Warga Cibolang Sukabumi Protes Pembuangan Limbah ke Dekat Permukiman

Warga Cibolang Sukabumi Protes Pembuangan Limbah ke Dekat Permukiman

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Senin, 30 Jan 2023 23:30 WIB
Aliran sungai Leuwi Cibolang Sukabumi yang pernah tercemar limbah hitam pekat
Aliran sungai Leuwi Cibolang Sukabumi yang pernah tercemar limbah hitam pekat. (Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar)
Sukabumi -

Warga Kampung Cibolang, Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, dibuat resah dengan limbah yang diduga berasal dari salah satu pabrik di lingkungannya. Cairan hitam pekat itu mengotori Sungai Leuwi Cibolang.

Menurut warga, pabrik itu milik warga negara asing (WNA) asal Korea. "Ada sih yang buang limbah, limbah berupa kotoran. Airnya mengalir ke sungai jadi pencemaran. Hitam bau, gatel nggak bisa mandi di sini juga ikut ke sana ke orang lain mandinya," kata Yanti (40) warga yang tinggal di sekitar area pabrik kepada detikJabar, Senin (30/1/2023).

Yanti mengatakan Sungai Leuwi Cibolang kerap digunakan untuk mandi dan mencuci pakaian oleh warga setempat. Setelah pabrik tersebut berdiri, warga kesulitan untuk melakukan aktivitas di sungai tersebut. "Mulai dibangun ini sama pemiliknya (orang) Korea, pencemaran sekitar dua kali. Aliran air ini kerap dipakai mandi, nyuci, pake wudhu, bahkan cuci beras pun di sini," ungkap Yanti.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yanti mengaku tidak tahu soal fungsi bangunan dengan tembok mirip benteng tersebut. Bahkan dirinya tidak pernah mendapat sosialisasi apapun. "Enggak tahu, enggak ada (sosialisasi). Saya tinggal di sini sebelum bangunan ini ada," imbuhnya.

Senada, Hikayat (60) warga lainnya mengaku pernah didatangi oleh beberapa orang yang mencari bangunan untuk rumah tinggal. Namun seiring waktu, tiba-tiba berdiri bangunan lengkap dengan tembok.

ADVERTISEMENT

"Pernah izin, cuma sementara dia hanya rumah tinggal izinnya itu, kalau bikin bangunan ini mah enggak sekitar hampir satu tahun yang lalu. Pernah pertama membagikan beras hanya ditolak, kan jadi pertanyaan ada apa ini," tutur Hikayat.

"Cuma ya gitu (izinnya) cuma rumah tinggal, kalau rumah tinggal kan seperti penginapan ya, dia mungkin kemana mana udah cape mungkin di sini singgah biasa rumah tinggal itu," sambungnya.

Hikayat mengaku kaget tiba-tiba berdiri bangunan besar disusul dengan bangunan tembok sekelilingnya. "Saya sering berpikir, ini ada izin enggak membangun. Saya kan bukan RT bukan RW hanya masyarakat biasa," tutur Hikayat.

Hikayat hanya mengetahui desas-desus bangunan itu merupakan tempat pengolahan emas. Sejumlah mesin berukuran besar disebut dia berada di dalam gedung. "Cuma di lihat-lihat itu ada mesin, saya kan enggak tahu mesin itu untuk apa, cuma dengar-dengar dia itu mau bikin pengolahan emas katanya, tapi enggak tahu sih," katanya.

Sejumlah awak media termasuk detikJabar mencoba mengklarifikasi keluhan warga itu ke pihak pengelola pabrik. Saat itu muncul warga Korea yang disebut sebagai pemilik pabrik oleh warga.

Namun dia terlihat enggan memberikan keterangan karena terkendala bahasa, ia juga memberikan tanda menolak dengan tangan ketika ditanyakan apakah bisa berbahasa Inggris.

Ditemui terpisah, Kepala Desa Citepus Koswara mengaku keberadaan bangunan dan tembok tersebut belum jelas peruntukannya. "Untuk bangunan tersebut, saya mengetahui adanya bangunan, tapi untuk peruntukannya itu belum jelas, hanya saja pengakuannya untuk pengolahan logam," kata Koswara.

Koswara juga mengaku sudah menjelaskan soal tak akan ada izin yang diberikan bagi pabrik pengolahan logam di wilayahnya ke warga Korea tersebut. Namun menurut Koswara orang asing tersebut tetap ngotot.

"Saya sudah jelaskan ke orang Korea itu bahwa peruntukan untuk pengolahan logam di sini tidak ada izin untuk pengolahan logam. Tetapi dia ngotot katanya dia bisa ngurusin izin tersebut ke Sukabumi dan Jakarta. Saya lepas tangan soal itu dan saya tegaskan bahwa saya tidak akan memberikan rekomendasi izin kalau untuk pengolahan logam," ungkapnya.

Menurut Koswara bangunan dan tembok yang dibangun oleh warga Korea tersebut juga tidak memiliki izin. "Mereka IMB tidak punya, kalau bangunan dan tembokan itu berdiri di atas lahan sekitar 3 ribu meter lebih. Kalau untuk pengolahan logam sepertinya baru mau (proses), karena alat-alat berartnya di dalam ada," ujar Koswara.

Koswara kemudian menyebut seseorang bernama Tuti sebagai pendamping warga Korea tersebut. Saat dihubungi melalui sambungan telepon, Tuti mengaku hanya membantu saat pengurusan lahan dengan pihak notaris.

"Kurang tahu, aku bukan karyawan di situ. Cuma menyambungkan orang notaris dengan dia saja, soal pabrik soal apanya aku kurang tahu juga. (Pernah) izin lingkungan dia buat KITAS (Kartu Izin Tinggal Sementara) sih bukan buat apa-apa," kata Tuti.

Tuti juga mengaku tidak mengetahui soal fungsi bangunan yang kemudian dibangun tembok besar tersebut. "Aku kurang paham kalau soal itunya, masalahnya aku enggak pernah nanya apa-apa. Soalnya yang penting aku ngurusin KITAS dia, sudah KITAS dia udah cuma yang kemarin saja waktu ketika dia beli tanah di Pak RW cuma menyampaikan itu saja," pungkasnya.

(sya/iqk)


Hide Ads