Sudah hampir 50 tahun Abah Jajang menekuni profesi sebagai perajin bambu. Sehari-hari ia membuat ayakan atau saringan berbentuk lingkaran yang terbuat dari bambu.
Pria berusia 70 tahun itu sudah sangat terampil menyerut dan menganyam helaian bambu menjadi barang multiguna. Kemampuannya menganyam ternyata didapat dari ayahnya yang juga perajin bambu.
Baca juga: Amukan Cikapundung Lumpuhkan Bandung |
"Dari orang tua, dari kecil sudah belajar buat. Waktu usia abah 14 tahun mulai belajar dan sampai tua masih bikin ini. Sedikit-sedikit juga bisa ada pemasukan," kata Abah Jajang saat ditemui detikJabar beberapa waktu lalu di Kampung Cisitu, Desa Sukamulya, Kecamatan Caringin, Kabupaten Sukabumi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari penghasilannya sebagai perajin ayakan, Abah Jajang bisa menghidupi istri dan tiga anaknya. Ketiga anaknya saat ini sudah hidup mandiri dan berkeluarga, salah satunya juga meneruskan usaha abah sebagai pengrajin bambu.
Abah Jajang mengatakan, dalam waktu tiga hari ia bisa membuat 20 buah ayakan. Ayakan itu kemudian dijual di Pasar Sekilat dengan harga yang sesuai.
"Tiga hari satu kodi (20), jadi subuh teh sudah selesai nggak ada lagi pembeli. Per satuan ngaborongkeunna (dihargainya) Rp 15 ribu, kalau sekodi Rp 300 ribu," ujarnya.
![]() |
Selain membuat ayakan, Abah Jajang juga membuat produk lain dari bambu misalnya seperti tempat pasir, hihid (kipas), aseupan (kukusan), tudung saji, dan lain-lain.
"Ya orang yang membutuhkan barang-barang ini tidak ada batasnya, alhamdulillah laku terus. Sedikit pun bisa mencukupi biaya keluarga," katanya.
Abah Jajang merupakan salah satu perajin yang bergabung dengan Dunia Bambu Sukabumi. Ketua Dunia Bambu Sukabumi Agus Ramdhan menambahkan, kerajinan bambu ini berhasil ekspor ke berbagai negara.
"Sudah ada yang ke Timur Tengah, Asia dan Eropa. Bahkan menurut informasi di Eropa ada bangunan-bangunan bambu itu sebagaian besar dari Kabupaten Sukabumi," kata Agus.
Terampil Tangan Srikandi
Tangan-tangan para ibu-ibu begitu terampil membuat kerajinan bambu di Kampung Cisitu, Desa Sukamulya, Kecamatan Caringin, Kabupaten Sukabumi. Mereka terlihat membuat beberapa kerajinan seperti keranjang dari bambu, kipas awi hingga gantungan kunci.
Kerajinan bambu ini dipertahankan secara turun-temurun. Salah satunya Mak Ini (70) yang sudah menekuni kerajinan bambu sejak tahun 1970-an.
"Nggak susah karena sudah terbiasa. Dari kecil belajar sama orang tua," kata Ini saat ditemui detikJabar beberapa waktu lalu.
Selain Mak Ini, Enung Masitoh (46) pun mulai menekuni kerajinan bambu sejak tiga tahun yang lalu. Meski terbilang baru, ia sudah menunjukkan ketertarikannya pada seni anyaman bambu.
"Ibu mah baru tiga tahunan. Pertamanya kan ibu mah nggak bikin sendiri, cuma bantu-bantu, misal bantu pesanan keranjang atau parsel," kata Enung.
![]() |
Lama-kelamaan, ia membuka produksi kerajinan bambu sendiri. Beberapa kali Enung mengikuti pelatihan agar bisa secara mandiri membuat berbagai macam kerajinan bambu.
"Sekarang saja sudah ikutan pelatihan, jadi bkin sndiri. Contoh produknya keranjang buat parsel, buat nasi bakar, buat wadah, ini bikin kipas awi, tas dan lain-lain," ujarnya.
Enung mengatakan, hasil dari penjualan kerajinan bambu memang tak seberapa. Namun usaha itu ia tekuni sebagai sampingan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
"Kalau cukup ya dicukup-cukupi saja, jadi sampingan. Pagi ke kebun, siangnya baru bikin ini (kerajinan bambu). Misal dari Dhuhur sampai Ashar bisa 10 buah," ucapnya.
Hasil kerajinan Srikandi pengrajin bambu ini nampaknya diminati masyarakat. Buktinya, mereka sudah mendapatkan pesanan untuk lebaran tahun depan.
"Sudah ada (pesanan) buat nanti bulan puasa, katanya buat parsel lebaran. Harapannya sih terus banyak yang order, di sini banyak (pengrajin bambu) cuma yang bikin keranjang kaya ginian belum banyak cuma kita-kita saja," tutupnya.
(iqk/orb)