Penelitian Ungkap Muka Tanah di Kota Bandung Alami Penurunan

Penelitian Ungkap Muka Tanah di Kota Bandung Alami Penurunan

Sudirman Wamad - detikJabar
Sabtu, 04 Feb 2023 16:30 WIB
World Water Day atau Hari Air Sedunia adalah perayaan tahunan yang dilakukan untuk kembali menarik perhatian publik pada pentingnya air bersih dan penyadaran untuk pengelolaan sumber-sumber air bersih yang berkelanjutan.
Ilustrasi (Foto: Getty Images)
Bandung -

Kondisi muka air tanah di Kota Bandung mengalami penurunan. Wali Kota Bandung Yana pun khawatir dengan ancaman bahaya penurunan tanah yang diakibatkan penurunan muka air tanah. Menurut penelitian Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung penurunan muka tanah di Cekungan Bandung bervariasi.

Itenas melakukan penelitian tentang penurunan muka tanah dalam kurun waktu 2020-2021. Penelitian ini disusun Aditya Firdaus Nusantara dan Dewi Kania Sari dengan judul 'Deteksi Penurunan Muka Tanah Menggunakan Metode DinSAR dengan Data Sentinel 1-A', studi kasusnya di wilayah Cekungan Bandung dalam kurun waktu 2020-2021.

Menurut Wirakusumah dalam jurnal milik Aditya dan Dewi Karnia itu menyebutkan tercatat hampir semua industri yang ada di Cekungan Bandung menggunakan air tanah sebagai bahan baku untuk keperluan industrinya. Data pengambilan air tanah di Cekungan Bandung cenderung semakin naik dari tahun ke tahun. Turunnya permukaan tanah di wilayah Cekungan Bandung diduga disebabkan oleh ekstraksi air tanah yang berlebihan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan metode DinSAR itu menyebutkan penurunan muka tanah tertinggi di Cekungan Bandung dalam kurun waktu 2020-2021 sebesar 21,3 sentimeter. Penurunan muka tanah tertinggi terjadi di sebagian wilayah kecamatan Rancaekek, Cileunyi, Bojongsoang, Rancasari, Margacinta, Dayeuh Kolot, Margahayu, Margaasih, Bandung Kulon dan Babakan Ciparay yang termasuk area tengah Cekungan Bandung.

Peneliti kemudian menguji hasil metode DinSAR dengan penurunan muka tanah pengamatan melalui GPS. Hasil koefisien korelasi (r) yang didapat adalah 0,7392. Hasil ini menunjukkan hubungan antara pengamatan GPS dan DinSAR memiliki hubungan yang cukup kuat. Artinya, jika nilai korelasi tersebut mendekati 1, maka keduanya memiliki hubungan linear yang kuat.

ADVERTISEMENT

"Hasil deteksi penurunan muka tanah (PMT) menggunakan metode DinSAR pada data citra Sentinel 1A menunjukkan bahwa pada kurun waktu tahun 2020-2021 telah terjadi PMT yang relatif tinggi 18 sentimeter sampai dengan 21,3 sentimeter, di sebagian area wilayah Cekungan Bandung yaitu di Kecamatan Rancaekek, Cikeruh, Cijerah, Cimanggung, Margacinta, Dayeuh Kolot, Margahayu, Margaasih, Bandung Kulon, dan Babakan Ciparay. Nilai PMT tertinggi adalah sebesar -21,3 sentimeter yang berada di wilayah Kecamatan Cileunyi," tulis penelitian tersebut seperti dikutip detikJabar, Sabtu (4/2/2023).

Sebelumnya, Wali Kota Bandung Yana Mulyana menyinggung soal ancaman penurunan muka tanah karena adanya penurunan air tanah.
Yana mengatakan saat ini pemkot telah membatasi penggunaan air tanah. Pemkot juga meminta agar masyarakat turut aktif menjaga konservasi air tanah.

"Penggunaan air tanah itu kenapa saat ini dibatasi, karena konsekuensinya pasti terjadi. Kalau muka air tanah diambil terus, itu terjadi penurunan tanah, nah itu membahayakan ya," kata Yana kepada awak media, Jumat (3/2/2023).

Hasil kajian Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PATGL) Badan Geologi menyebut kondisi muka air tanah di Bandung Raya kritis. Muka air tanah di Kota Bandung dan sekitarnya semakin menurun sekitar 60 meter hingga 100 meter.

Kepala PATGL Badan Geologi Rita Susilawati mengatakan ada beberapa zona konservasi terkait air tanah, dari zona aman hingga kritis. Zona konservasi muka air tanah disebut aman ketika kedalamannya mencapai 20 hingga 40 meter.

"CAT (cekungan air tanah) di Bandung Raya itu berkisar antara 60 meter sampai 100 meter dari sebelumnya, jadi kita ini (di Bandung) harus ngebor (untuk memanfaatkan air tanah) semakin dalam," kata Rita kepada awak media di kantor Badan Geologi.




(sud/dir)


Hide Ads