Kecintaan seorang Steve Ewon terhadap binatang dan alam tak perlu diragukan lagi. Namanya boleh dimasukkan ke dalam jajaran pelestari alam dan penjinak satwa yang kredibel.
Apalagi dulu ia sering wara-wiri di televisi sebagai presenter program satwa. Ia pun dikenal dengan kemampuannya menjinakkan aneka hewan dengan kemampuan hipnotisnya.
Pria yang saat ini mengemban jabatan sebagai Kepala Desa Kertawangi, Cisarua, Kabupaten Bandung Barat (KBB) itu punya segudang cerita menarik kala menemukan jenis-jenis ular yang dianggap langka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut pria kelahiran Majalengka itu, kecenderungan ular dianggap langka sebetulnya karena mereka jarang ditemui orang di luar habitatnya. Padahal di daerah ular itu berada, banyak dijumpai hewan melata tersebut.
"Nama ular di lokal kita itu banyak, jadi ada ular weling, warakas, gibug, sanca kembang, sanca manuk, albino, derik, gabon, cincin emas, talimangsa, bulgarian rufilo, ular morulus, boncleng, dan ular jenis dan nama lainnya yang masih banyak," ujar Ewon kepada detikJabar belum lama ini.
"Jadi kecenderungan orang menyebut ular itu langka karena tidak pernah ditemui. Padahal banyak di habitat tertentu," imbuhnya.
Ewon mencontohkan orang Sunda mengenal jenis ular gibug. Bagi orang di daerah lain di luar Pulau Jawa, ular gibug atau ular tanah sebetulnya bukan jenis ular langka. Namun dari penampakannya, ular itu memang punya fisik yang sangar dengan kulit bersisik dan tanduk di kepalnya.
"Ular gibug itu di dataran tinggi, jadi tidak ditemukan di dataran rendah. Nah menurut mereka yang tinggal di dataran rendah kan itu ular langka juga. Padahal mereka hanya jarang ditemukan karena mereka punya habitat sendiri, beda jenis beda habitat," kata Ewon.
Contoh lainnya, beberapa waktu lalu masyarakat sempat dihebohkan dengan penemuan sejenis ular yang dianggap langka. Ular itu mempunyai fisik yang berduri dengan tubuh seperti kulit nangka.
"Dulu sempat viral juga ular berduri atau ular Nyimas Mayangsari. Ekornya seperti ekor tikus, kulitnya seperti duri nangka. Orang nonton, penasaran, menyebut itu ular langka. Padahal itu jenis kadut kikir. Dikatakan langka karena jarang ditemui. Padahal di habitatnya di Karawang itu banyak ditemui di daerah muara," ucap Ewon.
Sebagai seorang pawang atau penjinak ular, Ewon sendiri sudah akrab dengan gigitan, belitan, dan serangan dari hewan tersebut. Namun baginya, hal itu merupakan konsekuensi dari keangkuhannya bermain-main dengan satwa tersebut.
"Kalau digigit ular itu kan karena kesombongan kita dan risiko pekerjaan.
Kalau main api kita akan terbakar, kalau naik motor kita akan jatuh, kalau kita bermain ular ya risikonya kita digigit dan dibelit," jelas Ewon.
Pandangan soal Memelihara Ular
Ewon punya kecintaan teramat besar pada dunia satwa dan alam. Dulu ia sempat memelihara 12 ular sanca kembang, dua ular kobra, musang, kelelawar besar, hingga buaya yang semuanya disimpan di pekarangan rumahnya.
Semua ular peliharaannya itu ditempatkan di sebuah kandang khusus berbentuk kotak dengan sebuah kaca yang juga berfungsi sebagai lemari pajangan agar bisa dilihat siapapun.
Namun kini Ewon tak memiliki satupun hewan peliharaan. Sebab memelihara hewan-hewan itu bertentangan dengan hati nuraninya. Itu karena hewan yang ia pelihara punya habitat dan kehidupannya sendiri.
"Sekarang sudah nggak ada, karena secara hati nurani sebetulnya 'ngapain pegang ular', ternyata saya butuh eksistensi dan pengakuan," kata Ewon.
Ewon mencontohkan, orang awam yang melihat ular biasanya selalu bereaksi berlebihan. Ada yang naluriah mengalami ketakutan namun di sisi lain juga timbul rasa semangat menggebu.
"Orang awam melihat ular itu kan suka berlebihan. Jadi ketika melihar ular sebesar pergelangan tangan itu disebutnya sebesar paha, yang sebesar paha mereka sampaikan sebesar pohon kelapa, kan gitu. Jadi mereka ingin dapat pengakuan dari orang lain," ucap Ewon.
"Saya tidak bisa bilang memelihara ular itu salah. Tapi karena manusia kan menyukai sesuatu yang di luar nalar. Seperti orang memelihara harimau, buaya, elang," tutur Ewon.
Ewon menyadari belakangan kian banyak orang yang menyukai ular sampai dijadikan peliharaan. Jika sudah kadung memiliki ular sebagai peliharaan, alangkah baiknya dirawat sebaik mungkin.
"Diurus sebaik-baiknya, tapi kan tergantung pada orangnya masing-masing, seahli apa. Pada hakikatnya ular itu kan takut pada manusia. Kenapa mereka menggigit, membelit, atau melakukan perlawanan karena itu sistem pertahanan diri saat mereka terusik dan terancam. Kan seharusnya jangan diganggu," pungkas Ewon.
(orb/orb)