Idul Adha 1444 H tinggal menghitung hari. Banyak umat Muslim yang ingin berkurban. Nah, bagi yang berkurban pada Idul Adha tahun ini, tentu harus mengetahui hukum-hukumnya.
Tak sedikit pula umat Muslim yang belum mengetahui soal hukum berkurban serta larangannya. Salah satunya soal pemberian upah kepada penjagal atau panitia dengan bentuk daging kurban. Bagaimana hukum dan ketentuannya dalam Islam?
Seperti diketahui, masing-masing masjid atau tempat berkurban biasanya membentuk panitia kurban. Di dalamnya ada penyembelih hewan atau penjaga, tukang potong daging dan pendistribusian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apakah tukang jagal dan panitia ini boleh menerima upah berbentuk daging kurban, atau bolehkah orang yang berkurban memberikan upah atau bayaran?
Mengutip dari detikFood, Ustaz Abdul Somad (UAS) pernah membahas bagaimana hukum dan ketentuan memberi upah kepada tukang jagal. Hukum memberikan upah kepada tukang jagal adalah wajib. Tapi, harus dalam bentuk uang.
"Jadi bapak ibu yang kebetulan jadi panitia itu ada yang diupah dan ada yang diberi hadiah. Tukang jagal sama tukang kulit itu memang diupah per kepala," ujar UAS.
Upah yang diberikan bukanlah berupa daging, kepala atau kaki dari hewan kurban. "Dia dikasih upah pakai duit," kata UAS.
"Makanya akad membayar kurban itu kan misal Rp 2,5 juta untuk kurban dan biaya operasional," ucap dia menambahkan.
Biaya operasional itu ditujukan bagi mereka yang ditugaskan menjaga, merawat dan menyembelih hewan kurban. Karena setelah dibeli biasanya hewan kurban diinapkan di masjid paling tidak dua hari.
Sementara itu, mengutip dari laman NU Online, jika yang berkurban adalah laki-laki dan bisa menyembelih hewan, maka disunahkan menyembelih sendiri. Hal ini dilakukan Rasulullah SAW. Jika yang berkurban seorang wanita, maka disunahkan untuk diwakilkan. Sunah ini tertuang dalam kitab al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab sebagai berikut:
وَيُسَنُّ أَنْ يَذْبَحَ الْأُضْحِيَّةَ الرَّجُلُ بِنَفْسِهِ إنْ أَحْسَنَ الذَّبْحَ لِلِاتِّبَاعِ .أَمَّا الْمَرْأَةُ فَالسُّنَّةُ لَهَا أَنْ تُوَكِّلَ كَمَا فِي الْمَجْمُوعِ
Artinya: Dan disunahkan laki-laki untuk memotong hewan kurbannya sendiri jika ia memang dapat melakukannya dengan baik karena mengikuti Rasulullah SAW. Adapun perempuan maka sunah baginya untuk mewakilkannya sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab al-Majmu'. (lihat, Muhammad Khatib asy-Syarbini, al-Iqna` fi Halli Alfazhi Abi Syuja`, Beirut-Dar al-Fikr, 1415 H, juz, II, halaman: 588)
Kemudian, soal hukum memberikan upah kepada penjagal atau panitia kurban dalam bentuk daging, kulit, atau bagian hewan kurban lainya disebutkan tidak boleh dilakukan. Dalam kitab-kitab fikih menegaskan tidak boleh pihak yang berkurban memberikan sesuatu bagian dari hewan kurban, seperti kulit, kepala, daging sebagai upah jagal. Tetapi upah jagal menjadi beban pihak yang berkurban, dan bukan diambil dari hewan kurban itu sendiri.
وَيَحْرُمُ الْإِتْلَافُ وَالْبَيْعُ لِشَيْءٍ من أَجْزَاءِ أُضْحِيَّةِ التَّطَوُّعِ وَهَدْيِهِ وَإِعْطَاءُ الْجَزَّارِ أُجْرَةً مِنْهُ بَلْ هُوَ عَلَى الْمُضَحِّي وَالْمُهْدِي كَمُؤْنَةِ الْحَصَادِ
Artinya: Haram menghilangkan atau menjual sesuatu yang termasuk bagian dari hewan kurban sunah dan hadyu, dan haram pula memberi upah tukang jagalnya dengan sesuatu yang menjadi bagian hewan kurban tersebut. Tetapi biaya tukang jagal menjadi beban pihak yang berkurban dan yang ber-hadyu sebagaimana biaya memanen. (Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarh Raudl ath-Thalib, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1422 H/2000 M, juz, I, halaman: 545)
Larangan tersebut juga didasarkan pada hadis diriwayatkan Ali bin Abi Thalib. Dia pernah diperintah Rasulullah SAW untuk mengurusi kurban beliau, dan diperintahkan untuk tidak memberikan sedikit pun bagian tubuh hewan kurban tersebut kepada jagalnya sebagai upah atas jasanya. Tetapi upahnya diambil dari harta yang lain.
عن عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ على بُدْنِهِ فَأُقَسِّمَ جِلَالَهَا وَجُلُودَهَا وَأَمَرَنِي أَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا شَيْئًا وَقَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ من عِنْدِنَا
Artinya: Dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah, ia berkata: Rasulullah SAW memerintahkan kepadaku untuk mengurusi hewan kurbannya kemudian aku membagikan jilal-nya (pakaian hewan yang terbuat dari kulit untuk menahan dingin) dan kulitnya, dan beliau memerintahkan kepadaku untuk tidak memberikan sedikit pun bagian tubuh dari hewan kurban tersebut (sebagai upah) kepada tukang jagal. Dan beliau bersabda: Kami akan memberikan upah tukang jagalnya dari harta yang ada pada kami. (lihat, Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarh Raudlath-Thalib, juz, I, halaman: 545)
Alasannya Memberi Upah Daging Kurban kepada Tukang Jagal
Lebih lanjut, NU Online menyinggung soal alasan larangan pemberian upah kepada penjagal berupa daging, kulit, atau bagian lainnya. Alasannya adalah bahwa pihak yang berkurban mengeluarkan kurbannya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT atau beribadah. Karenanya ia tidak boleh menarik kembali hewan tersebut, kecuali apa yang telah diperbolehkan yaitu memakannya sesuai aturan yang telah ditetapkan.
وَلِأَنَّهُ إنَّمَا أَخْرَجَ ذلك قُرْبَةً فَلَا يَجُوزُ أَنْ يَرْجِعَ إلَيْهِ إلَّا ما رُخِّصَ لَهُ فِيهِ وَهُوَ الْأَكْلُ وَخَرَجَ بِأَجْرِهِ إعْطَاؤُهُ منه لِفَقْرِهِ وَإِطْعَامُهُ مِنْهُ إنْ كان غَنِيًّا فَجَائِزَانِ
Artinya: Karena ia (orang yang berkurban) mengeluarkan kurbannya itu untuk mendekatkan diri kepada Allah (ibadah). Maka ia tidak boleh menarik kembali kurbannya kecuali apa yang telah diperbolehkan yaitu memakannya. (Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarh Raudlath-Thalib, juz, I, halaman: 545)
Yang menjadi poin penting dari penjelasan di atas adalah adanya larangan untuk mengambil bagian dari hewan kurban untuk diberikan kepada orang yang memotongnya sebagai upah. Karenanya pemberian seperti kulit kambing kurban kepada orang yang memotongnya sepanjang bukan sebagai upah, tetapi karena ia adalah orang yang hidupnya pas-pasan, adalah diperbolehkan.
وَخَرَجَ بِأَجْرِهِ إعْطَاؤُهُ مِنْهُ لِفَقْرِهِ وَإِطْعَامُهُ مِنْهُ إنْ كَانَ غَنِيًّا فَجَائِزَانِ
Artinya: Dan dikecualikan dengan upah jagal adalah memberi suatu bagian dari hewan kurban kepada si jagal karena kefakirannya atau memberinya makan dari hewan kurban tersebut jika ia orang yang mampu, maka kedua hal ini boleh. (Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarh Raudlath-Thalib, juz, I, halaman: 545).