Sejarah Gereja Bethel, Gereja Pertama di Kota Bandung

Sejarah Gereja Bethel, Gereja Pertama di Kota Bandung

Tya Eka Yulianti - detikJabar
Jumat, 23 Des 2022 15:00 WIB
Gereja tua di Kota Bandung.
Gereja Bethel Bandung (Foto: Mochamad Solehudin)
Bandung -

Gereja Bethel yang berada di Jalan Wastukencana Bandung merupakan gereja Protestan tertua di Kota Bandung. Gereja Bethel ini dibangun pada tahun 1924 dan diresmikan pada 1 Maret 1925.

Berdiri di lahan seluas 3.278 meter persegi gereja ini merupakan gereja pertama sekaligus yang tertua di Kota Bandung.

Berawal dari rumah Ibadah sederhana, Gereja Bethel Bandung merupakan salah satu tonggak penyebaran agama Kristen di Tatar Sunda pada abad ke-19. Arsitektur bangunan ini kaya simbol teologis yang menggambarkan ajaran mulia kitab suci. Ini adalah gereja Protestan yang pertama kali dibangun di Kota Bandung, yakni pada Mei 1924, di atas lahan seluas 3.278 meter persegi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun ternyata selain di Jalan Wastukencana, ada alternatif lain pembangunan lokasi Gereja Bethel saat itu. Dimana, dan bagaimana sejarahnya hingga akhirnya dibangun di lokasi saat ini.

Sejarah Gereja Bethel

Dikutip dari laman gpibbethelbandung.org dan jurnal Albertus Napitupulu, FIB UI, 2009 yang diunggah ui.ac.id, berikut ini sejarah dan asal-usul Gereja Bethel Bandung.

ADVERTISEMENT

Penyebaran injil di Bandung mulai menyebar sekitar tahun 1970 oleh lembaga pekabaran Injil yaitu Nederlandsche Zendings Vereeniging (NZV). Pendeta mulai ditempatkan di Bandung tahun 1885. Hingga semakin banyak orang Belanda yang datang dan bermukim di kota Bandung pada tahun 1893-189. Hal ini membuat semakin banyak pula jemaat yang ada di kota Bandung.

Melihat keadaan tersebut, Pendeta J. A. Tijdeman (1893-1897) mengusulkan untuk membangun rumah ibadah sederhana sebagai tempat untuk melakukan ibadah bersama. Pada tanggal 11 April 1897, rumah ibadah sederhana selesai dibangun dengan ukuran yang cukup bagi seluruh jemaat yang ada waktu itu.

Namun semakin banyaknya orang Eropa yang pada umumnya beragama Kristen mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah jemaat di kota Bandung. Hal ini mengakibatkan rumah ibadah sederhana yang telah dibangun tidak mampu lagi menampung seluruh jemaat yang hendak beribadah.

Pada tahun 1916 dilakukan sidang jemaat yang memutuskan untuk membangun gereja yang lebih besar. Pada bulan Februari 1917, Dewan Gereja menyetujui salah satu gambar sketsa bidang dasar bangunan untuk pembangunan gereja yang ditawarkan secara cuma-cuma oleh sebuah biro jasa pemborong bernama Harmsen en Plagge di Semarang. Sketsa tersebut berbentuk salib Portugis yang berlengan sama panjang. Dewan Gereja memperkirakan biaya pembangunan sebesar 1 ton=1 gouds (goud=uang emas).

Kemudian dilakukan pemilihan lahan yang akan dibangun gereja yang baru. Terdapat beberapa pilihan, antara lain Insulinde Park (sekarang bernama Taman Lalu Lintas) dan lapangan yang ada di dekat Pieters Park (sekarang digunakan sebagai gedung Balaikota Bandung), sekitar lahan gereja lama dan tanah milik seorang jemaat pengurus gereja bernama T. J. Jaski.

Anggaran yang ditetapkan untuk pembangunan sebesar 40.000 gulden. Sampai pada tahun 1922 terkumpul uang sebesar 5.000 gulden. Uang tersebut merupakan sumbangan dari jemaat yang terdiri dari orang kaya, tentara dan juga orang yang kurang mampu yang merelakan sedikit uang untuk pembangunan gereja.

Pada tahun 1923, yaitu pada masa pelayanan Pendeta N. Klassen, terkumpul uang sebesar 14.000 gulden. Kemudian pada bulan April 1924 terkumpul dana sebesar 20.000 gulden. Pada tanggal 1 Mei 1924 bertempat di seberang Pieters Park, dimulai pembangunan gereja baru.

Sketsa bangunan yang telah ada disempurnakan oleh arsitek Prof. C. P. Wolff-Schoemaker secara cuma-cuma. Anggaran pembangunan gereja baru mengalami penambahan karena adanya rencana untuk membangun bangunan tambahan di samping bangunan utama seperti menara setinggi 16 m yang pada bagian atasnya terdapat jam, ruang koster1, ruang katekisasi2, gudang dan parkir sepeda.

Pada tanggal 20 Mei 1924 gedung gereja lama mulai dirobohkan dan pada awal Juli 1924 dilakukan peletakan batu pertama gereja yang baru. Selama 10
bulan para jemaat melakukan ibadah secara berpindah-pindah. Tempat yang biasanya digunakan untuk beribadah antara lain di lapangan untuk pasar malam
dan juga di HBS (Hoogere Burger School sekarang Santa Ursula).

Untuk menghemat pemakaian material bangunan maka Wolff-Schoemaker melakukan sedikit perubahan pada rancangan bangunan. Ruang tengah searah garis
tengahnya lebih diperlebar, hingga ke bentuk salib yang salah satu lengannya yang mengarah ke barat diperpanjang. Bagian yang diperpanjang ini pada
akhirnya akan diperuntukan bagi ruang katekisasi. Konstruksi atap dibuat sederhana dengan menggunakan atap sirap. Langit-langit pada ruangan utama
dibuat melengkung yang terbuat dari bahan kapur atau gips dipadu kasa kawat.

Gedung gereja baru akhirnya selesai pada bulan Februari 1925 dan diresmikan pada tanggal 1 Maret 1925 bertepatan dengan Minggu Advent pertama. Atas keputusan Dewan Gereja maka gedung gereja baru di beri nama "De Nieuwe Kerk".

Sesudah Indonesia merdeka terjadi pengambilalihan aset-aset bangsa asing oleh pemerintah Indonesia dan juga penyesuaian nama-nama tempat yang menggunakan nama asing menjadi nama yang berbahasa Indonesia. Maka pada tahun 1964 melalui sidang paripurna majelis jemaat nama gereja ini berubah nama dari "De Nieuwe Kerk" menjadi Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) "Bethel" hingga sampai saat ini.

Nama Bethel yang merujuk pada Kitab Kejadian ini bermakna rumah Tuhan atau pintu gerbang surga. Pada pintu masuk utama terdapat lima anak tangga. Jumlah ini melambangkan lima batu yang dipakai David melawan Goliat. Di bagian atas pintu tersemat tulisan dalam bahasa Latin yang menyatakan bahwa rumah ini merupakan persembahan bagi Tuhan.

Menara lonceng di sudut gereja melukiskan keagungan Tuhan. Lonceng ini dibunyikan menandai waktu Ibadah. Ruang utama gereja dihiasi jendela berkolom melengkung dengan 10 lubang angin. Jendela ini melambangkan 10 perintah Tuhan kepada Nabi Musa. Sebuah lampu gantung besar dipasang di tengah ruangan yang melambangkan peran iman sebagai pegangan dalam perjalanan hidup manusia.




(tey/tey)


Hide Ads