68 tahun lalu, Gedung Merdeka menjadi saksi 29 negara menjadi peserta Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 18 April 1955. KAA merupakan upaya dalam menggapai perdamaian dunia.
Mengutip dari laman resmi Asian Africa Museum, berakhirnya Perang Dunia (PD) II ternyata tak menyelesaikan masalah. Bahkan negara-negara yang bertentangan akibat PD II semakin memanas. Negara jajahan yang mayoritas berasal dari Asia dan Afrika pun terkena imbasnya. Layaknya kasus kemerdekaan yang belum tuntas diberikan tetapi PD II berakhir.
Awalnya, pada 25 April-2 Mei 1954. Perdana Menteri Indonesia Ali Sastroamidjojo, memenuhi undangan Perdana Menteri Ceylon (Sri Lanka), Sir John Kotelawala. Dalam undangan itu, Ali Sastroamidjojo bertemu dengan beberapa pemimpin negara Asia dan Afrika lainnya dan dengan beberapa tokoh penting lainnya yakni Perdana Menteri Ceylon, Sir John Kotelawala kepada para Perdana Menteri U Nu (Birma), Jawaharlal Nehru (India), dan Mohammed Ali (Pakistan) mengutarakan forum di antara negara-negara Asia dan Afrika.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian ditetapkan pada tanggal 18 April 1955 di Bandung KAA diselenggarakan. Saa itu terdapat 29 negara yang ikut berpartisipasi. Saat itu, Gedung Merdeka masih bernama Concordia. Presiden Soekarno lah yang mengusulkan perubahan nama itu.
Koran Gereformeerd gezinsblad edisi 16 April 1955, atau yang terbit dua hari sebelum pelaksanaan KAA menuliskan soal Soekarno telah mengubah nama Gedung Concordia menjadi Merdeka. Koran ini juga menuliskan soal sekitar 600 orang sibuk menyelesaikan renovasi Gedung Merdeka yang disiapkan untuk konferensi.
Bahkan tertulis juga soal ritual penguburan kepala kerbau di gedung merdeka saat prosess renovasi untuk persiapan KAA. "Terkubur di bawah lantai adalah kepala kerbau yang dipenggal. Itu harus mencegah penyakit dan kecelakaan," tulis Gereformeerd gezinsblad
Sementara itu, koran Volkskrant edisi 9 April 1955 menyebutkan 600 pekerja itu menggelar syukuran perubahan nama Gedung Concordia menjadi Merdeka. 600 pekerja itu bersujud menghadap kiblat dan memohon perlindungan untuk gelaran KAA.
"Telah disiapkan untuk menampung perwakilan 29 negara Asia dan Afrika. Konferensi ini akan dimulai pada 18 April. Bandung melakukan pembersihan besar-besaran dengan biaya pemerintah untuk pertemuan internasional ini. Tidak ada Rupiah yang dihemat untuk menjadikan kota ini tempat tinggal yang layak untuk," tulis Volkskrant.
Jelang pelaksanaan KAA, Presiden Soekarno sibuk mengecek persiapan. Potret Soekarno bersama Wakil Presiden Moh Hatta berjalan berdampingan mengecek persiapan KAA di Kota Bandung dimuat koran Algemeen Indisch dagblad edisi 12 Februari 1955, dua bulan sebelum KAA digelar.
"Sore harinya, Presiden Sukarno meninjau keadaan pekerjaan persiapan di gedung-gedung Concordia Society (Gedung Merdeka) dan Dana Pensiun. Dia diperkenalkan oleh anggota panitia persiapan di Bandung, dan oleh ketua sekretariat bersama konferensi, sekretaris jenderal dari Kementerian Luar Negeri Roesland Abdulgani menjelaskan rencana penataan bangunan dan dekorasinya," tulis Algemeen Indisch dagblad.
Koran yang sama juga menerbitkan potret lainnya, di mana Soekarno dan rombongan ditonton ratusan masyarakat saat meninjau persiapan KAA. Algemeen Indisch dagblad edisi 14 Februari 1955, dalam keterangan fotonya menjelaskan saat Soekarno berjalan kaki dengan berpayung menuju Hotel Savoy Homan dan ditonton ratusan masyarakat.
"Ratusan masyarakat yang telah menunggu di luar gedung konferensi untuk melihat presiden, menerobos barisan dan mengepung kepala negara yang tertawa dan bersorak," tulis Algemeen Indisch dagblad.
Sementara itu, koran bernama Het Parool yang terbit pada hari pelaksanaan KAA yakni 18 April 1955 menceritakan Soekarno menyampaikan pidatonya tentang melawan segala bentuk kolonialisme. Ia membuka KAA dan menyebut saat itu kolonialisme belum sepenuhnya mati.
"Meski sudah hilang dalam bentuknya yang lama. Itu masih memanifestasikan dirinya (kolonialisme)dalam bentuk pengawasan ekonomi atau intelektual, yang dilakukan oleh minoritas asing. Soekarno berpendapat bahwa sisa-sisa ini harus dipindahkan," tulis Het Parool.
Soekarno menunjukkan pada dunia bahwa perwakilan 29 negara yang datang ke Bandung memiliki ragam bahasa, agama, ras dan ideologi negara yang berbeda. Hal itu tak menghalangi gelaran KAA. Inilah yang disebut sebagai kesatuan dalam perbedaan.
(sud/mso)