Hukum dan Filosofi Mudik: Belajar Cari Bekal di Akhirat

Hukum dan Filosofi Mudik: Belajar Cari Bekal di Akhirat

Bima Bagaskara - detikJabar
Kamis, 20 Apr 2023 06:30 WIB
Ilustrasi arus mudik
Ilustrasi mudik (Foto: Getty Images/iStockphoto/Yamtono_Sardi)
Bandung -

Mudik jadi satu tradisi yang selalu dilakukan masyarakat Indonesia di masa hari raya atau libur panjang. Seperti halnya jelang hari raya Idul Fitri yang sebentar lagi akan dirayakan oleh umat Islam. Mudik sudah seperti jadi kewajiban bagi banyak orang.

Biasanya orang bakal mudik ke kampung halaman dengan menempuh perjalanan jauh maupun dekat. Berkumpul dengan keluarga di rumah jadi tujuan utama dalam melakukan perjalanan mudik.

Sebenarnya apa hukum umat Islam melakukan mudik yang tiap tahun dilakukan oleh jutaan orang?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sekertaris MUI Jawa Barat Rafani Akhyar mengatakan mudik sah-sah saja dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan kaidah. Mudik sendiri kata dia memiliki tujuan utama yakni untuk bersilaturahmi.

"Boleh sepanjang tidak bertentangan dengan akidah seperti halal bihalal. Jadi jangan keluar dari esensinya yaitu merekatkan silaturahmi," kata Rafani di kantornya belum lama ini.

ADVERTISEMENT

Namun Rafani meminta masyarakat untuk memahami filosofi dari mudik itu sendiri. Selain tujuan utama untuk bersilaturahmi dengan orang tua, keluarga hingga tetangga, mudik juga jadi simbol bagi kehidupan seorang manusia.

"Mudik ini sebagai simbol ya, kan mudik, mulang ke udik ya. Pulang ke tempat asal ya. Orang mudik itukan pasti membawa bekal, tidak ada yang tidak bawa bekal. Pastinya itu. Untuk apa bekal, untuk orang terkasih di asal itu," jelasnya.

"Nah menurut saya pulang yang abadi itu kita kan ke akhirat, itu juga mudik ya. Terus gimana, ya harus punya bekal, bekalnya ya amal ibadah. Karena itu ketika kita mudik ke kampung bayangkan jika kita nanti akan mudik akhirat," pungkasnya.

(bba/iqk)


Hide Ads