Pondok Pesantren Al-Zaytun kembali mengundang sorotan. Sejumlah pihak mulai dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) hingga Lembaga Bahtsul Masail PWNU Jabar kini sudah bersikap tegas dan menilai kegiatan keagamaan di pondok milik Panji Gumilang itu menyimpang.
Polemik ini muncul kembali akibat aksi demonstrasi di depan gerbang Ponpes Al-Zaytun, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Kamis (15/6/2023) silam. Massa pendemo saat itu menuntut agar MUI mengusut soal ajaran dari ponpes tersebut.
MUI ternyata sudah bergerak sekitar sepekan sebelum demo itu dilakukan. Rapat tim Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan (Bakorpakem) pun digagas yang terdiri dari Pemprov Jabar, MUI, Polda Jabar hingga Kodam III Siliwangi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski MUI Jabar sebetulnya menginginkan Ponpes Al-Zaytun segera ditindak. Namun, pernyataan itu tidak bisa serta merta dikeluarkan lantaran tim khusus ini melakukan penelusuran secara mendalam, terutama mengenai kurikulum pendidikan yang diterapkan hingga adanya tindak kriminal berupa pelecehan seksual dan aset pesantren.
"Harus diteliti ada penyimpangan pelaksanaan kurikulum atau nggak, nah itu kan ranahnya Kemenag. Terus yang mengangkut paham agama, penyimpangan paham agama, itu MUI tanyanya," kata Sekretaris MUI Jabar Rafani Achyar.
"Jadi pandangannya, kami juga Jabar ingin segera selesai ini kasus Al-Zaytun jangan terus-terusan, Panji Gumilang itu menyampaikan pernyataan yang kontroversial," ucapnya menambahkan.
Meski sifatnya masih menunggu rapat pembahasan, MUI Jabar kata Rafani sudah mendorong Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil untuk segera turun tangan. Sejumlah rekomendasi pun sudah disampaikan yang pada intinya meminta RK menegur pihak ponpes supaya tidak terjadi lagi polemik berkepanjangan.
Rekomendasi itu kata Rafani, bahkan sudah dilayangkan ke RK semenjak Al-Zaytun menjadi sorotan karena memperbolehkan wanita berada dalam saf depan Salat Idul Fitri beberapa waktu silam. Ditambahkan lagi, Panji Gumilang makin menjadi-jadi karena terus melontarkan pernyataan yang membuat kontroversi di tengah masyarakat.
"Kalau tidak, pimpinan Al-Zaytun terus mengeluarkan pernyataan kontroversi, yang berakibat menimbulkan kegaduhan, saya khawatir Jabar kondusifitasnya terganggu apalagi jelang tahun politik," ujar Rafani.
"Banyak kontroversi, yang terakhir itu zinah boleh asal ditebus, komunisme, menganggap Indonesia tanah suci disamakan dengan tanah haram di Mekah, salat idul Fitri perempuan diletakkan di shaf terdepan, jami imam khatib," ungkapnya menambahkan.
Meski MUI Jabar belum mengeluarkan fatwa resminya, MUI Indramayu sudah terlebih dahulu memberikan pernyataan tentang Ponpes Al-Zaytun. Ketua MUI Indramayu Mohammad Satori sudah terlebih dahulu menyebut syariat atau kegiatan yang dilakukan oleh Al-Zaytun tidak sama dengan tata cara peribadatan umat Islam pada umumnya mulai dari salat, puasa hingga ibadah haji.
"Itu sangat tidak sesuai sekali dengan syariat-syariat Islam pada umumnya," kata Ketua MUI Indramayu, M Satori dalam video dilihat detikJabar.
Desakan yang sama juga tercetus dari Lembaga Bahtsul Masail PWNU Jabar. Mereka menegaskan beberapa kegiatan keagamaan di Al-Zaytun menyimpang, sehingga pemerintah didesak menindak tegas pondok yang dipimpin Panji Gumilang.
Pakar LBM PWNU Jabar Kiai Yazid Fatah menyebut ada beberapa poin terkait polemik Al-Zaytun yang jadi topik bahasan dan dikaji pihaknya pada bahtsul masail di SMA NU Karanganyar Pondok Pesantren Hidayatut Tholibin Desa Karanganyar, Kecamatan Pasekan, Kabupaten Indramayu, Kamis (15/6/2023).
Dalam siaran persnya, pertama mengenai istidlal atau pengambilan dalil pihak Al-Zaytun dalam pelaksanaan salat berjarak. Merujuk QS Al Mujadalah ayat 11, LBM PWNU pun menilai tata cara ibadah tersebut dikategorikan menyimpang dalam ajaran Ahlussunah wal Jamaah (Aswaja).
"Jawabannya, sangat menyimpang dari Aswaja, dan termasuk menafsirkan Al-Quran secara serampangan yang diancam Nabi masuk neraka. Istidlal pihak Al-Zaytun tidak memenuhi metodologi penafsiran ayat secara ilmiah, baik secara dalil yang digunakan ataupun madlul atau makna yang dikehendaki," kata Pakar LBM PBNU Jabar Kiai Yazid Fatah.
Dijelaskannya bahwa penyimpangan istidlal Al-Zaytun yang dimaksud karena beberapa hal. Yakni, makna 'Tafassahu' dalam ayat bukan memerintahkan untuk menjaga jarak dalam barisan salat, namun merenggangkan tempat untuk mempersilakan orang lain menempati majelis agar kebagian tempat duduk.
Selanjutnya, bertentangan dengan hadits sahih yang secara tegas menganjurkan merapatkan barisan salat. "Kemudian bertentangan dengan ijma atau kesepakatan para ulama perihal anjuran merapatkan barisan salat," katanya didampingi sejumlah pengurus PWNU Jabar.
Kemudian terkait praktek penempatan perempuan dan nonmuslim dalam barisan saf salat laki-laki juga tidak sesuai tuntutan beribadah Aswaja. Termasuk dalih pernyataan mengikuti madzhab bung Karno yang diucapkan Panji Gumilang juga hukumnya haram.
"Pertama, menyandarkan argumen fiqh tidak kepada ahli fiqh yang kredibel. Kedua, menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat bahwa formasi barisan shalat seperti di atas merupakan hal yang disyariatkan (Syar'u ma lam yusyro')," ujarnya.
Pihaknya juga menyebut bahwa menyanyikan 'havenu shalom aleichem' yang kental dengan agama Yahudi itu hukumnya haram. "Karena menyerupai dan mensyiarkan tradisi agama lain. Kedua, mengajarkan doktrin yang dapat berpotensi hilangnya konstitusi syariat perihal fiqh "Mengucapkan salam" kepada nonmuslim," ucapnya.
Pembahasan selanjutnya mengenai bagaimanakah pandangan fikih terkait pemerintah yang terkesan membiarkan polemik Al-Zaytun tersebut. Jawabannya, kata Kiai Afif, mempertimbangkan tugas dan kewajiban pemerintah yakni menjaga masyarakat dari segala bentuk penyimpangan, baik agama, budaya dan norma yang berlaku.
Ia juga menyebut bahwa menjaga konstitusi syariat. Melakukan tindakan tegas terhadap segala bentuk kemungkaran sesuai tahapannya. "Maka, pemerintah tidak dibenarkan melakukan pembiaran terhadap segala bentuk penyimpangan Ma'had Al-Zaytun," katanya.
Kemudian, dengan segala polemik yang muncul, bagaimana hukum memondokkan atau mesantrenkan anak ke pesantren Al-Zaytun? Hasil kajian jawabannya, hukum memondokan anak di Al-Zaytun haram. Karena, membiarkan anak didik berada di lingkungan yang buruk atau pelaku penyimpangan, memilihkan guru yang salah bagi pendidikan anak.
Alasan selanjutnya, memperbanyak jumlah keanggotaan kelompok menyimpang. Karena kewajiban orang tua adalah memilihkan pesantren yang jelas sanad keilmuan serta masyhur kompetensinya di bidang ilmu agama.
"Dari hasil kajian ilmiah perihal polemik Ma'had Al-Zaytun tersebut, LBM PWNU Jabar merekomendasikan, pertama kepada pemerintah agar segera menindak tegas Ma'had Al-Zaytun dan tokohnya atas segala penyimpangan yang telah terbukti berdasarkan kajian ilmiah Bahtsul Masail PW LBMNU Jabar," ungkapnya.
Kedua, kepada para stakeholder agar memproteksi masyarakat dari bahaya penyimpangan Ma'had Al-Zaytun. Ketiga, masyarakat agar tetap tenang dan menyerahkan penindakan atas polemik yang terjadi kepada pihak yang berwenang.
(ral/iqk)