Topik tentang Petani Milenial belakangan ini menyita perhatian. Program yang dibanggakan Pemprov Jawa Barat tersebut ramai diperbincangkan setelah salah satu pesertanya curhat tentang hasil budidaya yang tidak dibayar hingga akhirnya meninggalkan utang.
Setelah ramai diperbincangkan di media sosial, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga ikut merespons hal tersebut. Melalui akun Twitter pribadinya @ridwankamil, Kang Emil memohon maaf atas polemik yang terjadi dalam program Petani Milenial.
Kini, Kang Emil turut membahas kembali soal Petani Milenial. Ia membeberkan data jika program unggulannya itu telah mencetak 70 persen Petani Milenial yang sukses, meski sisanya diakui Kang Emil mengalami kegagalan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi yang berhasil lebih banyak dari pada yang gagal. Yang gagal 30 persen datanya, yang berhasil 70 persen," kata Kang Emil usai menghadiri acara Rakernas DPP KNPI di Gedung Merdeka, Kota Bandung, Jumat (3/2/2023).
Kang Emil merinci, pada 2021, ada 560 petani milenial yang gagal. Tapi, yang sukses berkat program unggulannya itu mencapai sekitar 1.200 orang. Begitu juga pada 2022. Dari 20 ribu orang yang mendaftar, sekarang sudah terseleksi hingga mencapai 5 ribu peserta.
Melalui data itu, Kang Emil ingin menyatakan program Petani Milenial merupakan gagasan untuk meregenerasi profesi petani. Sebab menurutnya, banyak anak-anak muda yang meninggalkan profesi itu yang sebetulnya berguna untuk menjaga keseimbangan pangan.
"Sebelum lahir petani milenial yang digagas Pemprov Jabar, itu anak-anak muda ke mana, pemilik modal ke mana, offtaker ke mana. Oleh petani milenial dihubungkan, ngobrol. Jadi ini bukan program hibah, kami hanya mengawinkan tiga pihak yaitu petani, perbankan, dan pembeli," ucapnya.
Jika dalam perjalanannya mengalami dinamika, Kang Emil meminta publik tidak langsung menyimpulkan bahwa program unggulannya itu gagal. Sebab menurutnya, berkaca pada kasus Petani Milenial kemarin, hal itu terjadi karena faktor offtaker-nya merugi akibat perang Rusia-Ukrania.
"Pasti ada dinamika. Oh ini rugi, kayak kasus yang kemarin itu, sebetulnya offtaker-nya bukan kabur, tetapi dia rugi karena perang Rusia dan Ukraina. Terdampaklah, jadi tidak bisa beli produk. Kami tidak bisa selalu disimpulkan program ini seolah-olah pencitraan atau gagal lah, saya minta objektif. Jadi sebetulnya yang berhasil lebih banyak daripada yang gagal," pungkasnya.
(ral/iqk)