Wacana pembentukan peraturan daerah (perda) anti-LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) mencuat di Kota Bandung. Pro dan kontra muncul setelah wacana tersebut mencuat.
Sejumlah kelompok menolak adanya perda anti-LGBT. Di sisi lain, Pemkot dan DPRD Kota Bandung menunjukkan sikap yang pro atas wacana pembentukan perda anti-LGBT. Bapemperda (Badan Pembentukan Peraturan Daerah) DPRD kota Bandung menegaskan di internal DPRD belum ada pembicaraan lebih lanjut terkait wacana tersebut.
Baca juga: Mencuatnya Wacana Perda Anti-LGBT di Bandung |
Ketua Bapemperda DPRD kota Bandung Dudy Himawan pembentukan perda harus melalui prosedur. Dudy memastikan hingga saat ini belum ada usulan dari manapun, baik eksekutif maupun legislatif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sejauh ini belum ada usulan dari eksekutif maupun DPRD sendiri. Sama sekali belum ada pembahasan ke arah sana (rencana pembentukan perda anti-LGBT)," ucap Dudy saat dihubungi detikJabar, Kamis (26//1/2023).
"Wacana di internal pun belum mendengar. Kecuali rapat internal fraksi, saya itu tidak tahu. Yang jelas saya di Bapemperda (belum) ada usulan raperda anti-LGBT," kata politikus NasDem itu menambahkan.
Eksekutif-Legislatif Sepakat
Meski baru sebatas wacana, Pemkot dan DPRD Kota Bandung sepakat perda anti-LGBT dibentuk. Wali Kota Bandung Yana Mulyana menilai LGBT melanggar norma agama. Ia pun mendukung agar Kota Bandung bisa memiliki perda anti-LGBT.
"Menyalahi norma agama dan hukum juga," kata Yana.
Lebih lanjut, Yana mengatakan proses menuju pembentukan perda ini diserahkan seutuhnya ke DPRD. Namun, Yana menegaskan pihaknya sepakat adanya perda anti-LGBT.
"Proses legislasi kan di DPRD. Intinya saya sepakat," ucap Yana.
Ketua DPRD Kota Bandung Tedy Rusmawan menerangkan awalnya kelompok masyarakat yang mengatasnamakan Aliansi Peduli Hidup Sehat mendatangi gedung DPRD Kota Bandung. Aliansi ini meminta DPRD membentuk perda anti-LGBT.
Tedy mengatakan usulan dari Aliansi Peduli Hidup Sehat itu masih bersifat pengajuan. DPRD belum membahas sama sekali tentang pembentukan tersebut. Tedy mengatakan usulan dari Aliansi Peduli Hidup Sehat itu bakal digodok di Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) terlebih dahulu.
"Itu baru pengajuan. Nah, kita didiskusikan dengan Bapemperda. Data detail belum menerima," kata Tedy kepada awak media, Rabu (25/1/2023).
Halaman selanjutnya penolakan aktivis
Aktivis Menolak
Sementara itu, gelombang penolakan soal pembentukan perda anti-LGBT juga disuarakan aktivis HAM dan sejumlah komunitas. Perwakilan Perhimpunan Bantuan Hukum & Hak Asasi Manusia (PBHI) Jabar Deti mengatakan perda anti-LGBT secara kemanusiaan sangatlah keliru. PBHI menilai perda tersebut bisa menjadi indikator mundurnya perkembangan HAM.
"Kemunduran negara hukum untuk HAM dengan adanya perda anti-LGBT. Secara kemanusiaan tentunya perda itu keliru," kata Deti kepada detikJabar, Kamis (26/1/2023).
"Beredar pemahaman berbeda terkait HAM universal di dunia, dengan HAM perspektif lokal Kota Bandung. Apabila tetap dilakukan, perkembangan HAM akan mundur ke belakang," kata Deti menambahkan.
Hal senada disampaikan Jaringan Antarumat Beragama (Jakatarub). Jakatarub menilai perda anti-LGBT ini bisa menjadi aturan yang mendiskriminasi kelompok tertentu. Jakatarub pun menolak adanya perda anti-LGBT di Kota Bandung.
"Kalau ini benar terjadi dan diseriuskan, tentu ya Jakatarub menyesalkan. Karena akan menambah lagi perda diskriminatif di Jabar," kata Koordinator Jakatarub Arfi kepada detikJabar.
Arfi mengaku jauh sebelum wacana perda anti-LGBT mencuat, Jakatarub pernah dilibatkan dalam forum yang dibuat Pemkot Bandung untuk membahas soal visi agamis dan humanis. Harusnya, Bandung yang humanis melekat dalam citra yang agamis. Arfi juga menerangkan dalam forum tersebut sempat disinggung soal aturan mengenai larangan LGBT.
"Di sana sempat dibahas. Sebelum wacana ini muncul ke publik, sebetulnya kita sudah ada catatan kalau ada inisiasi DPRD ada larangan LGBT. Jauh sebelum itu sudah tahu, cuma kita tidak bercerita," kata Arfi.
Jakatarub juga menyoroti soal visi Bandung agamis. Arfi mengatakan Jakatarub juga dilibatkan dalam menyusun laporan tentang Bandung agamas bersama tim dari UIN Bandung.
"Kita dorong Bandung agamis (agamis), tapi tidak menghilangkan juga diksi humanis itu. Agamis tapi jangan konservatif beragama, mendorong untuk setiap orang bebas beragama dan keyakinan," kata Arfi.