Kondisi pedestrian Jalan Cihideung, Kota Tasikmalaya yang kini telah berubah menjadi 'pasar Cihideung' karena disesaki pedagang kaki lima (PKL), mendapat sorotan dari Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tasikmalaya.
Kepala Disporabudpar Kota Tasikmalaya Deddy Mulyana mengakui kondisi pedestrian Cihideung saat ini tidak selaras dengan tujuan awal penataan kawasan pusat kota tersebut.
"Memang kalau secara kewenangan itu masih menjadi kewenangan Dinas PU dan Disperindag, tapi karena sudah menjadi destinasi wisata tentu ada kewajiban kami untuk ikut menata kawasan itu," kata Deddy, Rabu (10/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia juga mengaku akan segera berkoordinasi dengan tim koordinasi penataan pedestrian Cihideung dan HZ Mustofa. Deddy memaparkan penataan dan penertiban PKL harus segera dilakukan agar tidak semrawut dan melenceng dari konsep sebuah kawasan pedestrian.
"Penataan PKL mutlak harus dilakukan. Bukan tidak boleh ada yang jualan, tapi diatur dan ditata. Kemudian komoditasnya juga harus ada yang menjadi ciri khas Tasik. Harus rapi, tidak penuh seperti sekarang," jelas Deddy.
Penataan PKL itu selain mengatur jumlah pedagang, juga mengatur komoditas yang dijual, termasuk tempat berjualan yang lebih rapi, tidak sekadar tenda-tenda. Kemudian harus ditentukan pula spot bagi musisi yang mau tampil di akhir pekan.
Selain itu pedestrian Cihideung juga harus dilengkapi fasilitas pendukung. Mulai dari tempat duduk, toilet dan fasilitas lainnya. "Aktivitas wisatawan yang sebelumnya sudah nyaman kan sekarang jadi terganggu. Untuk foto-foto sudah tak estetik lagi. Perlu penataan agar aktivitas ekonomi berjalan tapi pengunjung masih bisa menikmati suasana yang nyaman," tutur Deddy.
Sementara itu, terkait apa yang sudah dilakukan pihak Disporabudpar untuk kawasan itu, Deddy mengatakan pihaknya selama ini sudah berusaha melakukan promosi dan branding Cihideung menjadi destinasi wisata Tasikmalaya.
"Walaupun memang konsepnya mirip Malioboro, tapi selama ini kami berusaha mem-branding kawasan ini dengan nama Tjihideung, bukan Malioboro Tasik," ujar Deddy.
Kawasan Cihideung ini menurut Deddy cukup ikonik bagi masyarakat Tasikmalaya. Bahkan sejak dulu ada istilah belum ke kota kalau belum ke Cihideung. "Waktu kita kecil kan ada istilah embung balik mun acan ka Cihideung (tak mau pulang kalau belum ke Cihideung. Nah itulah yang terus kami kampanyekan, agar kata Cihideung dalam ejaan lama ini menjadi brand dan jadi daya tarik wisata," kata Deddy.
Dia juga optimistis koordinasi lintas dinas dalam melakukan penataan HZ Mustofa dan Cihideung ini akan terwujud. "Terus kami upayakan walau pun secara bertahap. Wisata Tasik kan seperti Bandung, belanja, kulineran. Kalau destinasi wisata alam adanya di wilayah luar kota," kata Deddy.
Sebelumnya banyak warga pengunjung kawasan pedestrian Jalan Cihideung Kota Tasikmalaya menyesalkan kawasan ini penuh oleh PKL.
"Saya pikir ramai pedagang itu hanya di bulan Ramadan sampai Lebaran saja, tapi sampai sekarang sudah beberapa pekan setelah Lebaran, pedagang masih banyak," kata Salman Alfaridzi (25) warga Kelurahan Sirnagalih Kecamatan Indihiang, Rabu (10/5/2023).
Dia berharap Pemerintah Kota Tasikmalaya tidak melupakan tujuan dari pembangunan atau penataan Jalan Cihideung tersebut. "Harapannya ya kembalikan lagi seperti sebelum bulan Puasa, bebas PKL, bersih dan nyaman untuk disinggahi," kata Salman.
Dia mengatakan keberadaan PKL yang terlampau banyak secara langsung membawa dampak bagi kondisi lingkungan pedestrian Jalan Cihideung. Seperti semakin banyaknya sampah yang bertumpuk, tata letak semrawut, serta ruang pedestrian jadi menyempit.
"Fungsi pedestrian dan ruang publiknya jadi hilang, ini sudah berubah menjadi pasar. Pedagangnya banyak sekali, bukan lagi pedestrian Cihideung tapi pasar Cihideung," kata Salman. *
(yum/orb)