Plastik-plastik itu mengapung di tambak kecil seolah tidak terpakai. Namun, sejumlah plastik transparan itu ternyata terdapat bibit udang yang siap ditebar oleh Efendi (60).
Sejak pagi, Efendi mulai menaruh sejumlah plastik yang berisi ratusan ribu benur udang vaname. Dalam keadaan plastik terbuka, Efendi menunggu sambil mengamati selama beberapa menit. Ketika terlihat sudah beradaptasi, benur vaname ditebar ke dalam kolam tersebut.
Efendi merupakan salah satu pembudidaya udang vaname di Desa Tambak, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu. Namun, pria yang sudah berusia lanjut itu hanya membudidaya udang vaname atau yang disebut udang kaki putih itu dengan waktu singkat. Cara budidaya ini kemudian dikenal dengan sebutan oslahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Benur udang atau dikenal oslah yang sudah berada di tambak selama 10 hari sampai 2 pekan itu kemudian dipanen. Efendi pastikan oslah tersebut tetap hidup dengan diberikan tambahan selang oksigen pada ember sebelum ribuan oslah dijual.
"Sepetak ditanam 250 ribu benur sampai menjadi olsah. Dari harga beli Rp. 20.000 per ekor benur, saya jual Oslahan Rp. 35.000 per ekornya," kata Efendi di tengah kesibukannya menebar benur udang, Senin (28/11/2022).
Dari 250 ribu benur yang ditebar, Efendi bisa memanen oslah sekitar 60-70 persen. Jika sedang beruntung, hasil panen setiap satu kolam mencapai 80 persen dan menuai untuk jutaan rupiah.
"Perbandingan nya, udang kalau 1 kali berhasil tiga kali gagal itu masih bisa kembali modal hitungan nya," kata Efendi kepada detikJabar.
![]() |
Pengalaman Efendi yang cukup matang di bidang budidaya jadi modal utama. Dalam proses pembibitan (oslahan), kondisi cuaca menjadi perhatian khusus. Agar ribuan bibit bisa bertahan.
Dampak anomali cuaca yang terjadi selama 2 tahun belakangan sangat dirasakan Efendi. Tak jarang, ia harus mengeluarkan modal besar untuk mengisi air yang baru ke dalam kolam akibat terjadinya salinitas.
"Oslahan ini susah, kadar garam 30 ppm sedangkan musim hujan bisa nol kadar garam nya. Belum kena stres karena perubahan cuaca," ujarnya.
"Hampir setiap periode ngalami kaya gitu satu kolam kadang mati karena hujan," sambung Efendi.
Dari kondisi itu, Efendi hanya mengelola 5 dari 12 tambak yang ia miliki. Meski sedikit lanjut Efendi, oslahan hasil budidaya nya masih cukup laku. Karena, kebutuhan olsah yang sudah beradaptasi masih banyak diminati.
"Dulu pernah jual oslah sampai ke Kalimantan, sekarang udah gak lagi karena sudah banyak pembibitan. Yang penting kembali modal udah cukup," ujarnya.
Metode oslahan atau dederan tersebar di sejumlah wilayah Indramayu. Mulai dari Kecamatan Krangkeng, Cantigi, Kandanghaur, Indramayu, Sindang, dan Kecamatan Pasekan hingga Kecamatan Losarang.
Sebab, kata Kepala Bidang Perikanan Budidaya, Dewi Sri Hartati menjelaskan, pendederan oslahan itu dilakukan untuk mengadaptasi benur dengan lingkungan setempat. Hal itu dapat mempengaruhi tingkat kehidupannya agar lebih tinggi.
"Pesen saya untuk pendederan itu benihnya yang jelas asal usulnya, kalau bisa pastikan yang bebas penyakit," kata Dewi saat ditemui detikJabar.
Dalam meningkatkan produktivitas budidaya perikanan darat. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu, menyiapkan laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan untuk mendeteksi kondisi air dan virus pada ikan atau udang.
"Nama virusnya TS ada juga mios, kalau kondisi lingkungan baik tidak akan muncul penyakit kalau ada goncangan air udang bisa stres dan penyakit bisa masuk. Makanya kita manajamen kualitas air," ujarnya.
Selain menjadi komoditas utama. Oslahan banyak diburu oleh petambak budidaya jenis lainnya. Biasanya beberapa komoditas dibudidaya dalam satu tambak yang disebut budidaya polikultur.
"Kalau produksi udang di Indramayu naik terus," pungkasnya.
(yum/yum)