Suara Misterius dari Gunung Everest

Kabar Internasional

Suara Misterius dari Gunung Everest

Tim detikEdu - detikJabar
Selasa, 16 Mei 2023 05:00 WIB
Pemanasan global: Gletser Gunung Everest mencair, Nepal hendak relokasi kamp pendakian
Gunung Everest. (Foto: BBC Magazine)
Jakarta -

Suara misterius kerap keluar dari Gunung Everest yang merupakan gunung tertinggi di dunia. Lantas, dari mana sumber suara misterius ini?

Dikutip dari detikEdu, tim peneliti yang dipimpin ahli glasiologi, Evgeny Podolskiy mencari penyebab di balik hiruk-pikuk suara yang terdapat di Gunung Everest seperti yang disebutkan dalam laman Daily Mail.

Suara mengerikan yang dikeluarkan Gunung Everest pada malam hari juga disebutkan David Hahn, seorang pemimpin ekspedisi yang telah menaklukkan puncak Everest sebanyak 15 kali.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain suara-suara aneh yang didengar saat akan beristirahat, ia mengakui juga mendengar suara seperti es dan batu yang jatuh di berbagai tempat sekitar lembah.

Suara yang Dihasilkan Terjadi Akibat Perubahan Suhu

Tim penelitian menemukan suara menggelegar yang berupa paduan suara benturan dan pecahan gletser di dataran tinggi. Hal ini disebabkan oleh penurunan tajam suhu setelah gelap yang menyebabkan es retak.

ADVERTISEMENT

Penelitian tersebut merupakan salah satu penelitian awal yang menunjukkan aktivitas seismik dalam jumlah besar karena kerusakan termal dalam es. Kendati demikian, penelitian dilakukan di atas penelitian akan perilaku gletser yang disebabkan efek perubahan iklim.

Penemuan tersebut didapatkan pada tahun 2018 setelah menguji aktivitas seismik dari sistem Gletser Trakarding-Trambau dalam waktu seminggu dan dilakukan melalui perjalanan menuju Himalaya, Nepal.

Pada awalnya, Dr Podolskiy dan rekannya tidak yakin penyebab suara malam yang dikeluarkan oleh Gunung Everest. Namun, setelah kembali mereka kemudian memeriksa data seismografi dari gunung tersebut.

Ketika akan menguji aktivitas gletser Trakarding-Trambau, Dr Podolskiy dan timnya mendarat di salah satu gletser sekitar 4,8 km di atas permukaan laut dengan pemandangan Everest yang memiliki tinggi sekitar 29.000 kaki.

"Ini adalah pengalaman yang luar biasa karena merupakan area yang luar biasa untuk bekerja" ungkap Dr Podolskiy yang bekerja di Pusat Penelitian Arktik di Universitas Hokkaido, Jepang.

Akibat suhu yang normal pada siang hari, tim peneliti dapat bekerja dengan nyaman menggunakan kaos. Sayangnya, pada malam hari suhu dapat turun menjadi sekitar -15o C yang menyebabkan cuaca sangat dingin.

Setelah gelap, tim peneliti mendengar ledakan keras dan memperhatikan bahwa gletser akan meledak dengan retakan. Oleh sebab itu, tim menempatkan sensor di atas es untuk mengukur getaran jauh dalam gletser, menggunakan teknologi yang sama untuk mengukur besarnya gempa.

Hubungan antara perubahan suhu yang menjadi penyebab gemuruh pada malam hari tersebut ditemukan tim peneliti dengan mengumpulkan data seismik pada getaran dan membandingkannya dengan data suhu dan angin.

"Es lokal ternyata sangat sensitif terhadap tingkat perubahan (suhu) yang tinggi ini," tulis Dr Podolsky dan rekannya dalam jurnal Geophysical Research Letters.

Artikel ini telah tayang di detikEdu, simak selengkapnya di sini

(yum/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads