Kekhawatiran di Balik Polemik Kata 'Maneh'

Kekhawatiran di Balik Polemik Kata 'Maneh'

Rifat Alhamidi - detikJabar
Jumat, 17 Mar 2023 10:00 WIB
Prof Cece Sobarna.
Prof Cece Sobarna. (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar)
Bandung -

Polemik antara Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dengan guru SMK Sekar Kemuning Cirebon bernama M Sabil, berbuntut panjang. Selain berdampak kepada pekerjaan si guru tersebut, kini muncul kekhawatiran lebih dalam mengenai penggunaan bahasa di kalangan orang Sunda.

Guru Besar Ilmu Linguistik Universitas Padjadjaran Prof Cece Sobarna punya pandangan sendiri mengenai polemik ini. Baginya, ini semua hanya persoalan kesalahpahaman semata. Di satu pihak menganggap kata 'maneh' itu kasar, sementara pihak lainnya mengganggap itu hal lumrah dalam komunikasi kesehariannya.

"Kalau saya melihatnya bahasa itu bervariasi, dari segi waktu beda, dari segi geografis beda, dari segi sosio-linguistis juga berbeda. Nah terkait dengan kata 'maneh' itu, ya tidak bisa melihat satu sisi, harus dilihat dari berbagai segi. Kata 'maneh' ini kalau dilihat dari sudut pandang dialek Priangan, khususnya Bandung, memang tidak cocok digunakan kata 'maneh' oleh si guru itu ke Kang Emil. Tapi kalau dari sudut pandang geografis, ada kemungkinan kata 'maneh' di situ sudah biasa dipakai," kata Prof Cece kepada detikJabar, Kamis (16/3/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Oleh karena itu, Cece sepakat polemik itu eloknya segera disudahi. Jika memang dialek si guru itu dianggap kurang sopan, cukup diingatkan sembari diberi pemahaman bahwa kata 'maneh' itu masuk kategori yang kasar untuk diucapkan.

"Kalau saya tidak boleh jadi polemik yang berkepanjangan. Kalaupun karena ini permasalahannya mungkin masalah dialek yah, tinggal sebatas diberi pemahaman saja, diberitahu saja. Karena mungkin saja karena bukan penutur penutur asli Sunda kayak di Bandung. Mungkin dia hanya tahu kosakata Sunda 'maneh' yang dianggapnya sama, padahal itu khusus digunakan untuk umur setara," ucapnya.

ADVERTISEMENT

"Tapi kita harus membaca juga terkait bahasa itu kan fungsinya untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran manusia. Di balik itu, apakah si pemakai kata 'maneh' ini untuk mengakrabkan diri, menganggap sebagai teman, atau ada sesuatu di balik itu. Kita kan tidak tahu secara psikologisnya dia menggunakan kata 'maneh' itu apa. Bisa saja ada hubungan kedekatan dengan Kang Emil-nya yah," jelas Cece.

Lebih jauh, Cece justru punya kekhawatiran setelah polemik ini muncul ke permukaan. Yang paling tidak ia inginkan, orang Sunda nantinya malah menjadi ketakutan untuk menuturkan bahasa ibunya secara bebas, karena bakal dianggap tidak sopan jika tidak memilah kata yang pas saat berkomunikasi denga lawan bicaranya.

"Jangan sampai situasi begini malah memundurkan, semakin menakutkan untuk orang menggunakan bahasa Sunda. Begitu sadisnya bahasa Sunda itu yah, hanya kecap (kata) 'maneh', orang jadi dipecat dari pekerjaannya," paparnya.

"Rek hade goreng, bahasa sorangan (mau jelek atau bagus, itu bahasa sendiri), pake weh (pakai saja). Kalaupun nanti kurang pas, tinggal diluruskan aja. Intinya jangan sampai dibesar-besarkan, terus dibuat sesuatu yang seperti dosa besar gitu yah. Itu hanya kesalahan penempatan diksi saja, jangan sampai orang jadi takut, itu yang saya khawatirkan," pungkasnya.

Sebelumnya, SMK Telkom Sekar Kemuning, Kota Cirebon angkat bicara mengenai guru yang dipecat usai mengkritik Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Pihak sekolah memastikan pemecatan itu dilakukan atas beberapa pertimbangan dan tidak ada kaitannya dengan postingan tersebut.

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum dan SDM SMK Telkom, Cahya Riyadi mengatakan, sebelum mengeluarkan surat pemecatan, pihaknya telah beberapa kali memberikan surat peringatan terhadap guru bernama Muhammad Sabil itu. Sebab, pihaknya memiliki catatan terkait pelanggaran yang dilakukan Sabil selama bekerja sebagai guru di sana.

"Pada dasarnya, tidak ada yang tiba-tiba. Semuanya merupakan rangkaian dan kebetulan kalau secara tertulis, ini adalah surat yang ketiga untuk Pak Sabil," kata Cahya di Kota Cirebon, Kamis (16/3/2023).

Menurut Cahya, surat peringatan pertama diberikan kepada Muhammad Sabil pada September 2021. Kemudian pada Oktober 2021, pihaknya kembali memberikan surat peringatan kepada Muhammad Sabil.

"Intinya masih seputar etika. Dan menurut catatan saya, ada beberapa informasi yang memang lebih ke kalimat atau ucapan-ucapan yang kurang pantas diucapkan oleh seorang tenaga pendidik," kata Cahya.

"Sampai pada akhirnya, kita di peraturan yayasan, kalau sampai mendapat surat peringatan sampai tiga kali, itu otomatis mengundurkan diri. Jadi terlepas ada kejadian kemarin (mengkritik Ridwan Kamil), itu memang waktunya yang bersamaan. Tidak ada kaitannya dengan Gubernur, cuma kebetulan saja," kata dia menambahkan.

Meski begitu, Yayasan Miftahul Ulum yang mengelola SMK Telkom Sekar Kemuning menyatakan akan memberi kesempatan kepada Muhammad Sabil untuk bekerja sebagai guru di sekolah tersebut.

"Kami membuka seluas-luasnya kepada Pak Sabil jika ingin bergabung lagi mengajar di kami itu tidak masalah. Selama beliau bisa mengikuti aturan yayasan," kata Humas Yayasan Miftahul Ulum, Elis Suswati.

(ral/orb)


Hide Ads