Benturan RUU Kesehatan dan Tradisi Komoditas Tembakau di Sumedang

Benturan RUU Kesehatan dan Tradisi Komoditas Tembakau di Sumedang

Nur Azis - detikJabar
Senin, 29 Mei 2023 15:00 WIB
Petani sekaligus pengolah tembakau di Desa Sukasari, Kecamatan Sukasari Kabupaten Sumedang tampak sedang menjemur tembakau yang sudah diolahnya.
Tembakau Sumedang (Foto: Nur Azis/detikJabar).
Sumedang -

Penyetaraan hasil tembakau dengan zat adiktif seperti yang tertuang dalam draft usulan RUU Kesehatan Omnibus Law pasal 154 ayat (3) menuai polemik di beberapa kalangan.

Salah satu yang menolak atas RUU tersebut adalah Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Sumedang.

Sekadar diketahui, dalam Pasal 154 ayat (3), zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa: a. narkotika, b. psikotropika, c. minuman beralkohol, d. hasil tembakau dan e. hasil pengolahan zat adiktif lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas bagaimanakah perjalanan komoditas tembakau di Kabupaten Sumedang?

Tradisi menanam tembakau di Kabupaten Sumedang ternyata telah berlangsung cukup lama.

ADVERTISEMENT

Hal itu sebagaimana dipaparkan dalam buku Departement Van Landbouw, Nijverheid en Handel-Teelt Van Tweede Gew Assen atau Departemen Pertanian, Industri dan Perdagangan-Budidaya Tanaman Kedua (A.J. Koens, 1925).

Buku tersebut Berjudul Eenvoudig-Landbouwonderwijs-Teelt van Tweede Gewassen
(Inde afdeeling Soemedang) atau Pendidikan Pertanian Sederhana-Budidaya Tanaman Kedua (Divisi Sumedang).

Di sana disebutkan bahwa awal mula penanaman tembakau di Sumedang dilaksanakan di sebuah tanah tegalan di distrik Tanjungsari atau tepatnya di daerah Cijambu dan Jatiroke.

"Dit gewas wordt voornamelijk geplant op tegalans in het district Tandjoengsari, welke inde mooie jonge gronden liggen, zooals te Tjidjamboe en te Djatiroke"

Artinya kurang lebih:

"Tanaman ini terutama ditanam di sebuah tegalan di Kecamatan Tanjungsari, yang terletak di tanah muda yang indah, seperti di Cijambu dan Jatiroke"

Seiring dengan mulai banyaknya para perokok, komoditas tembakau pun kemudian di tanam juga di sekitar wilayah Situraja dan Cimalaka. Penanamannya sendiri dilaksanakan di tanah tegalan dan di area persawahan sebagai tanaman kedua.

Waktu tanam tembakau terbaik kala itu, yakni pada bulan Februari dan Maret untuk tembakau yang di tanam di tanah tegalan. Sementara untuk di lahan persawahan pada bulan Mei dan Juni.

Hasil panen dari tembakau yang masih berupa dedaunan, kala itu sebagiannya ada yang langsung dijual kepada pembeli. Namun sebagiannya ada juga yang diolah sendiri oleh para petani tembakau.

Di sini terlihat bahwa saat itu, petani tembakau ada yang menjual langsung saat masih berupa dedaunan. Namun ada juga yang dijual setelah melalui proses pengolahan.

Dari catatan departemen pertanian pada masa Hindia Belanda yang bertugas di Sumedang kala itu, setidaknya diketahui bahwa komoditas tembakau sudah ada dari sejak lama.

Dalam buku Petani Tembakau di Indonesia: Sebuah Paradoks Kehidupan (2015), disebutkan bahwa perkebunan tembakau di Indonesia mulai dibangun pada 1800-an.

Saat itu, Pemerintah Kolonial Belanda mengawalinya dengan memperkenalkan sebuah rokok kretek kepada orang Jawa sebagai bujukan agar kemudian mau membeli komoditas tembakau.

Rokok kretek tersebut dibungkus dengan sebuah 'klobot' atau daun kawung. Lalu kemudian diikat dengan benang. Baru kemudian rokok kretek itu digulung dengan menggunakan kertas.

Rokok semacam itu pertama kali diproduksi secara massal oleh perusahaan rokok bernama Nitisemito di daerah Kudus pada 1930-an.

Perkembangan Petani dan Komoditas Tembakau di Sumedang

Ketua APTI Sumedang Otong Supendi mengatakan, saat ini lahan tembakau di Kabupaten Sumedang ada sekitar 2.570 hektar dengan jumlah kelompok tani sebanyak 244 kelompok.

"Kelompok tani tersebar di 25 kecamatan dari 26 kecamatan yang ada di Kabupaten Sumedang," ungkapnya kepada detikJabar belum lama ini.

Otong menyebut, saat ini komoditas tembakau telah menjadi sumber mata pencaharian bagi 7.200 kepala keluarga (KK).

"Itu baru yang tergabung dalam kelompok tani, belum yang tidak berkelompok tani," ujarnya.

Sementara terkait RUU Kesehatan sendiri, Otong menyayangkan dengan adanya RUU tersebut yang dinilainya dapat memberatkan petani tembakau di Kabupaten Sumedang.

"Harapan kami karena kami punya dasar untuk berbudidaya melalui Undang-undang bahwa petani boleh memilih komoditas apa saja, harapan kami selaku pejuang devisa negara, jangan di otak-atiklah (Undang-undang) dan biarkan petani berbudidaya dengan baik dan pupuk tersedia," ungkap Otong kepada detikJabar belum lama ini.

Menurutnya, keberadaan RUU Kesehatan tersebut semakin menambah kesulitan bagi petani tembakau di Kabupaten Sumedang. Hal itu seiring dengan tingginya harga pupuk non subsidi saat ini

"Sekarang untuk pupuk saja sudah mahal, tidak ada lagi barangnya, sedangkan tembakau di Sumedang tidak memakai pupuk bersubsidi," terangnya.

Otong menegaskan bahwa pihaknya menolak atas adanya draft RUU Kesehatan tersebut.

"Kami sangat keberatan masa tembakau disetarakan dengan narkotika, biarkan kami ini sebagai pejuang rupiah, pejuang devisi bagi negara," terangnya.

(mso/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads