Perjuangan Warga Tinggal di Desa 'Jalan Neraka' Cianjur

Perjuangan Warga Tinggal di Desa 'Jalan Neraka' Cianjur

Ikbal Selamet - detikJabar
Jumat, 06 Jan 2023 19:00 WIB
Jembatan siluman di Desa Mekarsari, Naringgul, Cianjur.
'Jembatan siluman' salah satu infrastruktur di Desa Mekarsari, Naringgul, Cianjur. (Foto: Istimewa)
Cianjur -

Desa Mekarsari, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, selama tiga tahun berturut-turut berstatus desa berkembang. Namun warga di desa tersebut menganggap status tersebut tidak sesuai, bahkan Desa Mekarsari dianggap masih tertinggal dengan infrastruktur yang tidak memadai dan jaringan telekomunikasi yang minim.

Berdasarkan penelusuran detikJabar, status ini diberikan berdasarkan penilaian Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Tranmigrasi (Kemendes PDTT) melalui Indeks Desa Membangun (IDM).

Dalam dokumen IDM, Desa Mekarsari yang menaungi Kampung Cikurutug mendapat skor IDM 0,6486 pada 2020. Desa Mekarsari kemudian mendapat predikat sebagai desa berkembang dengan rangking ke 35.333 dari seluruh desa se-Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian pada 2021, skor IDM Desa Mekarsari bertahan di angka 0,6486 dan masih berstatus sebagai desa berkembang. Namun, rangking secara keseluruhan turun ke posisi 40.212 dari jumlah desa se-Indonesia.

Hingga pada 2022 kemarin, Desa Mekarsari yang menaungi Kampung Cikurutug masih ditetapkan dengan status desa berkembang. Desa ini mendapat skor IDM 0,6581 dan menempati posisi ke-44.469 dari seluruh desa se-Indonesia.

ADVERTISEMENT

Adapun penilaian yang membuat Desa Mekarsari dinobatkan menjadi desa berkembang karena berdasarkan indeks ketahanan sosial (IKS) desa ini mendapat skor 0,8743. Kemudian untuk indeks ketahanan ekonomi (IKE) dengan skor 0,4333 dan indeks ketahanan ekologi/lingkungan (IKL) dengan skor 0,6667.

Mulyana, warga Kampung Cikurutug Desa Mekarsari, mengatakan jika status tersebut tidak sesuai dengan kondisi di desanya, sebab desanya merupakan satu-satunya desa di Kecamatan Naringgul yang tidak bisa diakses kendaraan roda empat.

"Kalaupun ada mobil yang memaksakan masuk harus melalui sungai dengan lebar 50 meter dan berarus deras. Sungai itu hanya bisa dilalui saat kemarau, kalau musim hujan tertutup air sungai. Jadi kalau mau ke desa kami ya pakai sepeda motor atau jalan kaki," kata dia, Jumat (6/1/2023).

"Makanya yang sakit dan ibu hamil kalau mau ke puskesmas ditandu, karena kalau pakai moto tidak mungkin," tambahnya.

Selain itu, sinyal telepon seluler baru ada pada 2022 lalu, itu pun dengan kondisi sinyal lemah. Bahkan untuk telepon, warga harus menyimpan handphonenya di ventilasi yang berada di atas pintu atau ventilasi Boven.

"Kalau mau telepon apalagi mau kirim pesan lewat WhatsApp, hp harus disimpen di galar (ventilasi udara di atas pintu). Kalau tidak ya tidak bisa telepon," kata dia.

Warga lainnya, Iwan Setiawan mengatakan jaringan internet di Kampung Cikurutug dan kampung lainnya di Desa Mekarsari memang jelek. Bahkan jaringan hanya sampai 3G, tidak 4G.

"Paling bangus itu H+. Seringnya jaringan E (edge). Jadi bagaimana mau buka Internet, jaringannya seburuk itu. Mau kades informasi dari luar daerah susah," ungkap dia.

Tak hanya itu, untuk bisa menonton televisi, warga juga harus memasang parabola. Antena biasa atau yang terbaru Set Top Box (STB) juga tidak berfungsi.

"Jadinya mau informasi lewat internet ataupun televisi susah. Sedangkan parabola kan mahal. Jadi saya rasa Desa Mekarsari ini masih tertinggal. Bahkan desa ini seperti Papuanya Cianjur atau Jawa Barat," pungkasnya.

(orb/iqk)


Hide Ads