Teka-teki Kemunculan Macan di Karang Para Sukabumi

Round-Up

Teka-teki Kemunculan Macan di Karang Para Sukabumi

Tim detikJabar - detikJabar
Rabu, 07 Jun 2023 10:30 WIB
Kawasan Gunung Kopi di Kabupaten Sukabumi.
Kawasan Gunung Kopi di Kabupaten Sukabumi. (Foto: Siti Fatimah/detikJabar)
Sukabumi -

Seekor macan kembali terlihat di wilayah kawasan Karang Para atau Gunung Kopi, tepatnya kawasan ladang kebun singkong di Desa Kebonmanggu, Kecamatan Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi.

Hal ini dikemukakan oleh seorang warga yang mengaku melihat sendiri keberadaan macan tersebut. Pernyataan serupa juga pernah dilaporkan pada Juli tahun 2022 silam di Kecamatan Cicantayan.

Lokasi keberadaan dugaan macan itu pun tak terlalu jauh. Secara letak geografis, antara Kecamatan Cicantayan dan Kecamatan Gunungguruh masih sangat berdekatan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di antara dua kecamatan tersebut masih dipenuhi dengan perbukitan yang belum terjamah aktivitas warga. Warga menyebut, daerah itu dapat dimungkinkan menjadi habitat macan dan binatang lainnya termasuk babi hutan.

Diungkapkan oleh Tahlan (53), tokoh masyarakat di Desa Kebonmanggu ini memang beberapa kali mendapat laporan dari warga soal keberadaan macan tersebut. Pemburu babi hutan juga sempat melihat macan tersebut pada awal tahun 2023 lalu. Tapi, warga masih tak dapat membedakan antara macan dan harimau.

ADVERTISEMENT

"Waktu itu sempat ramai adanya macan atau harimau Jawa. Saya juga sempat lihat videonya, oh benar itu macan karena bisa terdeteksi sama pemburu," kata Tahlan saat ditemui detikJabar di kawasan wisata Bukit Karang Para, Senin (5/6/2023).

Dia mengatakan, para pemburu memiliki senter khusus yang dapat membedakan antara babi dan hewan buas tersebut. Apabila sorot lampu berwarna putih, maka itu menandakan babi hutan, sedangkan lampu sorot merah maka penanda hewan macan atau harimau.

"Kalau pemburu itu bisa membedakan antara lampu yang warnanya merah itu pasti macan dan lampu putih itu babi. Pas merah ternyata itu macan dan mereka nggak berani tembak. Jarak tembaknya cuma 100 meter," ujarnya.

"Itu 6 bulan ke belakang pas malam hari, daerah sekitar 8 kilometer, kebetulan orang sini ada pemburu babi hutan," sambungnya.

Rupanya, keberadaan macan itu dianggap sebagai fenomena biasa bagi warga setempat. Warga juga mengaku tak terganggu dengan keberadaan macan karena muncul pada malam hari dan memburu babi yang sering merusak ladang warga.

"Macan itu lagi nyari makan, nangkap babi kayaknya, karena yang terdeteksi itu ada lampu pantulan babi sama macan. Nggak terganggu karena keseringan penunggu-penunggu yang di ladang itu bilang munculnya itu malam. Sering itu, warga sudah bisa hidup berdampingan karena nggak muncul waktu siang," ucap Tahlan.

"Cuma babi yang ngerusak ladang. Makanya di sini ada pemburu babi, semua tanaman singkong habis semua," tambah dia.

Sementara itu Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) pun memberikan tanggapan mengenai fenomena tersebut.

Plt Kepala Resort Konservasi Wilayah VIII Sukabumi BKSDA Jabar Isep Mukti mengatakan, laporan penemuan satwa yang dilindungi di Desa Kebonmanggu itu belum ia terima.

"Belum ada informasi (di Desa Kebunmanggu). Untuk perbatasan dengan Cicantayan iya, informasi (ada) tapi belum bisa dibuktikan dengan hasil foto-foto," kata Isep saat dihubungi detikJabar, Selasa (6/6/2023).

Dia menjelaskan, apabila diukur menggunakan logika, kawasan Karang Para atau Gunung Kopi itu jauh dari habitat yang dijaga oleh pemerintah seperti di area Kawasan Taman Nasional.

"Secara real, kalaupun lihat, karena macan habitatnya di hutan. Kawasan taman nasional baik TNGGP (Taman Nasional Gunung Gede Pangrango) atau TNGHS (Taman Nasional Gunung Halimun Salak) itu sangat jauh. Hutan perhutani, tidak ada daerah tersebut, apalagi hutan KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam) sangat jauh," ujarnya.

Pihaknya juga menuturkan, telah memberikan edukasi kepada masyarakat setempat tentang cara bertindak saat menemukan macan atau harimau di tempatnya tinggal. "Iya pernah (edukasi) dan saya temui juga Kepala Desa," katanya.

Edukasi yang dilakukan mencakup aturan Undang-undang nomor 5 tahun 1990 dan Permen LHK nomor 106. Di dalamnya menyebutkan apabila menemukan satwa dilindungi dan dapat membuktikannya maka haru melaporkan ke pemerintahan terdekat.

Meski demikian, ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi jika warga betul-betul melihat sesosok macan di hutan dekat pemukiman. "Dan berusaha untuk cari tau asal usulnya. Kira-kira lepasan orang, memang dari hutan atau memang habitatnya sehingga jangan diganggu," ucap Isep.

(aau/iqk)


Hide Ads