Silang Sengkarut Penanganan Perlintasan KA Tak Berpalang Pintu

Silang Sengkarut Penanganan Perlintasan KA Tak Berpalang Pintu

Faizal Amiruddin - detikJabar
Senin, 14 Nov 2022 19:00 WIB
Penampakan mobil di Tasikmalaya yang terpental 40 meter akibat ditabrak kereta
Mobil hancur ditabrak kereta api di Tasikmalaya (Foto: Faizal Amiruddin/detikJabar).
Tasikmalaya -

Kecelakaan mobil tertabrak kereta api yang menewaskan 3 orang di perlintasan tak berpintu Jalan Leuwidahu, Kota Tasikmalaya, Minggu (13/11/2022) pagi menyisakan pertanyaan publik.

Sorotan mengarah kepada pemerintah dan PT KAI terkait pemenuhan sarana keamanan di lintasan KA tak berpintu tersebut. "Seperti saling lempar antara PT KAI dengan Pemkot Tasikmalaya. Banyak lho perlintasan tak berpintu yang sudah memakan korban. Selain Leuwidahu, ada juga Manonjaya yang dekat pesantren," kata Lusi Nurasiyah, warga yang setiap hari melintas perlintasan KA Leuwidahu, Senin (14/11/2022).

Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Tasikmalaya Gumilar mengatakan beberapa waktu lalu pihaknya sudah mengajukan palang pintu untuk perlintasan Leuwidahu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita sebenarnya sudah berupaya untuk mengajukan palang pintu dan sebagainya. Namun, tidak ada titik temu dengan PT KAI. Akhirnya jadi saling lempar," kata Gumilar.

Gumilar juga mengatakan syarat yang harus ditempuh oleh Pemkot untuk membuat palang pintu yang resmi, cukup rumit dan memberatkan Pemkot.

ADVERTISEMENT

"Kami minta itu dilegalisasi atau dikasih palang pintu. Namun kan syaratnya macam-macam. Pertama pegawai harus dari pemerintah setempat. Kedua peralatan harus ditanggung pemerintah setempat. Ketiga kami harus menyewa tanah untuk palang pintu itu. Kan lucu," kata Gumilar.

Sebagai solusi sementara Pemkot kemudian membuat pos jaga untuk para relawan yang berjaga di lintasan tersebut. "Beberapa tahun lalu kami buat palang manual dan pos penjagaaan. Itu dibangun oleh Pemkot," kata Gumilar.

Dia juga mengaku sudah menginventarisasi semua perlintasan dengan harapan dilakukan penanganan sehingga potensi kecelakaan bisa ditekan.

"Saya sudah coba inventarisir semua perlintasan yang ada. Termasuk yang ada di jalan tidak resmi. Kalau diLeuwidahu saya tidak setuju disebut liar. Harusnya, ada koordinasi dari pusat, provinsi, dan kota. Jadi masing-masing menganggarkan untuk perlintasan. Kalau ada anggaran, tidak akan sulit menjadikan itu resmi," kataGumilar.

Dihubungi terpisah Humas PT KAI Daops 2 Kuswardoyo mengatakan perlintasan Leuwidahu merupakan perlintasan liar. "Memang kita tahu itu adalah perlintasan liar atau tanpa palang pintu. Namun tentunya, semua pengguna jalan raya yang bersimpangan dengan perlintasan seharusnya mereka berhenti dulu, perhatikan kanan kiri. Ketika aman, baru menyeberang perlintasan itu. Karena mungkin kurang hati-hati, itu menemper KA Serayu dari arah Bandung menuju Purwokerto," kata Kuswardoyo.

Terkait penindakan PT KAI terhadap perlintasan-perlintasan liar, dia mengatakan hal itu menjadi salah satu target kinerja.

"Kami di PT KAI setiap tahun memiliki target untuk melakukan penutupan perlintasan liar. Tahun ini kami punya target menutup 14 perlintasan liar, yang sudah kami kerjakan 16 unit," kata Kuswardoyo.

Dia mengatakan kemunculan perlintasan liar relatif sulit dikontrol. "Karena memang perlintasan liar itu tumbuhnya tak bisa kita kontrol. Ada perumahan baru, tahu-tahu ada perlintasan. Ada sawah baru, ada perlintasan untuk angkut padi," katanya.

Kuswardoyo menambahkan tugas penutupan perlintasan liar itu menurut UU 23 Tahun 2007 itu ada pada pemerintah dan Pemda. "Namun karena saat ini masih jarang pemerintah yang langsung melakukan penindakan, akhirnya kami berkoordinasi dengan pemerintah setempat, melakukan penutupan," kata Kuswardoyo.

Terkait mekanisme bagi pemerintah daerah yang ingin membuat perlintasan resmi, Kuswardoyo mengatakan ada beberapa tahapan yang harus ditempuh.

"Kalau memang warga atau pemerintah ingin membuat perlintasan sebidang resmi, mereka harus mengajukan ke Kemenhub, cq Ditjen Perkeretaapian. Nanti tim dari Ditjen akan datang ke lokasi untuk melakukan studi kelayakan," kata Kuswardoyo.

Apabila disetujui, lanjut Kuswardoyo, maka mulai palang pintu, pos penjagaaan dan petugasnya, akan menjadi tanggung jawab pihak yang mendapat izin atau mengajukan.

PT KAI akan ikut membantu memberikan pelatihan kepada petugas di sana. Karena petugas harus terlatih dan memiliki sertifikat kecakapan. Setelah itu, petugas akan diuji untuk mendapatkan sertifikat.

"Jadi tidak semua orang bisa menjaga. Walau hapal jadwal, tapi kan ada kereta yang tidak terjadwal perjalanannya," kata Kuswardoyo seraya menegaskan PT KAI tidak memiliki kewajiban membuat palang pintu perlintasan.

Kuswardoyo juga memaparkan di wilayah Daop 2 totalnya terdapat sebanyak 406 perlintasan. Tapi yang resmi atau berpalang pintu hanya 104 titik.

"Data perlintasan di Daop 2 itu ada 406 perlintasan sebidang yang bersinggungan dengan jalan. Namun, yang liar mencapai 302. Berarti yang resmi hanya 104 unit," kata Kuswardoyo.

Halaman 2 dari 2
(mso/mso)


Hide Ads