Wacana pembentukan peraturan daerah (perda) anti-LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) mencuat di Kota Bandung. Pemkot dan DPRD Bandung mendukung pembentukan perda anti-LGBT.
Awalnya, dari pengakuan Ketua DPRD Kota Bandung Tedy Rusmawan wacana pembentukan perda anti-LGBT itu datang dari audiensi DPRD dengan Aliansi Peduli Hidup Sehat. Kemudian, wacana ini dikemukakan ke publik hingga menuai pro dan kontra.
Baca juga: Riak Wacana Perda Anti-LGBT di Kota Bandung |
Fraksi PKS DPRD Kota Bandung pun mengaku tak tahu awal mula adanya audiensi antara DPRD dengan Aliansi Peduli Hidup Sehat. "Saya juga tidak tahu itu awalnya, kan biasanya suka ada audiensi di DPRD, audiensi itu apakah diterima komisi terkait atau pimpinan DPRD. saya terus terang belum tahu awal mula wacana ini," kata Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Bandung Iman Lestariyono kepada detikjabar, Jumat (27/1/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Iman menjelaskan hal yang sama dengan apa yang disampaikan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Bandung. Untuk menjadikan wacana ini sebagai perda harus melalui prosedur.
"Perda ini (anti-LGBT) bisa melalui inisiatif DPRD atau memang berkaitan dengan program SKPD. Kalau usulan dari pemerintah tinggal nanti kita rumuskan di Bapemperda, dan bagaimana teman-teman di DPRD mengkajinya. Kalau ini disepakti, barulah pembentukan pansus," kata Iman.
Politikus PKS itu menerangkan sejauh ini fraksinya belum pernah melakukan pembahasan tentang wacana perda anti-LGBT. Ia mengatakan sebab belum ada usulan yang masuk di DPRD. Kendati demikian, Iman menegaskan PKS menyoroti soal wacana pembentukan perda anti-LGBT.
"Pada prinsipnya, terkait ini adalah isu yang juga cukup krusial penting dan pastinya menarik perhatian berbagai stakeholder," ucap Iman.
"Fraksi belum (membahas). Kapasitas fraksi itu kan (mulai membahas) ketika ada konkret usulan ini. Tetapi, karena isu ini sudah direspons oleh institusi DPRD terutama pimpinan dan Pak Wali. Tinggal regulasi normatif yang ditempuh. Prosedurnya ditempuh," kata Iman menambahkan.
PKS Sikapi Pro-Kontra
PKS juga menanggapi pro dan kontra yang muncul di publik. Menurut Iman, pro dan kontra adalah hal yang wajar dalam menyikapi suatu aturan. Namun, Iman menilai adanya semangat yang positif dari pimpinan daerah dalam menyikapi wacana perda anti-LGBT.
"Aturan ini pada prinsipnya untuk kebaikan bersama. Kalau sesuatu hal yang berpotensi tidak baik, lalu tidak diatur, nantinya tidak menjadi kebaikan. Ketika wacana ini ada, sangat bagus kalau selanjutnya di-follow up (tindaklanjuti) dengan berbagai formulasi yang prosedural," kata Iman.
Lebih lanjut, Iman menjelaskan pandanganannya tentang LGBT. Iman menyinggung soal kesehatan dan norma agama.
"Bagaiamanapun juga ada yang memahami dari unsur kesehatan LGBT ini, terutama dianggap penyakit. Dianggap tidak normal atau kelainan. Dari sisi hukum positif seperti apa, agama seperti apa," kata Iman.
"Sisi agama, agama yang diakui pemerintah tidak satupun yang membolehkan LGBT. Artinya para pelakunya satu sisi dari Dinkes bagian dari korban yang harus kita bantu. Dari agama juga harus dibantu dan ditolong. Dampak lainnya juga dimasyarakat. Kota bandung khususnya tidak bisa menerima hal ini, jadi kita sebagai institusi terkait hal ini tentunya mempertimbangkan masukan itu," ucap Iman menambahkan.
Lebih lanjut, Iman menerangkan Indonesia merupakan negara yang dibangun berdasarkan ketuhanan. Sehingga, unsur agama menjadi bagian yang sangat dipertimbangkan. Terlebih lagi, lanjut Iman, Bandung merupakan kota yang agamais (agamis).
"Dari sisi kemanusian yang dikhawatirkan kita berikan porsi yang proporsional saja. Artinya, kalau memang kalau itu hal yang melanggar berbagai norma yang ada, ya kita berikan haknya, hak kemanusiaan," ucap Iman.
Selain PKS, detikJabar juga sempat menghubungi sejumlah fraksi lainnya di DPRD, namun tak ada respons hingga berita ini ditulis.
Sekadar diketahui, perwakilan Perhimpunan Bantuan Hukum & Hak Asasi Manusia (PBHI) Jabar Deti mengatakan perda anti-LGBT secara kemanusiaan sangatlah keliru. PBHI menilai perda tersebut bisa menjadi indikator mundurnya perkembangan HAM.
"Kemunduran negara hukum untuk HAM dengan adanya perda anti-LGBT. Secara kemanusiaan tentunya perda itu keliru," kata Deti kepada detikJabar, Kamis (26/1/2023).
"Beredar pemahaman berbeda terkait HAM universal di dunia, dengan HAM perspektif lokal Kota Bandung. Apabila tetap dilakukan, perkembangan HAM akan mundur ke belakang," kata Deti menambahkan.
Hal senada disampaikan Jaringan Antarumat Beragama (Jakatarub). Jakatarub menilai perda anti-LGBT ini bisa menjadi aturan yang mendiskriminasi kelompok tertentu. Jakatarub pun menolak adanya perda anti-LGBT di Kota Bandung.
"Kalau ini benar terjadi dan diseriuskan, tentu ya Jakatarub menyesalkan. Karena akan menambah lagi perda diskriminatif di Jabar," kata Koordinator Jakatarub Arfi kepada detikJabar.
(sud/mso)