahan kebun binatang diprioritaskan untuk Yayasan Margasatwa Tamansari. Jadi ini alas hak yayasan atas lahan adalah hibah, dan hibah itu salah satu bentuk perbuatan hukum peralihan hak atas tanah," ucap Nia.
Sementara itu, Pakar Hukum Administrasi Ikhsanul Ma'arif yang juga terlibat dalam tim legal opinion menerangkan, pemkot tak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menagih utang pada yayasan sebesar Rp 17,5 miliar. Sebab, menurut hasil riset tim ahli, lahan Bunbin Bandung itu tak tercantum dalam Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jabar sebagai aset Pemkot Bandung.
"Jika memang lahan itu milik Pemkot Bandung, satu yang pasti aset tersebut harus tercatat dalam Daftar Inventaris Aset yang diterbitkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sedangkan, dalam laporan pemeriksaan BPK tahun 2020 tidak tercantum bahwa lahan Kebun Binatang milik Pemkot Bandung," katanya.
Ikhsan mempertanyakan surat teguran yang dilayangkan Pemkot Bandung kepada yayasan terkait tunggakan sewa. Menurutnya, dalam persidangan Banding di Pengadilan Tinggi tidak disertakan bukti perjanjian sewa menyewa atas lahan kebun binatang.
"Sehingga, dalam legal opinion ini kami menyatakan bahwa dasar hukum yang dimiliki oleh Yayasan Margasatwa Tamansari sangat menguatkan, bahwa lahan kebun binatang ini dari berbagai bukti kepemilikan dan aspek hukum dimiliki oleh Yayasan Margasatwa Tamansari," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Yayasan Margasatwa Tamansari langsung mengambil langkah untuk menggugat Pemkot Bandung ke Pengadilan Negeri. Pada laman SIPP Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (20/6/2023), Yayasan Margasatwa mengajukan gugatannya dalam klasifikasi perkara perbuatan melanggar hukum. Meskipun memang, proses hukum lainnya hingga kini masih berjalan yakni ajuan kasasi dari pihak yayasan.
Pada gugatan dengan nomor perkara 268/Pdt.G/2023/PNBdg itu, pihak penggugat yakni Yayasan Margasatwa Tamansari atau disebut juga Kebun Binatang Bandung, melalui kuasa hukumnya Edi Permadi, menggugat Pemerintah Kota Bandung, Sekretaris Daerah Kota Bandung, dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandung.
Saat dikonfirmasi, Kuasa Hukum Yayasan Margasatwa Tamansari Edi Permadi mengatakan, alasan gugatan tersebut karena pihak yayasan menganggap Satpol PP menyalahi tugas. Sebab Satpol PP bakal menyegel lokasi dan sudah memberikan dua kali surat teguran.
"Jadi surat teguran kedua barusan kami terima. Per tanggal 20 Juni 2023, kami ajukan gugatan ke PN Bandung. Pertama dasar gugatan ini karena Satpol PP tidak memiliki tupoksi menjalankan tugas yustisial atau penyegelan yang merupakan tugas pengadilan. Kami juga diberi hak oleh undang-undang sebagai penguasa yang sudah lama lebih dari 90 tahun untuk mengajukan perlawanan karena kami dianggap sebagai pemilik, dasarnya hibah dari Bandung Zoological Park," kata Edi kepada wartawan, Rabu (21/6/2023).
Di sisi lain, Pemkot Bandung ngotot ingin menyegel Bunbin Bandung dengan berbekal dua putusan PN dan PT Bandung. Rencananya, pemkot menyegel bunbin pada akhir Juli 2023 mendatang.
Penyegelan dilakukan setelah Pemkot Bandung mengatakan jika Yayasan Margasatwa Tamansari menunggak pajak ke pemerintah daerah senilai Rp 17,1 miliar hingga April 2023. Dalam hal ini, pihak Pemkot Bandung sudah melakukan langkah-langkah pengamanan lahan Bunbin.
(sud/mso)