Wacana pembentukan perda anti-LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) mencuat di Kota Bandung. Jaringan Kerja Antarumar Beragama (Jakatarub) menolak wacana tersebut. Jakatarub menilai aturan tersebut diskriminatif.
"Kalau ini benar terjadi dan diseriuskan, tentu ya Jakatarub menyesalkan. Karena akan menambah lagi perda diskriminatif di Jabar," kata Koordinator Jakatarub Arfi kepada detikJabar, Rabu (25/1/2023).
Arfi menerangkan Pemkot Bandung saat ini tengah berupaya mencapai visi sebagai kota yang agamais dan humanis. Arfi menilai sejatinya untuk mencapai visi tersebut pemkot tak menerbitkan aturan yang menciderai kelompok kemanusiaan apapun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jakatarub kemudian menyinggung soal kejahatan jalanan di Kota Bandung dan isu sosial lainnya. Perda anti-LGBT dinilai tak begitu urgensi.
"Masih banyak isu sosial yang perlu diperhatikan pemkot, soal begal, lampu penerangan banyak yang mati. Sebenarnya kalau dilihat di media sosial, publik lebih mendorong penanganan soal begal dan lampu penerangan jalanan. Terkait pengamanan ini kan penting, perempuan yang pulang kerja malam," kata Arfi.
Lebih jauh, Arfi menyinggung saat ini upaya untuk menguatkan citra Bandung sebagai kota yang toleran sedang gencar dilakukan. Namun, perda tersebut bisa mencederai nilai-nilai toleransi di Bandung.
"Ini mengurangi reputasi Kota Bandung yang sedang kita branding sebagai kota toleran. Bandung yang agamis (agamais) dan humanis," ucap Arfi.
Bandung Jangan Konservatif
Arfi mengaku jauh sebelum wacana perda anti-LGBT mencuat, Jakatarub pernah dilibatkan dalam forum yang dibuat Pemkot Bandung untuk membahas soal visi agamais dan humanis. Harusnya, Bandung yang humanis melekat dalam citra yang agamais. Arfi juga menerangkan dalam forum tersebut sempat disinggung soal aturan mengenai larangan LGBT.
"Di sana sempat dibahas. Sebelum wacana ini muncul ke publik, sebetulnya kita sudah ada catatan kalau ada inisiasi DPRD ada larangan LGBT. Jauh sebelum itu sudah tahu, cuma kita tidak bercerita," kata Arfi.
Jakatarub mengaku kaget saat situs resmi Pemkot Bandung menerbitkan soal wacana perda anti-LGBT. Jakatarub pun langsung mengkroscek informasi tersebut ke DPRD Kota Bandung. Arfi sempat berkomunikasi dengan salah satu anggota DPRD Kota Bandung.
"Terus saya konfirmasi, karena diberita itu kan ceritanya atas inisiasi masyarakat. Inisiasi masyarakat mana yang menginginkan ini," kata Arfi.
"DPRD belum menjawab. Kita ingin cari info juga masyarakat yang pengin dorongan adanya perda ini. Rencana Februari pengin ke DPRD konfirmasi. Kita juga koordinasi dengan kelompok ragam gender dan seksualitas, ini besok mau dirapatkan juga," ucap Arfi menambahkan.
Arfi kembali menyoroti soal visi Bandung agamais. Arfi mengatakan Jakatarub jugua dilibatkan dalam menyusun laporan tentang Bandung agamais bersama tim dari UIN Bandung.
"Kita dorong Bandung agamis (agamais), tapi tidak menghilangkan juga diksi humanis itu. Agamis tapi jangan konservatif beragama, mendorong untuk setiap orang bebas beragama dan keyakinan," kata Arfi.
Sebelumnya, wacana pembentukan peraturan daerah (perda) tentang anti-LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) mencuat di Kota Bandung. Wacana ini muncul saat salah satu komunitas menyampaikan suaranya ke DPRD.
Ketua DPRD Kota Bandung Tedy Rusmawan tak menampik adanya usulan tersebut. Tedy menerangkan pihaknya sempat menggelar pertemuan dengan Aliansi Peduli Hidup Sehat. "Itu baru pengajuan. Nah, kita didiskusikan dengan Bapamperda (Badan Pembentukan Peraturan Daerah). Data detail belum menerima," kata Tedy kepada awak media, Rabu (25/1/2023).
DPRD rupanya menyambut positif tentang usulan adanya pembentukan perda anti-LGBT. "Kami menyikapi positif, akan ditindaklanjuti," ucap politikus PKS itu.
(sud/dir)