Dikutip dari detikEdu, Selasa (20/3/2023), dosen Astronomi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung (ITB), Anton Timur Jaelani menjelaskan ada beberapa patokan yang perlu diperhatikan dalam penentuan bulan baru dalam kalender Hijriah atau Kamariah.
Patokan pertama yang menurut Anton perlu dicermati untuk menentukan bulan baru adalah kapan terjadinya konjungsi atau ijtima, yaitu posisi Matahari, Bulan, dan Bumi dalam posisi sejajar. Kedua, adalah usia Bulan setelah posisinya menjauh dari Matahari karena hal itu berkaitan dengan seberapa terang nanti sabit muda yang akan diamati.
Anton mengatakan, yang pertama harus diperhatikan dalam proses pencarian hilal adalah kapan terjadinya konjungsi atau ijtima.
"Ijtima akan terjadi pada tanggal 22 Maret 2023 sekitar pukul 00.30 malam sehingga jika kita perhatikan dari 00.30 malam sampai magrib posisi Bulan sudah relatif jauh dari posisi Matahari," ungkap Anton, dikutip dari unggahan media sosial ITB pada Senin (20/3/2023).
Lulusan Tohoku University itu menyebutkan, saat magrib tiba atau Matahari sudah tenggelam, bulan sudah agak jauh sehingga sabit termuda atau hilal sudah lumayan terang.
Anton menerangkan, menurut kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) ada syarat 3 derajat dan juga elongasi, yaitu sudut pisah antara Matahari dan Bulan sekitar 6,4 derajat.
"Pada tanggal 22 Maret 2023 itu ketinggian bulan sudah sekitar 7 derajat lebih sehingga sudah memasuki kriteria MABIMS juga kriteria Wujudul Hilal sehingga potensi tanggal 1 Ramadan di tahun 2023 akan berbarengan pada tanggal 23 Maret 2023," papar Anton.
Artikel ini telah tayang di detikEdu dengan judul Dosen Astronomi ITB Jelaskan Proses Pencarian Hilal, Yuk Ketahui! (mso/orb)