Cinta Dua Sejoli Bersemi di Pacuan Kuda Sumedang Tempo Dulu

Lorong Waktu

Cinta Dua Sejoli Bersemi di Pacuan Kuda Sumedang Tempo Dulu

Nur Azis - detikJabar
Senin, 05 Jun 2023 13:30 WIB
Java Bode edisi Selasa 27 Mei 1890
Java Bode edisi Selasa 27 Mei 1890 (Foto: deplher.nl/Java Bode)
Bandung -

Lomba pacuan kuda sempat rutin digelar di tanah Priangan pada masa Hindia Belanda. Lomba tersebut bahkan kerap diinformasikan melalui surat kabar kala itu.

Seperti terpampang dalam surat kabar Java Bode edisi Selasa 27 Mei 1890. Di sana disebutkan bahwa perhelatan lomba balap kuda digelar di Sumedang pada 22 Mei 1890. Jenis-jenis lombanya di antaranya Maiden Ponystakes, Regol Beker dan Maiden Ponyprijs.

Masih dalam Java Bode edisi Jumat 2 April 1945. Di sana tertulis :

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Paardenrennen te Bandung De "Perkumpulan Patjuan Kuda" te Bandung deelt ons mede, dat het wedstrijdseizoen dit jaar zal worden geopend met paardenrennen op 3 en 4 April op het race-terrein Tegalega."

Artinya kurang lebih :

ADVERTISEMENT

"Pacuan kuda di Bandung

Perkumpulan Pacuan Kuda di Bandung menginformasikan bahwa musim kompetisi tahun ini akan dibuka dengan pacuan kuda pada tanggal 3 dan 4 April di arena balap Tegalega."

Pada kisaran tahun 1960-an dan 1970-an, kompetisi pacuan kuda masih ramai digelar di wilayah Priangan. Warga akan ramai berdatangan untuk menyaksikan perhelatan tersebut.

Denyut kehidupan masyarakat pun tercipta di sana. Beragam kisah pun menarik untuk dijejaki. Salah satunya kisah tentang pasangan hidup.

Seperti yang dialami Enu Suharja (67) yang juga merupakan mantan joki asal Sumedang kala itu. Enu menjadi salah satu yang dipertemukan dengan pasangan hidupnya yakni Entin (66) dalam suatu acara balap kuda.

Sekadar diketahui, lomba pacuan kuda kala itu seolah menjadi tradisi yang diikuti oleh para inohong (tokoh masyarakat, pemimpin, atau orang berpengaruh dalam suatu hal) pemilik kuda dengan para joki andalannya. Kompetisinya digelar secara bergilir di beberapa daerah.

Enu sendiri diketahui adalah anak dari mantan joki asal Sumedang bernama Soód. Sementara Entin adalah anak dari salah seorang inohong perkudaan asal Tegalega Bandung.

Ayah Entin kala itu dipercaya mengurusi kuda-kuda miliknya Apih Sukarya yang tidak lain adalah pendiri dari cikal bakal Perusahaan Otobus (PO) Medal Sekarwangi.

Enu dan Entin bertemu pertama kali pada saat masih kanak-kanak di sebuah perhelatan balap kuda di lapang pacuan kuda Tegalega Bandung.

"Saya awal mula bertemu istri saya di arena pacuan kuda Tegalega. Saat itu saya masih kanak-kanak. Jadi saat itu saya suka ikut ayah yang kebetulan jadi joki balap kuda. Sementara ayahnya istri saya adalah inohong atau pemilik kuda," ungkap Enu kepada detikJabar belum lama ini.

Seperti kata pribahasa "jodoh tidak bakal lari ke mana", pertemuan selanjutnya antara Enu dan Entin pun berlangsung saat usia keduanya sudah beranjak dewasa.

Secara tidak langsung pertemuan Enu dan Entin ditakdirkan saat lapang pacuan kuda Tegalega dipindahkan ke sekitaran Arcamanik Bandung. Seiring hal itu kuda-kuda milik Apih Sukarya yang diurus oleh ayah Entin pun turut dialihkan ke Sumedang.

"Alhamdulillah dengan adanya pemindahan lapang pacuan Tegalega menghantarkan saya bertemu lagi dengan yang sekarang menjadi istri saya," kenang Enu sambil tersenyum simpul.

Enu saat kembali bertemu dengan Entin sudah berprofesi sebagai joki balapan kuda. Keduanya kemudian memutuskan menikah pada tahun 1975 atau saat Enu berusia 19 tahun.

"Saat menikah dengan istri, saat itu saya sudah menjadi joki balapan," ujar Enu.

Enu berprofesi sebagai joki kurang lebih selama 5 tahun dan ia pun kemudian berhenti menjadi joki balapan.

"Kalau dulu syarat menjadi joki itu berat badan tidak boleh lebih dari 50 kilogram, karena berat saya sudah lebih dari itu maka saya pun memutuskan untuk berhenti," terang Enu.

Setelah berhenti, Enu pun melanjutkan pekerjaan ayahnya yakni selain sebagai pengurus kuda juga sebagai mandor dari lahan Nadzir Wakaf Pangeran Sumedang yang tidak lain adalah lahan pacuan kuda Sumedang.

"Karena bapak saya dari dulu dipercaya jadi yang mengelola lahan Nadzir Wakaf Pangeran Sumedang maka sepeninggal bapak, pekerjaan itu saya lanjutkan hingga sekarang," terangnya.

Enu bersama istrinya kini telah dikarunia 7 orang anak. Dua dari tujuh anaknya tersebut menggeluti dunia perkudaan, yakni anak pertama dan anak kelima.

Anak pertamanya bahkan sempat menjadi atlet polo profesional dan sempat disekolahkan ke Argentina dan Australia oleh Prabowo Subianto yang kini menjabat sebagai Menteri pertahanan.

Namun kini, anak pertamanya itu telah meninggal dunia pada tahun 2014. Ia meninggal seusai mengalami cedera pada kejuaraan polo di Thailand. Sementara anak kelimanya dipercaya untuk mengurus kuda oleh salah seorang inohong pemilik kuda.

Enu masih mengingat bagaimana suasana hiruk pikuk saat balapan kuda berlangsung. Bagi Enu, lapang pacuan kuda Sumedang dan lapangan pacuan kuda lainnya seperti lapangan Tegalega, Arcamanik, Lembang, Purwakarta, Garut dan daerah lainnya memiliki kenangan tersendiri.

"Wah dulu mah seminggu sebelumnya kompetisi balapan kuda biasanya akan ada pasar malam dulu dan saat kompetisi digelar warga itu akan berkerumun mengelilingi di pinggir lapang pacuan," paparnya.

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads