Bakti Iyang ke Orang Tua Lewat Coet

Serba-serbi Warga

Bakti Iyang ke Orang Tua Lewat Coet

Rifat Alhamidi - detikJabar
Minggu, 05 Feb 2023 21:00 WIB
Iyang, penjual coet asal Padalarang, KBB.
Iyang, penjual coet asal Padalarang, KBB (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar).
Bandung -

Namanya adalah Iyang (33). Meski hanya lulusan SD, Iyang begitu lihai menjual cobek yang siang itu dia jual kepada para pengunjung pasar kaget di kawasan Tegallega, Kota Bandung. Bagaimana tidak, Iyang hanya membutuhkan waktu kurang dari 30 menit hingga 5 sisa cobek bawaannya ludes terjual.

Saat berbincang dengan detikJabar, Iyang mengaku sudah menggeluti usaha jual beli cobek sejak ia masih berusia 13 tahun. Pertama kali jualan, ia belum lama lulus SD dan memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah demi bisa membantu orang tuanya di rumah.

"Kalau jualan ini mah dari kecil, dari saya umur 13 tahun. Berarti udah 20 tahunan. Sampai sekarang jualannya masih bertahan," kata Iyang, Minggu (5/3/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bermodal ingin nurut terhadap orang tua, Iyang muda lalu mulai menjajal berjualan cobek atau yang biasa dipanggil orang Sunda dengan sebutan coet. Kebetulan, coet itu juga tidak begitu sulit dicari lantaran warga di kampung halamannya kebanyakan merupakan pengrajin coet tersebut.

Iyang tinggal di Kampung Pojok, Desa Jayamekar, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Di kampung ini lah, banyak para pengrajin coet yang produknya Iyang edarkan dengan cara berkeliling dari kampung ke kampung atau datang ke pasar kaget seperti di Tegallega.

ADVERTISEMENT

Untuk satu coet, Iyang biasanya membandrol harga Rp 25-Rp 35 ribu. Tapi jika untuk ukuran coet yang paling jumbo, Iyang banderol dengan harga Rp 50 ribu.

Menariknya, dalam menjajakan coet tersebut, Iyang juga tidak terlalu kaku mematok harga. Satu coet yang mestinya ia banderol dengan harga Rp 35 ribu misalnya, bakal ia lepas jika ditawar pelanggan dengan harga Rp 25-Rp 30 ribu per satu coetnya.

Karena keluwesan ini lah, pengunjung banyak yang datang ke lapaknya Iyang. Meski terbilang barang yang susah untuk dijual, hal itu tidak berlaku untuk coet dagangannya Iyang. Sembari berbincang dengan detikJabar, Iyang hanya membutuhkan waktu kurang dari setengah jam hingga sisa 5 coetnya ludes diborong pelanggan.

"Prinsipnya mah ngeureuyeuh sih a, yang penting ada batinya. Nggak apa-apa kecil juga, karena bagi saya, coet itu barang yang susah buat dijual. Kalau kita harganya nahan, belum tentu yang beli itu mau juga. Jadi walau ditawar, tetap saya kasih yang penting ada batinya," ucapnya.

Tak hanya itu saja, pola marketingnya juga terbilang bisa menarik orang untuk melihat coet dagangan Iyang. Jika sudah ada pelanggan yang datang, Iyang akan segera melontarkan omongan yang bisa menyakinkan pelanggan untuk membeli coetnya itu.

"Dijamin berkualitas bu haji, jajan awet, jajan awet," begitulah cara Iyang meyakinkan pelanggannya supaya mau membeli coet yang ia dagangkan. Jika ada pelanggan yang ragu atau sekedar bertanya tentang kualitas coet tersebut, Iyang kembali meyakinkan jika coetnya itu terbuat dari bahan bebatuan alami yang membuat coet ini akan awet jika sudah dibeli.

Setelah deal dengan harganya, Iyang langsung membungkus coet tersebut dalam plastik berwarna hitam. Tak lupa, Iyang juga turut mendoakan agar coet yang dibeli pelanggannya tersebut awet dan bertahan lama.

Sebelum jarum jam menunjukkan pukul 11.00 WIB, dagangan Iyang hari ini pun sudah ludes. Dengan sumringah, Iyang pun bersiap membereskan lapaknya lalu pulang ke Padalarang dengan membawa uang hasil penjualan coet tersebut.

"Biasanya kalau ke Tegallega gini, saya bawa untung bersih ke rumah itu lebih dari Rp 100 ribuan. Itu kalau laris. Nah kalau hari-hari biasa, kalau ngider a, itu biasanya Rp 100 ribu saya bawa pulang buat kebutuhan dapur," pungkasnya mengakhiri perbincangan dengan detikJabar.

(ral/mso)


Hide Ads