Nasib Tragis Badak Terakhir di Bandung

Lorong Waktu

Nasib Tragis Badak Terakhir di Bandung

Sudirman Wamad - detikJabar
Rabu, 08 Mar 2023 08:00 WIB
Dokumentasi perburuan badak di Tasikmalaya zaman dulu.
Ilustrasi perburuan badak tempo dulu (Foto: Istimewa)
Bandung -

Bandung dulunya merupakan desa sunyi di pegunungan. Penduduknya saat itu masih ratusan jiwa. Perkebunan luas hingga menjadi habitat berbagai satwa, salah satunya badak.

Haryoto Kunto dalam bukunya Wajah Bandoeng Tempo Doeloe (Granesia: 1984) menceritakan pada 1896, bangsa Eropa yang menghuni Bandung sebanyak 600 jiwa. Haryoto mengutip cerita dari buku De Toverlantaarn yang ditulis K Gritter, pada akhir abad 19, Padalarang lebih ramai dari Bandung. Bandung kala itu tak dilirik menjadi tempat persinggahan.

"Pada masa itu 'desa' Bandung masih penuh hutan belukar yang berpaya-paya. Harimau dan badak masih sering memasuki daerah permukiman penduduk," tulis Haryoto seperti dikutip detikJabar, Selasa (7/3/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Haryoto menyebut pada 1866, orang-orang masih sering melihat kawanan badak yang berkeliaran di daerah Cisitu. Daerah yang tak jauh dari kampus ITB saat ini. Sementara itu, badak terakhir yang ditemukan di Bandung adalah yag diawetkan di Museum Zoologi Bogor.

"Badak itu ditembak di hutan Cililin, Kabupaten Bandung pada 1935," tulis Haryoto.

ADVERTISEMENT

Kemudian, Haryoto berkelakar dalam tulisan. Kini warga Bandung patut bangga karena masih melihat badak. Namun, bukan badak sebenarnya, melainkan patung badak putih yang ada Balai Kota Bandung.

"Mereka masih bisa memiliki seekor badak 'pensiunan' yang nongkrong berjemur di halaman kantor Pemda Kotamadya Bandung," tulis Haryoto.

Sementara itu, pegiat Komunitas Aleut Ridwan Hutagalung mengaku tak mengetahui persis soal kronologi secara rinci kepunahan badak di Bandung. Namun, dalam beberapa literasi yang ia baca, Ridwan menyimpulkan kepunahan badak di Bandung karena alih fungsi lahan, atau pembukaan lahan untuk perkotaan yang makin meluas. Sehingga menyingkirkan habitat badak.

"Habitat mereka pelan-pelan menyempit, mengecil, dan tersingkir tempat lari tidak ada, cari makan berkurang, ruang gerak berkurang, mereka ke kota," kata Ridwan saat berbincang dengan detikJabar.

Ridwan juga sempat membaca dalam satu buku yang menuliskan perjumpaan si penulis buku dengan rombongan badak saat melakoni perjalanan dari Bogor menuju Bandung, tepatnya di kawasan Padalarang.

"Badak ini kan biasanya di daerah rawa. di Bandung itu ada Ranca Badak, ranca itu bermakna rawa. di daerah Ranca Badak itu memang dulunya habitat badak Bandung," ucap Ridwan.

Badak Terakhir Priangan

Ridwan juga mengatakan pada zaman dulu salah satu hobi orang Eropa yang menetap di Bandung adalah berburu. Orang-orang Eropa menyasar hutan-hutan di sekitaran Bandung untuk berburu, seperti Cicalengka, Puntang, Manglayang, hingga mendekati Garut.

"Mereka biasanya berburu agak jauh (dari kota). Ya ke daerah yang telah disiapkan," kata Ridwan.

Sementara itu, Museum Zoologi Bogor masih menyimpan kisah badak terakhir di tanah Priangan. Mengutip dari situs resmi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), badak jantan asal Priangan yang diawetkan itu beratnya dua ton.

Koleksi Museum Zoologi Bogor itu menuliskan judul 'Badak Terakhir Priangan' dalam keterangan tentang badak dua ton tersebut.

Badak di Museum Zoologi BogorBadak di Museum Zoologi Bogor Foto: istimewa/lipi.go.id

Badak Priangan itu disebut masih sejenis dengan badak Ujungkulon, yaitu jenis badak Jawa (Rhinoceros sondaicus). Badak menjadi hewan langka di Indonesia, baik badak Jawa maupun badak Sumatera.

"Selain pemburuan, badak hanya beranak satu ekor. Perkembangbiakannya yang lambat ini makin menjadikan badak sebagai hewan langka," tulis LIPI dalam situs resminya.

"Saat masih hidup, 'Badak Terakhir di Priangan' ini tak sendiri. Ada seekor badak betina yang sama-sama hidup di daerah Karangnunggal, Tasikmalaya, Jawa Barat. Di tahun 1914, badak betina itu dibunuh pemburu gelap," tulisnya menambahkan.

Badak jantan yang diawetkan itu disebut tak bisa gabung dengan koloni di Cagar Alam Ujung Kulon, Banten. Badak jantan itu tergolong sudah tua. Pihak Museum Zoologi yang saat itu masih dikelola pemerintah Hindia Belanda pun membuat keputusan untuk memburu badak jantan itu.

"Keputusan ini dibuat agar badak itu tak jatuh di tangan pemburu gelap. Dengan sebutir peluru, badak itu tewas di tangan petugas museum di tahun 1934. Sejak itu, badak jantan itu pun menjadi penghuni baru Museum Zoologi. Ditempatkan di etalase kaca di tengah ruangan mamalia," tulis LIPI.

(sud/yum)


Hide Ads