Lorong Waktu

'Perburuan' hingga Kesepakatan Damai Geng Bandung di Masa Lalu

Rifat Alhamidi - detikJabar
Senin, 29 Mei 2023 10:31 WIB
Ilustrasi (Foto: iStock).
Bandung -

Aksi gerombolan ataupun geng yang meresahkan nampaknya begitu familiar dengan warga Bandung. Kemunculan mereka bukan hanya terjadi kali ini saja, namun tercatat sudah kerap berbuat onar pada medio tahun 60-an.

Dalam bukunya berjudul Insulinde Park, Sudarsono Katam mencatat kemunculan pertama kali geng yang didominasi anak-anak remaja Bandung itu sebetulnya hanya untuk eksistensi diri. Namun lambat laun, seiring tumbuh suburnya geng-geng lain di wilayah Ibu Kota Jawa Barat, pola mereka makin brutal dan tak segan melukai siapapun yang menjadi target sasaran.

Katam menuliskan, saat aksi geng mulai meresahkan di awal medio 60-an, mereka lalu dijaring oleh instansi keamanan Tanah Air ke dalam Badan Keamanan Lalu Lintas (BKLL) pada 1958. Mereka dibina, diberi keterampilan hingga dicarikan lapangan kerja supaya tidak lagi berbuat onar di jalanan kota.

Salah satu anggota geng yang mengikuti program tersebut ditulis Katam adalah pentolan Geng Apache. Pria keturunan Ambon dengan wajah gempal, berwajah sangar dengan opo-opo kait merah di pergelangan tangannya itu disalurkan untuk menjadi tenaga keamanan di Hotel Savoy Homan.

Sejak saat itu, suasana jalanan Bandung terbilang aman dari aksi onar geng. Namun ternyata, hal itu tak bertahan lama setelah pada 1960-an bermunculan kembali sejumlah geng-geng baru di wilayah Bandung dan sekitarnya.

Jika sebelumnya Katam mencatat geng yang legendaris seperti Geng Manggo di Jalan Mangga, Geng Apache di Jalan Riau bagian selatan hingga geng lain di Jalan Berantas, Kenari, Gandapura, Centeh hingga Cimahi. Kemunculan geng ini tidak terlepas dari anak-anak Indo-Belanda, Manado dan Ambon yang orang tuanya bekas tentara Koninklijk Nederlands(ch)-Indisch Leger atau KNIL.

Namun pada tahun 60-an, bermunculan geng-geng baru di wilayah Bandung. Beberapa geng terkenal di antaranya BBC yang pengaruhnya begitu kuat di wilayah Buahbatu. Kemudian Box T di Cipaganti, AMX di Gatot Subroto, Chicaso di Cikaso, New Chicaso atau NC, hingga Dollar di Cicadas, Kiaracondong, sampai Patrakomala-Tongkeng.

Sejak saat itu, pola geng yang bermunculan di Bandung pun sudah berbeda. Jika sebelumnya mereka membuat kerusahan hanya menggunakan tangan kosong, geng-geng ini tidak segan menggunakan senjata tajam untuk melukai siapapun yang menjadi target sasaran.

Puncaknya, darah warga Bandung yang tak berdosa pertama kali tumpah pada akhir tahun 1960-an. Saat itu, Katam menuliskan seorang anak geng BBC menusuk pedagang bakso keliling di sekitar Jalan Malabar-Gatot Subroto. Orang tersebut menurut Katam kembali melakukan aksi sadisnya dengan membacok seorang anak geng NC di depan kolam renang Tirtarmerta (Centrum) pada era yang sama.

Pada era itu juga, Katam menyatakan aksi brutal geng ditengarai terjadi akibat pengaruh obat-obatan terlarang. Pasalnya, anak-anak remaja Bandung kala itu begitu mudah mendapatkan obat terlarang tersebut karena dijual secara bebas.

"Remaja Bandung (medio 1960-an) sudah mulai mengenal ninuman keras dan narkoba. Obat terlarang seperti valium, opthalidon, megadon dan obat perangsang (obat perangsang kuda) beredar di pesta pesta remaja yang sering disebut pesta "dayak"," tulis Katam.

"...Narkotika sintetisLSD (LysergicSoureDiethylanide),morphin dan heroin bukan barang aneh lagi bagi beberapa kalangan remajaBandurng baik anak geng maupun bukan. Pusatperdagangarn narkoba di Bandung saat itu adalah di Alun-alun sebelah timur (di seberang GedungPLN, di depan atau di lantai atas gedung toko buku Sumur BandungVorkink yang setelah dibongkar dan sampaisekatang menjadi tanah kosong, di belakang gedungMiramar yang juga telah dibongkar pada tahun 2007)."




(ral/mso)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork