Marak korban dugaan pungutan liar (pungli) dalam proses pemutusan hubungan kerja (PHK) di salah satu perusahaan yang berlokasi di Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang. Korban disebut mencapai ratusan orang sejak 2021.
Anggota DPRD Karawang Tatang Taufik menuturkan, ia mendapat laporan dari belasan mantan karyawan PT tersebut pada Senin (5/12/2022).
"Mereka mengadukan bahwa karena mereka harus menyetorkan uang sekitar Rp 4 hingga Rp 20 juta dari uang pesangon yang mereka dapatkan setelah PHK, kepada oknum perusahaan," ujar Tatang saat dikonfirmasi, Rabu (14/12/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menuturkan, para karyawan ditawari keluar kerja, tapi dengan syarat mereka harus membayar sejumlah uang jika keputusan keluar kerja atau PHK sudah diputuskan dan disetujui perusahaan.
"Mereka memaksa meminta, bahkan ada yang memotong sendiri. Nilainya itu yang paling kecil Rp 4 juta, ada yang paling besar Rp 20 juta," kata dia.
Tatang mengungkap, pihaknya saat ini sedang mengadvokasi para tenaga kerja yang menjadi korban pungli PHK tersebut. Tatang juga sudah meminta dinas terkait menindaklanjuti permasalahan tersebut.
Terpisah, Siti Karsinah salah seorang mantan karyawan bagian assembling perusahaan tersebut menuturkan, ia menjadi salah satu korban dalam pungli dengan nominal yang cukup besar.
"Awalnya dulu perusahaan menawarkan kepada kami yang sudah berusia tua, bagi yang mau resign dipersilakan dan perusahaan akan mempermudah proses pengajuannya," ujar Siti saat dihubungi detikJabar.
Pengunduran diri yang diajukan Siti diberikan kepada E dan M, yang merupakan dua admin line perusahaan. E dan M lalu menjelaskan ada biaya administrasi yang diambil dari uang pesangon jika ingin PHK.
"Biaya adminnya waktu itu ditawarkan mereka Rp 20 juta. KTP saya juga ditahan, nanti kalau kami sudah transfer uang Rp 20 juta tersebut, KTP dan paklaring baru diberikan," ungkapnya.
Para oknum yang melakukan pungli tersebut, menurut Siti, juga merampas langsung ATM-nya setelah pesangon dicairkan perusahaan. Para oknum tersebut menarik langsung uangnya di ATM koperasi perusahaan.
"Saya kerja dari 2011, resign itu Februari 2022, kalau ditotal sudah 6 tahun bekerja saya dapat pesangon Rp 75 juta. Hanya waktu itu sama admin diambil Rp 20 juta, langsung dia maksa ngambil di ATM saya," ucap Siti.
Ia berharap para oknum yang melakukan pungli tersebut, bisa diproses hukum, "Harapan kami, uang kami dikembalikan, karena uang itu hasil jerih payah kami. Masak kami keluar dari perusahaan juga harus dimintai uang," kata Siti.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Karawang Rosmalia Dewi mengatakan pihaknya sudah mendengar aduan tersebut. "Sudah dari tiga hari lalu kami membuka pengaduan eks karyawan PT CSG yang diduga jadi korban pungli PHK, menurut laporan data yang masuk sudah ada 180 aduan," ujar Ros saat ditemui di Kantor Bupati Karawang.
Ia menjelaskan, setelah data-data Karyawan terkumpul, selanjutnya pihak Disnakertrans akan melaporkan berkas tersebut ke Polres Karawang. "Kita kumpulkan datanya dulu, lalu membuat laporan, karena ini sudah masuk ranah pidana, namun kami tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah, semoga kasus ini cepat terungkap," ujar Rosmalia.
Dikonfirmasi terpisah, Leader HR PT Chang Shin Group (CSG) Susilo menanggapi isu pungli PHK tersebut. Ia mengatakan dugaan pungli itu dilakukan oknum yang mengatasnamakan perusahaan. Ia juga memastikan kondisi perusahaan tetap kondusif dan berproduksi meski permasalahan dugaan pungli mencuat.
"Sebenarnya perusahaan agak terganggu karena ini menyangkut nama baik perusahaan, tapi sejauh ini kondisi perusahaan masih kondusif dan produksi tidak terganggu. Kita juga membangun komunikasi antara pimpinan dengan karyawan, seperti tidak dalam masalah," ujar Susilo.
Menurut Susilo, saat ini pihak perusahaan menyerahkan kasus dugaan pungli yang menimpa ratusan mantan karyawannya itu. Apalagi kasus itu menurutnya sudah ditangani pemerintah daerah Kabupaten Karawang dan pihak kepolisian.
"Yah, kalau perusahaan berharap proses penanganannya dapat diselesaikan dengan tuntas. Karena kami khawatir kondisi serupa akan terulang kembali, menyangkut nama baik perusahaan kami," tutur Susilo.
(iqk/orb)










































