Risiko nyeri badan, keseleo, hingga patah tulang membayangi orang-orang yang menjalani aktivitas setiap hari. Banyak metode pengobatan yang bisa dipilih untuk penanganannya, termasuk pengobatan tradisional.
Di pinggiran Kabupaten Bandung Barat (KBB), ada daerah yang terkenal akan pengobatan tradisional khususnya menangani cedera patah tulang akibat olahraga hingga tabrakan. Ya, namanya Desa Citapen, Kecamatan Cihampelas, KBB.
Praktik pengobatan tradisional di daerah itu sudah berjalan puluhan tahun, sejak Belanda masih menduduki tanah air. Saat itu, tak banyak pelaku pengobatan tradisional. Namun seiring bertambahnya tahun, jumlahnya terus bertambah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Banyak pilihan tempat pengobatan tradisional di Citapen, namun salah satu yang paling sohor ialah Haji Obay. Semua kalangan, mulai dari warga biasa hingga kalangan pejabat datang ke tempat praktik sederhana di rumah sang empunya.
"Ya banyak juga, dulu waktu bapak saya (Haji Obay) masih praktik itu ada menteri di zaman Pak Soeharto datang ke sini berobat. Kalau zaman saya mungkin ada almarhum Bupati Abubakar (mantan Bupati Bandung Barat)," kata Cecep Faisal, anak Haji Obay kepada detikJabar, belum lama ini.
Haji Obay sendiri sudah meninggal pada tahun 2019 silam, kini ia yang melanjutkan warisan orangtuanya. Dibantu oleh adik dan saudaranya yang lain, namun dalam pantauan sang ibu, Hj Enok Jamilah Kusmayati.
"Memang yang namanya pengobatan tradisional seperti ini, yang datang itu orang yang kurang mampu. Jadi sugesti mereka lebih percaya ke sini daripada ke rumah sakit, dan mungkin utamanya karena faktor biaya," kata Cecep.
Setiap hari ia menerima pasien, mulai pukul 07.00 WIB sampai 21.00 WIB. Namun di luar jam itu, ia tetap mau menerima pasien yang datang apalagi jika dalam keadaan mendesak seperti baru mengalami kecelakaan.
"Kalau datang tengah malam, juga tetap dilayani. Karena kita niatnya kan ingin membantu, kebetulan ada yang jaga malam juga. Tapi kalau jam reguler, dari jam 7 pagi sampai jam 9 malam," tutur Cecep.
Ia tak sendiri, setiap hari ia bergantian shift dengan sang ibu dan paman-pamannya yang juga menguasai keterampilan menangani patah tulang dan kasus lainnya. Namun tentunya tak seterampil Haji Obay serta Mama Hamidi, pendahulunya yang menjadi cikal bakal pengobatan tradisional di Citapen.
"Saya sendiri itu dibantu asisten 3 orang, terus ibu sama paman saya ada lagi yang bantu. Mungkin lebih dari 20 orang yang bantu-bantu di sini, karena setiap hari itu banyak yang datang. Saya saja, bisa menangani sampai 30-an pasien," kata Cecep.
Namun Cecep tak mau sesumbar jika ia pasti bisa menyembuhkan pasien. Sebab jika sudah tak bisa ditangani, ia tetap akan merujuk pasien tersebut ke rumah sakit tanpa ingin memaksakan apalagi coba-coba.
"Yang namanya kesembuhan itu tetap atas izin Allah, kalau tidak dikehendaki sembuh ya tidak. Kalau kondisinya parah dan tidak bisa ditolong, juga pasti saya rujuk ke rumah sakit. Buat apa memaksakan, tapi nanti hasilnya tidak ada. Kasihan pasiennya kan," kata Cecep.
Pasien yang datang, terutama dengan kondisi tulang patah terutama di bagian paha, juga mesti menerima fakta kalau kondisinya tak akan kembali seperti sediakala seperti sebelum diobati.
"Apalagi yang patah tulang paha, lama waktu pengobatan kurang lebih 6 bulan bahkan bisa lebih lama. Karena paha merupakan tulang tunggal, pengobatan tulang tunggal pasti lama baik kaki atau lengan dan setelah sembuh pun tidak akan sama seperti sebelumnya dimana akan mengalami perbedaan yaitu pendek sebelah," kata Cecep.