Mahasiswa di Sukabumi melakukan aksi demo menolak Undang-undang KUHP. Aksi demo berujung ricuh hingga mengakibatkan seorang mahasiswa terluka.
Aksi demo itu dilakukan mahasiswa Sukabumi yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Sukabumi (ABSI). Mereka melakukan aksi depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Sukabumi, Selasa (27/12/2022) sore.
Para massa mendatangi gedung DPRD setelah melakukan longmarch dari Lapang Merdeka. Atribut demo berupa spanduk dibentangkan oleh mahasiswa. Spanduk tersebut bertuliskan 'Pemerintah Tak Bersama Rakyat.'
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada pertengahan penyampaian aspirasi, mahasiswa sempat berusaha masuk ke gedung DPRD dan ditahan oleh pihak kepolisian menggunakan barikade. Aksi saling dorong pun tak terhindari.
Pukul 18:16 WIB massa masih bertahan di depan gedung DPRD. Aksi mereka juga dikawal oleh puluhan aparat kepolisian. Massa juga sempat membakar spanduk yang awalnya mereka bawa.
Ketua ABSI Rifki Rizaldi Rahmatullah mengatakan, ada beberapa tuntutan yang dibawa ke gedung dewan. Mereka menuntut agar DPR RI Dapil Sukabumi dapat menjawab terkait pasal-pasal kontroversial.
"Kita menuntut dan mendesak kepada DPR RI Dapil Sukabumi untuk bisa menjawab pasal-pasal kontroversial soalnya sampai saat ini belum ada kejelasan. Kita melihat ada kecacatan daripada DPR RI untuk membuat produk hukum," kata Rifki kepada detikJabar.
Dia menilai ada 10 pasal yang kontra bagi masyarakat termasuk salah satunya pasal 214. Menurutnya, UU yang disahkan pada 6 Desember lalu ini belum terbuka secara umum.
"Kita juga melihat DPR RI sampai saat ini belum membuka draft final dari lembaga atas nama DPR. Apalagi ketika UU ini telah disahkan itu seharusnya DPR membuka draf di JDIH tapi sampai saat ini tidak ada," ujarnya.
Selain menyoroti isu nasional, para mahasiswa juga menyinggung terkait pembangunan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Cikundul yang diduga mangkrak. Padahal pembangunan tersebut menggunakan anggaran Rp 13,5 miliar dari Kementerian PUPR dan ditargetkan selesai pada tahun 2021.
"Pada saat itu anggaran dari KemenPUPR sebesar Rp13 M untuk membangun TPA Cikundul. Tapi sampai saat ini pembangunan mangkrak padahal pembangunan itu (harusnya) diselesaikan pada tahun 2021," kata dia.
Persoalan dugaan korupsi Pasar Pelita juga tak luput dari perhatian mahasiswa. "Jika tuntutan tidak dipenuhi kita akan mengeluarkan statement mosi tidak percaya. Di bulan yang akan datang kita akan membawa massa yang lebih banyak lagi," ungkapnya.
Terkait adanya dugaan tindakan represif aparat penegak hukum, pihaknya sangat menyayangkan atas tindakan tersebut. Menurutnya, aparat kepolisian harus berkaca dari tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan warga sipil.
"Sangat disayangkan, kita ke sini dengan damai, kita ke sini hanya meminta perwakilan dari DPRD untuk datang dan menjawab apa yang jadi tuntutan kita. Kenapa sampai saat ini aparat penegak hukum selalu melakukan tindakan represif, mereka tidak berkaca dari tragedi Kanjuruhan dan bisa dikatakan polisi ini tidak punya moral," ucapnya.
Mufti Fajar (21) mahasiswa STIE Pasim merupakan salah satu mahasiswa yang terluka. Dia mendapatkan luka ringan di kaki kirinya. Ketika peristiwa itu terjadi, ia langsung dibantu oleh rekan medis dari mahasiswa. Mufti juga berencana akan mengambil langkah hukum.
"Luka di kaki kiri. Langsung ke belakang, soalnya kalau ambil langkah terasa sakit. Kecewa dan kesal juga. Rencananya iya (ambil langkah hukum," tutupnya.
(dir/dir)