Candra (11), Hafidz (8), Akbar (11), Rizki (11), Willi (12), dan Tiar (12) berjalan di atas bantalan rel yang sudah tak aktif lagi. Mereka memegang layang-layang dan gulungan berisi nilon serta gelasan.
Jumat (31/3/2023) siang itu, seperti biasa mereka hendak ngabuburit dengan bermain layang-layang. Sebidang tanah lapang dengan rel mati ditumbuhi rerumputan jadi arenanya. Lokasinya ada di Kampung Sudimampir Pojok, RW 13, Desa Campakamekar, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.
Enam sekawan itu mulai ambil posisi. Ada yang sudah membuat tali timba di layangannya, ada yang mengamati terlebih dahulu. Sementara di ruang langit, sudah ada beberapa layang-layang yang terbang menari-nari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya setiap hari ngabuburitnya main layangan ini. Biasanya main dari siang sampai mau buka puasa," kata Candra saat berbincang dengan detikJabar.
Tak peduli panas dan terik matahari membakar kulit mereka asyik dengan permainan itu. Wajah menghitam, keringat bercucuran, dahi dikernyitkan tanda mata silau saat mendongak mengontrol gerak layang-layang di udara.
"Kalau sore lebih ramai lagi, biasanya yang gede-gede (pemuda dan orang dewasa) yang main. Kemarin juga ramainya dari jam 4 sampai jam 5 sore," tutur Candra..
Keseruan bermain layang-layang di siang bolong mungkin cuma bisa mereka yang merasakan. Kebanyakan orang dewasa cenderung memilih berteduh karena rasa haus yang dirasakan.
Entah bagaimana bocah-bocah yang masih duduk di bangku sekolah dasar itu mampu menahan haus. Sebab saat ditanya, mereka semua berpuasa dan belum bolong sehari pun.
"Alhamdulillah puasa. Kalau ngabuburit dengan main nggak kerasa haus sama laparnya," kata Candra.
Tiba-tiba tiga orang berlari ke arah Barat. Sontak semua kepala menoleh. Ada yang berteriak 'eleh, eleh, itu eleh'. Ternyata ada layangan yang baru beradu di udara lalu salah satunya kalah sehingga jadi buruan.
Dalam bahasa Sunda, istilahnya 'ngaboro' atau memburu layangan yang kalah. Mereka mengejar sambil kepala menengadah ke atas. Mencari koordinat dimana kemungkinannya layangan itu bakal jatuh terbawa angin.
"Ya ngaboro juga ramai, soalnya kan harus cepat-cepat. Terus nanti rebutan dengan yang lain," kata Hafidz.
Hafidz mengaku meskipun punya uang untuk membeli layang-layang baru, namun mereka juga lebih senang 'ngaboro'. Mereka jadi punya koleksi layang-layang lebih banyak sedangkan uangnya tetap utuh.
"Kalau beli layangan Rp1.000, terus golongan Rp6.000, gelasan yang Rp2.000. Terus layangannya kalau dapat ngaboro jadi nggak usah beli lagi," kata Hafidz.
Jika sudah bosan dengan bermain layang-layang dan masih punya waktu sebelum berbuka, biasanya mereka menyempatkan sejenak untuk bermain sepakbola.
"Ya kadang juga main bola di lapangan. Terus tetap ngaji juga, biasa subuh," ucap Hafidz.
(dir/dir)