Kenangan Rokayah Saat Gempa Guncang Sumedang 1955

Kenangan Rokayah Saat Gempa Guncang Sumedang 1955

Nur Azis - detikJabar
Sabtu, 03 Des 2022 13:30 WIB
Rokayah (95), saksi sejarah gempa Sumedang 1955.
Rokayah (95), saksi hidup bencana gempa Sumedang 1955 (Foto: Nur Azis/detikJabar).
Sumedang -

Gempa dahsyat pernah terjadi di Sumedang pada 1955. Ratusan rumah warga hancur akibat dahsyatanya guncangan gempa.

Rokayah (95), warga Kecamatan Sumedang masih mengingat bagaimana dahsyatnya gempa yang meluluhlantakkan Sumedang kala itu. Berbagai kerusakan terjadi gegara gempa tersebut.

"Lantai rumah warga itu sampai terangkat dan banyak yang rusak akibat guncangan gempanya yang begitu besar," ungkap Rokayah kepada detikJabar, belum lama ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia bersama keluarganya yang tengah berada di dalam rumah, saat itu seketika langsung berlarian keluar rumah. Begitu pun dengan warga lainnya.

"Warga saat itu sementara langsung pada diam di luar rumah karena gempa yang dirasakan besar sekali," terang Rokayah yang kala itu bersama suaminya telah dikaruniai empat orang anak.

ADVERTISEMENT

Rokayah mengaku gempa 1955 menjadi gempa paling besar yang pernah dirasakannya selama tinggal di Kabupaten Sumedang. "Belum ada gempa sebesar itu selama emak (nenek) tinggal di Sumedang," ujarnya.

Gempa saat itu guncangannya membuat pemukiman warga bergerak seperti membentuk gelombang. Informasi itu didapat Rokayah berdasarkan cerita kakaknya yang saat kejadian kebetulan sedang berada di perbukitan.

"Apalagi menurut kakak saya yang saat itu sedang mencari kayu bakar di dalam hutan perbukitan, katanya melihat ke bawah atau ke pemukiman warga itu atap-atap gentingnya seperti ombak banyu, bergerak dan bergelombang saat gempa terjadi," paparnya.

Bahkan tidak lekang dari ingatan Rokayah, gempa terjadi bertepatan dengan adanya lomba pacuan kuda di kawasan Sindangraja, Kecamatan Sumedang Selatan.

"Saya masih ingat saat gempa terjadi itu sedang ada pacuan kuda. Dikabarkan saat itu tenda penonton sampai ambruk akibat gempa namun saat itu tidak ada kabar adanya korban jiwa, warga dikabarkan hanya mengalami luka-luka ringan saja," tuturnya.

Menurut Rokayah, gempa yang terjadi tidak sampai memakan korban jiwa lantaran pemukiman penduduk kala itu masih jarang-jarang. Ditambah, model rumah kala itu masih didominasi oleh bangunan dengan material bambu dan kayu.

"Rumah emak itu lantai bawahnya banyak yang hancur karena permukaan tanahnya jadi terangkat oleh gempa, tapi bagian atapnya tidak ada yang rusak," ucapnya.

Rokayah sendiri bersama keluarganya selamat dari kejadian gempa saat itu. Dia telah dikarunia 9 orang anak, 9 orang cucu dan 4 orang cicit. Sementara suami dan ketiga anak di antaranya telah meninggal dunia lebih dulu.

Rokayah merupakan lulusan Hollandsch-Inlandsche School (HIS). Ia pun cukup faham berbahasa Belanda.

Saat ini, Rokayah dirawat dan tinggal bersama anak dan cucu-cucunya. Meski usia telah merenggut kondisi fisiknya namun daya ingat Rokayah masih terbilang cukup tajam di usianya saat ini.

Peristiwa gempa yang mengguncang Kabupaten Sumedang juga menjadi perhatian sejumlah surat kabar atau jurnal Hindia-Belanda kala itu. Salah satunya oleh Algemen Dagblad berjudul Ernstige Aardbeving op West (Gempa Parah Terjadi di Barat) yang terbit pada Selasa, 16 Agustus 1955.

"Een serie aardschokken heeft grote vernielingen aangericht In de plaats Soemedang in West-Java. De eerste van de tien aardschokken werd gevoeld om half elf Zondegochtend en de laatste om negen uur Maandagochtend. Een groet deel van Soemedang, een plaats van 12.400 Inwoners, 32 km ten oosten van Bandoeng, is vernield. Bijna 200 gebouwen werden vernietigd of beschadigd. Er deden zich geen persoonlijke ongelukken voor"

Di sana tertulis bahwa serangkaian gempa bumi terjadi sebanyak 10 kali di Sumedang. Dari rentetan gempa itu, getaran gempa pertama dirasakan pada Minggu sekitar pukul 10.30 pagi. Sementara getaran terakhir dirasakan pada keesokan harinya atau Senin pagi sekitar pukul 09.00 WIB.

Akibat gempa itu, sedikitnya 200 bangunan hancur atau rusak. Disana juga disebutkan bahwa penduduk Sumedang kala itu berjumlah 12.400 jiwa.

Kabar serupa diberitakan oleh surat kabar Het Vrije Volk yang juga terbit pada Selasa 16 Agustus 1955. Judulnya berbunyi Aardbeving op JAVA atau Gempa Bumi di Jawa.

Data terkait kerusakan bangunan disebutkan sedikit detail dalam pemberitaan surat kabar ini. Sedikitnya ada sebanyak 38 bangunan mengalami kerusakan total.

Sementara 133 bangunan termasuk kantor bupati, masjid dan kantor komandan militer ada yang mengalami retakan. Di sana juga disebutkan tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut.

(mso/mso)


Hide Ads