Pesantren merupakan salah satu kekuatan yang memiliki potensi besar untuk menggerakkan roda ekonomi di Jawa Barat. Berdasarkan Pangkalan Data Pondok Pesantren Kementerian Agama (Kemenag) RI, jumlah ponpes di Jawa Barat tercatat mencapai 8.343 pesantren.
Melihat potensi itu, Pemprov Jabar pun memiliki program pemberdayaan ekonomi pesantren yakni OPOP atau kependekan dari One Pesantren One Product. Salah satu jebolan program itu yakni Pesantren Miftahul Khoir yang berada di Jl Tubagus Ismail, Dago, Kota Bandung.
Pesantren Miftahul Khoir memiliki usaha konveksi dan baju-baju anak dengan merk Alifba. Omzet di bidang fesyen ini pun tak main-main dari puluhan juta hingga ratusan juta Rupiah setiap bulannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suara Deru mesin jahit menyambut detikJabar ketika menyambangi tempat produksi baju di Miftahul Khoir. Sejauh mata memandang, di dalam ruangan itu bertumpuk potongan kain yang telah dipola yang siap dijahit menjadi baju di antara mesin-mesin jahit yang berjejer.
Tempat produksi itu berada di rumah Ustaz Yusuf Hendra Saputra SEI (35), seorang pengajar di Miftahul Khoir yang sekaligus menggawangi bisnis konveksi dan baju anak Alifba. Yusuf mengatakan, setiap tingkat rumahnya memiliki fungsi masing-masing.
"Lantai dua tadi untuk keperluan display produk Alifba, lantai tiga untuk menjahit, memotong pola, dan packing, sedangkan lantai empat untuk sablon," tutur Yusuf ketika berbincang dengan detikJabar belum lama ini.
Berawal dari Usaha Sablon hingga Ekspor
Yusuf mengatakan, usaha di bidang fesyen ini berawal dari usaha jasa sablon di pesantren. Sebagai modal, ia menjual mobil pribadinya untuk menjalankan bisnis sablon tersebut. Saat itu, ia hanya mendapatkan pesanan sablon dari sang adik, yang telah lama malang melintang di dunia konveksi.
Usaha yang dirintis Yusuf berbarengan dengan program OPOP pada 2019, saat itu ia mendaftar dan lolos audisi pertama. Bisnisnya mendapatkan kucuran dana segar dan pendampingan dari Pemprov untuk pengembangan usaha.
"Kalau dari sablon saja, tidak akan berkembang. Dari situ mulai tercetus lah produk Alifba, saat ikut OPOP lahir Alifba. Mengembangkan usaha dari asalnya sablon saja tapi jadi suatu produk," kenang Yusuf.
![]() |
Ia pun membuat proposal pengembangan usaha, Yusuf menekankan dalam setiap produk Alifba tak ada limbah kain yang terbuang. Bahkan, ia membuat rancangan agar limbah kain atau majun dari hasil produksi dijadikan produk lainnya yang lebih kecil, seperti celana dalam anak.
"Kita dituntut untuk berinovasi, kita bikin brand. Akhirnya setelah berbincang, kita ambil segmen anak-anak. Saya belajar dari pesantren yang berpengalaman," katanya.
"Kita pilih pasar di mana kita buat baju dengan kualitas yang bagus, tetapi dengan harga yang murah. Saya juga selalu mengingatkan kepada yang beli, agar selalu mencuci baju sebelum dipakai, agar bersih apalagi kalau ingin dipakai ibadah," katanya.
Tak disangka ternyata idenya itu membuat juri OPOP terkesan. Ia pun kemudian lolos seleksi kedua, dan mendapatkan kucuran dana tambahan untuk pengembangan usaha lanjutan. Produk dari Miftahul Khoir pun pernah diekspor ke Dubai, dengan menginduk ke Pesantren Daarut Tauhid.
"Kami pernah ekspor dengan menginduk ke Daarut Tauhid," ujar Yusuf.
![]() |
Berada di lingkungan pesantren, tentu saja, Yusuf kerap melibatkan santri. Harapannya, santri bisa memiliki bekal dan pengalaman untuk berwirausaha setelah lulus dari pondok pesantren. Santri yang ikut berkegiatan di Alifba pun tentu saja mendapatkan uang saku.
"Santri dikasih jatah libur di Sabtu dan Minggu, tapi ada yang tidak pulang. Jadinya mereka sering ikut di sini, alhamdulillah kalau lagi ramai juga suka kebantu dengan adanya dari santri itu," katanya.
"Kewirausahaan ditekankan tapi tidak memaksa, karena itu atas dasar keinginan masing-masing, tapi saya suka menawarkan misal yang sudah lulus daripada tidak ada kerjaan bisa bantu-bantu di sini," ujarnya menambahkan.
Rahasia Tahan Banting di Masa Pandemi
Saat pandemi COVID-19 melanda, Yusuf bersyukur bisnisnya tak mengalami goncangan yang signifikan. Sebab, ia beradaptasi dengan memasarkan produknya secara online. Ia pun kerap mendapatkan pesanan menjahit dari dinas-dinas.
"Waktu COVID-19, bisnis masih bagus. Saya berjualan online, karena brand fesyen di e-commerce. Saya mainkan di IG. Karena menurut saya bisnis yang bagus itu, yang mengikuti pasar, karena kita tidak bisa mengubah ekosistem pasar yang ada," ujar ayah beranak tiga itu.
Saat ini, bisnis konveksi dan fesyen Alifba di Miftahul Khoir memiliki kapasitas produksi 100 pcs baju dan 300 pcs sablon baju per harinya. Omzet yang diraup pun bisa mencapai puluhan juta dan ratusan juta per bulan.
"Omzet sebulan kalau lagi sepi, sekitar 40 jutaan. Tapi kalau lagi ramai misal di awal tahun sampai ratusan juta," ujarnya.
Uang dari hasil penjualan baju pun, ia alokasikan untuk kesejahteraan pegawai dan pembangunan pesantren Miftahul Khoir. Salah satu yang saat ini dibangun adalah asrama akhwat atau bagi santri putri.
"Kalau sebagiannya ke bapak, untuk pembuatan asrama akhwat. Yang belajar bisnis di sini juga dapat tambahan (uang), apalagi yang hari libur suka bantu di sini. Kalau ada acara lomba misal tingkat kota atau nasional, kami yang menanggung, termasuk bila ada acara seperti Maulid dan sebagainya," ujarnya.
"Harapannya juga untuk membantu santri-santri yang kurang mampu di sini," tutur Yusuf melanjutkan.
Rencananya, Yusuf akan lebih fokus memproduksi baju merk Alifba. Ia pun akan lebih fokus melakukan penjualan secara online.
"Bisnis fesyen itu harus mengikuti zaman, harus kreatif kalau monoton mati bisnis fesyen mah. Ke depannya akan nge-blast di media sosial, rencananya kita akan membangun studio dan memiliki tim untuk berjualan di Facebook, Instagram atau TikTok," kata Yusuf.
(yum/yum)