Sebanyak 12 juta lebih tenaga kerja di Jawa Barat belum tercover program BPJS Ketenagakerjaan. Hal itu jadi PR (pekerjaan rumah) bagi pemerintah. Sebab kesejahteraan sosial tenaga kerja jadi salah satu masalah di tengah gelombang PHK massal.
"Masih ada PR belasan juta tenaga kerja di Jabar yang belum masuk BPJS. Baru sekian juta," kata Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Suci Kota Bandung, Selasa (21/3/2023).
Uu dengan tegas meminta perusahaan di Jabar untuk mulai mendaftarkan para pekerjanya ke dalam BPJS. Sebab dengan begitu, masalah yang dihadapi tenaga kerja seperti PHK dan kecelakaan kerja bisa diatasi.
"Harapan kami kesadaran tenaga kerja dan perusahaan untuk mendorong masuk BPJS karena ini solusi dalam masalah sosial. Di saat ada masalah tentang kerja, PHK, hari tua kematian dan lainnya maka BPJS adalah solusinya," ungkapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu Kepala Kantor Wilayah Jawa Barat BPJS Ketenagakerjaan Romie Erfianto mengungkapkan, dari sekitar 18 kita tenaga kerja di Jabar, baru 31 persen yang sudah tercover program BPJS.
"Baru 31 persen yang sudah terlindungi dari program BPJS Ketenagakerjaan. Jumlah pekerja di Jabar itu sebenernya kurang lebih ada sekitar 18 juta. Masih ada 12,6 juta lagi yang memang belum di cover," ungkapnya.
Di tahun 2023 ini, Romie menargetkan jumlah tenaga kerja yang tercover BPJS bisa naik di angka 41 hingga 46 persen. Karena itulah, diperlukan kerjasama berbagai pihak untuk mewujudkan target tersebut.
"Pada tahun ini target kita bisa mencapai dari 31 naik 10 persen gitu, 41 persen atau 46 persen ini di cover. Tentu harus bersama-sama pemerintah daerah untuk mendorong seluruh peserta untuk diikutsertakan BPJS Ketenagakerjaan," ujar Romie.
Masih kata Romie, kendala yang dihadapi untuk menarik minat tenaga kerja agar tercover BPJS adalah kurangnya pengetahuan. Misal kata dia, BPJS Ketenagakerjaan dianggap program 'orang kantoran'.
Padahal menurutnya, BPJS adalah program pemerintah yang diperuntukkan bagi seluruh tenaga kerja tanpa mengecualikan profesi.
"Kita taunya mungkin program ini hanya program kantoran, padahal sebenarnya program ini untuk seluruh masyarakat pekerja baik di sektor formal dan informal. Apalagi iura nya sangat terjangkau Rp 16.800 minimal," ujarnya.
(bba/mso)