Wim LB Smet (53), bule Belgia yang tinggal di Pangandaran dan piawai berbahasa Sunda, punya cerita mengesankan saat mempelajari bahasa Sunda. Ia sendiri menikahi warga lokal, mempunyai anak, dan menetap di Pangandaran.
Smet tinggal di sebuah homestay di samping Sungai Cijulang, Desa Batukaras, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran. Bersama istrinya, Han-han, ia menikah pada tahun 1999 di Parigi.
Baca juga: Bahasa Sunda Menolak Sirna |
Selama tinggal di Batukaras, Pangandaran, Smet cukup sulit berkomunikasi. Sebab ia sebelumnya tak bisa berbahasa Indonesia, apalagi Sunda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi perlahan ia mempelajari bahasa Indonesia. Setelah itu, ia perlahan belajar bahasa Sunda dan bisa piawai seperti sekarang.
"Sebelum belajar bahasa daerah, tentunya mempelajari bahasa Indonesia dulu. Kalau belajar Sunda memang agak susah," kata Smet saat ditemui detikJabar belum lama ini.
Ia mengatakan ada momen lucu saat salah mengartikan dalam berbahasa. Itu terjadi menjelang tunangan dengan perempuan yang kini jadi istrinya.
"Ada yang lucu pas mau tunangan, seharusnya acara tunangab itu malam Minggu, cuma salah paham karena saya pikir Minggu malam. Jadi malam Minggu saya datang pake kolor jeans rawis-rawis, sementara keluarga di Parigi udah siap acara," ucapnya.
"Malam Mingguan, lah saya pikir memang kalau bahasa Indonesia Minggu malam," tuturnya sambil tertawa.
Akibat salah paham, saat itu tunangannya mesti diundur. Sebab acara tunangan yang sudah dijadwalkan itu pada akhirnya batal.
"Saya juga malu, minta maaf sama keluarga istri, benar-benar salah paham," ucapnya.
Smet mengatakan saat itu istrinya kurang fasih berbahasa Inggris. Sehingga komunikasi dengan pujaan hatinya banyak menggunakan bahasa isyarat. Akan tetapi, terkadang ada kesalahpahaman gegara persoalan bahasa.
"Untung saya cepat bisa bahasa Indonesia, karena saya belajar dengan langsung praktek di pantai, banyak tanya tanya sama anak pantai, saya nggak pernah kursus," pungkasnya.
(yum/orb)