Permainan tradisional 'nok-nok' atau yang lebih terkenal dengan nama lato-lato kini nyaris terdengar di semua tempat. Akibatnya, lato-lato kini tidak lagi seru karena bisingnya mulai terasa menjengkelkan bagi banyak orang. Terutama jika yang memainkannya tanpa kenal waktu dan tempat.
Dikutip dari detikHealth, di awal kemunculannya, tren lato-lato disambut baik karena dianggap membuat anak-anak teralihkan dari 'kecanduan' gadget. Tapi lama-lama, banyak yang tidak tahu tempat sehingga bikin bising dan semakin meresahkan.
Humas KAI Daop VI Jogja, Franoto Wibowo, sempat membuat imbauan terkait hal itu. Banyaknya keluhan soal anak-anak bermain lato-lato membuat para penumpang kereta keberisikan sehingga tidak bisa istirahat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KAI mengimbau agar penumpang bisa menjaga keselamatan dan kenyamanan penumpang lainnya, dan tidak memainkan permainan yang bisa membahayakan diri sendiri dan penumpang lainnya serta yang bisa merusak fasilitas KA," kata Franoto, dikutip dari detikJateng.
Sementara itu, mainan bola beradu ini juga dilarang di sejumlah sekolah. Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, misalnya sudah melarang siswa membawa lato-lato ke sekolah mulai 9 Januari 2023.
"Faktor keselamatan juga jadi pertimbangan karena bisa mencelakakan, misalnya kalau talinya putus atau terlempar saat dimainkan, jadi memang sebetulnya membahayakan," tutur Kepala Bidang SD pada Disdik Bandung Barat Dadang A Sapardan saat ditemui detikJabar, Jumat (6/1/2023).
Di Kalimantan Barat, lato-lato bahkan telah memakan korban luka serius. Seorang bocah di Kubu Raya sampai harus operasi mata lantaran serpihan lato-lato yang pecah melukai matanya.
"Jadi ada perlukan di bola matanya. Sehingga harus dioperasi dan dijahit tiga jahitan," ucap Kadis Kesehatan Kubu Raya Marijan saat dihubungi detikcom, Senin (9/1/2023).
Imbauan Kemenkes dan sorotan psikolog
Terkait kasus di Kalimantan Barat, Kementerian Kesehatan RI menyarankan agar orang tua turut mengawasi anak saat bermain lato-lato. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI dr Siti Nadia Tarmizi menyebut, kasus tersebut tergolong kasus trauma.
"Ini kasus trauma, jadi bukan kejadian keracunan dan penyakit ya," terang Nadia kepada detikcom, menjelaskan bahwa kasus tersebut belum terlaporkan ke Kemenkes.
Praktisi kesehatan dr Ahmad Wahyudin Sp THT dari Primaya Hospital mengingatkan, bising yang ditimbulkan oleh permainan lato-lato bukan tidak mungkin berdampak pada gangguan pendengaran, khususnya bagi yang sudah punya riwayat sebelumnya.
"Sebenarnya belum ada yang mengkaji tentang seberapa besar sih suara yang dikeluarkan oleh lato-lato ini. Tapi saya rasa kalau di ruangan terbuka dia main, tidak sampai berada di 85 desibel. Kecuali kalau dia di ruangan tertutup sendirian," terangnya saat dihubungi detikcom Senin (9/1/2022).
Psikolog klinis dan founder pusat konsultasi Anastasia and Associate, Anastasia Sari Dewi, menjelaskan alasan di balik fenomena bising lato-lato yang terasa menjengkelkan. Menurutnya, sebenarnya bukan bisingnya saja yang bikin kesal.
"Satu, kemarin yang viral terkait suaranya yang berisik. Sudah suaranya berisik, kemudian juga ada kengerian takut lato-latonya melukai orang lain di sekitarnya, atau melukai dirinya dia sendiri," jelasnya.
Ia juga menyinggung fenomena FOMO alias Fear of Missing Out di balik viralnya mainan lato-lato. Saking tidak ingin ketinggalan tren, banyak orang ikut memainkannya meski pada waktu dan tempat yang tidak semestinya.
"Ini juga berisiko sehingga tempat-tempat yang dirasa tidak mengizinkan untuk lato-lato pun seperti tempat yang serius kantor, sekolah, rumah sakit, itu menurut saya wajar untuk melarang adanya permainan lato-lato," ungkap Sari.
Artikel ini telah tayang di detikHealth dengan judul Bising Suara Lato-lato Mulai Mereshkan, Protes dan Korban Bermunculan