Pernikahan massal di Pondok Pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jabar, menjadi salah satu peristiwa yang disorot publik pada pekan ini.
Pernikahan massal di ponpes Kabupaten Ciamis itu menebarkan kebahagiaan. Sebanyak 10 pasangan santri dan santriwati melangsungkan pernikahan massal. Para santri yang tengah berbahagia itu juga menampilkan gimik pilih pasangan hingga arak-arakan menuju pelaminan.
Perjodohan dan pernikahan di Ponpes Miftahul Huda 2 Bayasari itu memang tradisi. Mereka yang melangsungkan pernikahan adalah santri dan santriwati yang Mahad Ali, atau telah selesai menempuh pendidikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernikahan massal itu berlangsung meriah dan bahagia. Akad nikah digelar di masjid kompleks ponpes. Sementara pelaminan berada di aula masjid.
Akad nikah tersebut menggunakan bahasa Arab. Mas kawin masing-masing pasangan sebesar 25 gram. Pada prosesi akad nikah ini dihadiri juga tamu undangan yang hadir dari 20 keluarga mempelai.
Usai melangsungkan akad nikah, mereka diarak dan dikawal pasukan Brimok ke jalanan kampung dan menuju pelaminan. Pasukan yang menyerupai Brimob.
"Nikah massal ini merupakan agenda tahunan pondok pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari. Ini sudah kelima kali. 2 pasang, 3 pasang, 6 pasang, 8 pasang dan sekarang 10 pasang," ujar Ketua Yayasan Pondok Pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari Nonop Hanafi.
Nonop menjelaskan nikah massal tersebut dilakukan bagi para santri yang sudah purna atau kelasnya Mahad Ali. Artinya para santri ini telah selesai melakukan proses tahap pendidikan.
"Bahkan semua sudah jadi ustaz dan ustazah, sudah pengabdian di sini," jelasnya.
Nonop mengatakan nikah massal ini adalah salah satu agenda pesantren. Ketika santri sudah dewasa, mereka dinikahkan dan diminta jadi kader dakwah di sejumlah tempat.
"Jadi setelah mereka dinikahkan, ada jeda waktu satu minggu untuk honeymoon. Lalu mereka dipersiapkan kembali untuk ditempatkan di tempat proyek dakwah," jelasnya.
Ponpes Bantu Biaya Pernikahan
Nonop menyebut biaya pernikahan massal ini tidak membebankan kepada orang tua santri. Namun tergantung kemampuan orang tua. Nonop menyebut tujuan awal nikah massal ini untuk efektifitas waktu dan efisiensi anggaran.
"Efisiensi anggaran, setelah orang tua dipanggil bahwa anaknya akan dinikahkan. Mereka pun bertanya kaitan dengan pembiayaan. Tapi pesantren tidak membebankan pada orang tua, akhirnya semampunya mereka saja," ucap Nonop.
Nonop kemudian merinci soal anggaran yang digelontorkan untuk pernikahan massal. Biaya kursi pelaminan mencapai Rp 150 juta. Kemudian, mas kawin 25 gram emas per pasangan, totalnya 250 gram dari 10 pasangan.
"Tidak mengenal siapa calonnya dari latar belakang orang tuanya. Karena ada yang mutlak tidak punya orang tua secara syariat mengandalkan pesantren. Makanya dengan 25 gram per pasangan, berarti 250 gram," ungkap Nonop.
"Kita selalu punya keyakinan dan berusaha untuk mengurus umat makaAllohSWT akan kasih jalan. Itu yang jadi spirit kami di pesantren. Orang yang berjihad menyuruh umat dalam rangka syiar Islam,AllohSWT akantunjukan jalan," ucapNonop menambahkan.
Ungkapan Bahagia Santri
Usman (26) salah seorang santri yang tengah merasakan kebahagiaan. Usman menikah dengan Euis Lilis (25). Usman mengungkap rasa bahagia dan terima kasihnya pada ponpes.
"Tak tahu, berterima kasih bagaimana atas jasa guru saya, mengurus sampai sekarang dinikahkan tanpa mengeluarkan biaya sepeser pun. Ada pun sedikit tapi jauh dibanding acara sebesar ini. Semua dari guru saya, saking ayang peduli sekali. Tidak mungkin saya bisa menggelar acara pernikahan semeriah ini sendiri," ujar Usman (26) salah seorang pengantin didampingi istrinya Euis Lilis Badriyah (25).
Usman menceritakan proses perjodohan dengan istrinya tersebut berlangsung cukup panjang dari setahun sebelumnya. Di mana para guru bermusyawarah hingga istikharah mencari gambaran jodoh yang cocok.
"Ada pertimbangan. Didatangkan kedua keluarga. Jadi ada proses yang lama. Kalau pengkoclokan dan sebagainya itu hanya gimik. Mana mungkin orang berilmu, ajengan di sini menyatukan santri dengan dikocok," jelasnya.
Usman pun mengenal istrinya karena masih satu pesantren. Namun selama 12 tahun menimba ilmu di pesantren tidak pernah saling sapa dan hal lainnya.
"Jadi hanya sekadar tahu saja, tahu nama dan orangnya. Kita tentunya punya keyakinan kalau jodoh sudah ada takdirnya," ucapnya.
Setelah menikah ini, Usman ternyata sudah diutus terlebih dahulu untuk berdakwah di Cikarang sejak 10 bulan lalu. Ia dipercaya mengelola madrasah untuk mengaji anak-anak.
"Sama guru saya diutus di Cikarang sudah 10 bulan. Jadi saya mondok tahun 2009, lalu ke Cikarang ada madrasah. Saya sendiri sudah ada gambaran tinggal ada yang menemani. Bersama istri saya untuk mengajar anak-anak mengaji," ungkap pria asal Majalengka ini.
Sekadar diketahui, sebelum pernikahan massal, ponpes menggelar khitbah massal. Proses khitbah massal ini awalnya orang tua kedua belah pihak santri yang akan dijodohkan dipanggil ke pondok pesantren. Kemudian dijelaskan bahwa anaknya akan dijodohkan setelah sebelumnya dipertimbangkan oleh dewan kiai. Semua orang tua setuju karena yang terbaik.
Khitbah massal itu diunggah oleh akun tiktok @Matahari Miftahul Huda 2 beberapa hari lalu. Dalam video berdurasi 3.47 menit itu nampak kemeriahan pada acara khitbah massal.
Ada 5 santri perempuan dan 5 santri laki-laki dengan baju rapi dan seragam. Di sekelilingnya disaksikan oleh para santri lain.
Mirip sebuah acara perjodohan dipandu oleh seorang kiai, santri laki-laki mengambil gulungan kertas dalam toples yang berisi nama santri perempuan yang akan dijodohkan. Namun ternyata itu hanyalah sebuah gimik saja, karena ternyata sebelumnya mereka sudah dipasangkan.
Nonop membenarkan khitbah massal tersebut merupakan bagian dari agenda pondok pesantren. Menurutnya pada tanggal 23 Januari 2023 nanti ada 10 pasang santri yang akan melaksanakan pernikahan massal.
"Agenda rutin pernikahan massal. Kemarin dimulai dengan khitbah secara massal juga," ujar KH Nonop Hanafi kepada detikJabar, Minggu (8/12/2023).