Bangunan terowongan tua tampak begitu megah di penghujung stasiun Lampegan Kabupaten Cianjur. Meski sudah berusia lebih dari 140 tahun, tetapi pondasinya masih kokoh berdiri.
Meski indah saat siang, tetapi suasana berbeda terasa ketika berganti malam. Terowongan yang sudah ada sejak 1882 itu tampak seperti mulut raksasa yang bersembunyi di balik kegelapan.
Minimnya penerangan di mulut terowongan membuatnya terasa begitu mencekam. Terlebih suasana malam itu yang disertai turunnya gerimis membuat aura horor begitu terasa, membuat siapapun yang melintas enggan menengokan wajah ke arah terowongan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suasana di dalam terowongan jauh lebih mencekam. Angin berhembus begitu kencang, tetesan air pun begitu jelas terdengar diantara sunyinya terowongan. Dingin dan sunyinya itu membuat bulu kuduk merinding. Terlebih usai mendengar banyaknya mitos dan kisah horor terkait terowongan tersebut.
Stasiun Lampegan di Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur merupakan salah satu terowongan kereta api tertua di Indonesia. Terowongan ini pun berperan penting dalam perkeretaapian, sebab menjadi penghubung jalur kereta dari Jakarta-Cianjur-Bandung.
Namun di sisi lain, terowongan ini juga jadi saksi bisu penderitaan rakyat yang dipekerjakan dengan upah minim atau tidak layak.
Terowongan Lampegan dibangun selama tiga tahun, yakni pada tahun 1879-1882. Terowongan inipun mulai digunakan seiring pembukaan jalur kereta api Sukabumi-Cianjur 10 Mei 1883.
Abah Pardi alias Abah Uje, tokoh masyarakat Kampung Lampegan mengungkapkan, ayahnya sempat terlibat dan dipekerjakan dalam pembangunan terowongan tersebut, bersama dengan ratusan pekerja kasar lainnya.
"Bapak saya cerita jika saat pembangunan juga ikut bekerja. Ada banyak yang bekerja, tidak hanya warga sini tapi dari luar daerah," kata dia.
Menurutnya terowongan tersebut memakan banyak korban, sebab dalam pembangunannya banyak pekerja yang meninggal dunia.
"Katanya ada yang dibayar ada juga yang dipekerjakan paksa tanpa diberi upah. Tidak sedikit yang meninggal," kata dia.
Meski begitu, terowongan Lampegan memiliki peranan penting dalam perkeretaapian di rute Bandung-Cianjur-Jakarta. Bahkan menjadi jalur pengiriman rempah dari Cianjur menuju Bogor dan Jakarta.
Abah Uje juga menjelaskan ketika pada masa jayanya, kawasan Lampegan begitu ramai hingga menjadi pusat kegiatan masyarakat.
"Dari awal pengoperasian hingga sekitar tahun 70-an, Lampegan ini ramai. Pemukiman banyak, sampai ada pasar juga. Sekarang saja setelah pabrik dan pengolahan rempah tidak ada, jadinya sepi," ungkapnya.
Di sisi lain, Sejarawan Cianjur Hendi Jo, mengungkapkan terowongan Lampegan memang memiliki peranan penting dan jadi prioritas utama untuk pembangunan jalur kereta api.
Sebab kala itu, kereta api menjadi sarana transportasi utama untuk mobilitasi orang dan pengiriman rempah dari Cianjur menuju Jakarta atau dari Sukabumi menuju Bandung.
"Terowongan ini begitu viral, karena jalur utama operasional kereta api kala itu melalui terowongan Lampegan. Baik itu mobilisasi orang ataupun jalur pengiriman rempah," kata dia.
Namun terkait proses pembangunannya yang dilakukan secara kejar paksa atau rodi, Hendi menampik hal itu. Sebab ditahun pembangunan terowongan, sistem kerja paksa sudah tidak dijalankan.
"Kalau kerja paksa tidak, mereka dibayar. Tetapi kalau upah minim bahkan tidak layak sangat dimungkinkan. Kalau yang meninggal itu kemungkinan pekerja yang sakit, tapi apabila meninggal karena sistem kerja paksa tanpa diberi makan kecil kemungkinannya," ucap dia.
"Terlepas dari sejarah pembangunannya tersebut, terowongan ini memang sangat penting untuk perkeretaapian," tambahnya.
(mso/mso)