Dua Bayi Kucing Hutan Mungil Ditemukan di Rumpun Bambu Sanggabuana

Dua Bayi Kucing Hutan Mungil Ditemukan di Rumpun Bambu Sanggabuana

Irvan Maulana - detikJabar
Minggu, 05 Feb 2023 19:45 WIB
Meong congkok yang ditemukan SCF di Pegunungan Sanggabuana
Meong congkok yang ditemukan SCF di Pegunungan Sanggabuana (Foto: SCF)
Karawang -

Bukti keanekaragaman hayati di Pegunungan Sanggabuana kembali bertambah, kali ini temuan mengejutkan berupa kucing hutan yang ditemukan pada Minggu (29/1/2023) oleh Sanggabuana Conservation Foundation (SCF).

Direktur Eksekutif SCF Solihin Fuadi menuturkan temuan hewan bernama latin Prionailurus bengalensis, atau kucing kuwuk, atau sering juga disebut meong congkok berawal dari laporan warga.

"Kami menerima laporan warga bahwa ada penebang bambu yang menemukan 2 ekor meong congkok yang bersarang di rumpun bambu yang ditebangnya. Kami lalu mengevakuasinya, dan membawanya ke dokter hewan," ujar Solihin, saat dikonfirmasi detikJabar, Minggu (5/2/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua ekor meong congkok tersebut ditemukan masih bayi, yang kemungkinan berumur 1-2 pekan. Sedangkan induknya sudah tidak ada, "Hanya anaknya, mungkin induknya kabur karena rumpun bambu yang jadi rumahnya habis ditebang," kata dia.

Karena Kucing hutan tersebut masuk dalam daftar satwa yang dilindungi dalam Permen P.106/2018, pihaknya kemudian berkoordinasi dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, untuk penanganan lebih lanjut, namun upayanya disebut sia-sia.

ADVERTISEMENT

"Pihak BBKSDA Jawa Barat hanya menyuruh kami melepasliarkan lagi di hutan, padahal umurnya baru beberapa minggu belum bisa berjalan, seperti yang disia-siakan. Induknya pun sudah tidak ada karena habitatnya di hutan bambu sudah ditebang habis," imbuhnya.

Solihi mengaku kawatir jika anak kucing hutan yang belum bisa mandiri ini dikembalikan lagi ke hutan tidak akan bisa bertemu dengan induknya, dan malah kembali ditangkap warga atau mati karena tidak diasuh oleh induknya.

Diketahui, Meong Congkok merupakan salah satu karnivora kecil yang menghuni Pegunungan Sanggabuana. Kucing hutan ini juga bisa ditemui di wilayah Asia Tengah, Asia Tenggara, dan Asia Timur.

Motif bulu Kucing Hutan ini juga mirip dengan macan tutul, dan merupakan kucing hutan terkecil dibanding dengan jenis kucing hutan lainnya.

"Kucing hutan dari keluarga Prionailurus ini biasa aktif pada siang hari, dan memangsa buruan berupa tupai, tikus, hewan kecil lain di hutan, serta serangga," paparnya.

Biasanya kucing hutan akan membuat sarang berupa lubang, memanfaatkan goa-goa kecil atau lubang dibawah pohon besar, atau di semak-semak seperti rumpun bambu yang dekat dengan sumber air.

"Sama seperti keluarga kucing lain, kucing hutan yang sering disebut Blacan ini juga jago memanjat pohon, bahkan sering berada di atas pohon pada malam hari untuk mengawasi mangsanya," ucap Solihin.

Sayangnya kucing hutan ini sudah susah ditemui di alam liar karena masifnya perburuan, meong congkok ini seringkali diburu untuk dipelihara sebagai hewan peliharaan.

"Dibanding di habitat aslinya di hutan, kucing hutan kadangkala lebih mudah ditemui di market place. Selain perburuan liar, alih fungsi lahan hutan dan rusaknya habitat menjadi penyebab menurunnya populasi kucing hutan di alam," imbuhnya.

Dijelaskan Solihin dalam The International Union for Conservation of Nature's (IUCN) Red List kucing hutan masuk dalam kategori Least Concern (LC) atau risiko rendah dari kepunahan.

Sedangkan dalam Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) kucing yang sering dikira anak macan ini masuk dalam kategori Appendiks II, yang artinya masuk dalam daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, kendati demikian, mungkin jika perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan, kepunahan bisa saja terjadi.

"Walaupun dalam IUCN Red List merupakan satwa dengan status resiko rendah namun kucing hutan ini merupakan satwa dilindungi yang masuk dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 106. Dengan status Kucing Hutan yang dilidungi ini, tentu saja karnivora ini tidak bisa diperjualbelikan atau dipelihara dengan bebas dan tanpa izin," pungkasnya.

(yum/yum)


Hide Ads