Nama Syam Permana alias Syamsudin sempat tenar di era tahun 1980-an. Syamsudin dikenal sebagai seorang pencipta lagu dangdut populer yang karyanya banyak dibawakan oleh artis-artis top tanah air.
Namun pada tahun 2021 lalu, Syamsudin sempat diperbincangkan karena kondisi kehidupannya yang jauh dari kata layak. Pria 62 tahun ini benar-benar dalam keadaan susah.
Saking susahnya, Syamsudin diketahui tak bisa menyekolahkan putri keduanya. Ia pun sangat-sangat membutuhkan uluran tangan para dermawan. Dengan gitar di tangannya dan lembaran kertas lagu, Syam berterus terang tentang kehidupannya saat ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Iya anak saya yang perempuan, ini kan setelah keluar dari SMP mau lanjut ke SMA. Akhirnya anak masuk di SMK, cuman karena posisinya jauh, di samping itu kita berat untuk ongkos sehari Rp 30 ribu. Akhirnya anak putus sekolah," kata Syam saat ditemui detikJabar di rumahnya, di Kampung Babakan Jawa, Desa Sukaresmi, Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi, Senin (7/11/2022) malam.
Syam sapaannya, masih ingat benar lagu-lagu ciptaanya laris manis dinyanyikan banyak artis. Mulai dari Imam S Arifin, Inne Chintya, Ona Sutra, Asep Irama hingga Inul Daratista pernah ia buatkan lagu.
"Awal saya buat lagu waktu itu tahun 1982. Waktu itu baru bisa main gitar juga, coba-coba bikin lagu, saya nggak sangka juga bisa diterima. Inul Daratista waktu itu ada rekan pencipta lagu pop mengajak saya untuk ikut proyek Inul katanya, kita bikin bareng, coba bikin, alhamdulillah jadi (lagu), judulnya Terima Kasih," ujarnya.
Namun roda kehidupan yang berputar sangat dirasakan oleh Syam. Mulai banyaknya kaset bajakan di akhir tahun 1990 membuat produser tak lagi melirik pencipta lagu. Syam pun memutuskan untuk pulang ke Sukabumi dari Jakarta.
Di Sukabumi, Syam tak lagi bekerja sebagai pencipta lagu. Ia harus mencari sesuap nasi dari bekerja serabutan. Meski banyak lagunya yang dinyanyikan artis tersohor, namun ia belum pernah menikmati hasil dari royalti lagu yang diciptakan.
"Dulu orang membeli lagu saya paling besar Rp 500 ribu. Itu cukup di situ saja (tidak ada royalti berkepanjangan) jadi pembayaran dibuktikan kwitansi saja. Buat lagu sudah nggak begitu (produktif), akhirnya kita kerja serabutan buat keluarga," tuturnya.
Kini Syam yang semakin renta hanya bisa mengisi waktu sehari-hari untuk membantu istrinya yang bekerja sebagai petani di sawah dengan menggarap lahan milik orang lain.
Namun bakat Syam dalam menciptakan lagu ternyata menurun ke putri pertamanya, Yulis Airtika (33). Yulis kini sudah mampu menciptakan tiga lagu, dua lagu dangdut dan satu lagu rohani. Hal itu jadi pelipur lara bagi Syam.
"Iya bakat turun ke anak. Awalnya saya lihat memang di situ dia bisa buat lagu, setelah saya lihat, lirik lagunya bagus, berarti ini ada bakat buat lagu, anak perempuan, anak pertama. Mudah-mudahan bisa berkembang," kata Syam.
Dengan gitar di tangannya, Syam dan istrinya pun melantunkan potongan lagu yang diciptakan sang anak. Lagu tersebut berjudul 'Mengapa Cuma Kamu.' Syam mengatakan, anaknya merupakan seorang ibu rumah tangga yang tinggal tak jauh dari rumahnya.
Dia berharap, lagu ciptaan anaknya itu dapat diterima oleh seluruh masyarakat dan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. "Ya mudah-mudahan bisa berkembang dan lagunya bisa populer," ucapnya.
Istri Syam, Yati Sarnip (50) menceritakan, ia bertemu dengan Syam ketika masih berusia 14 tahun di Jakarta. Awalnya ia berniat untuk mengubah nasib di ibu kota dengan bekerja di pabrik. Akan tetapi, takdir merubah rencananya.
"Waktu itu masih 14 tahun ke Jakarta mau kerja di pabrik garment. Sama orang pabrik diusir karena masih kecil, ketemu sama bapak lagi main gitar," kata Yati.
Saat itu Yati tak menyangka akan berjodoh dengan Syam. Singkat cerita, mereka membina rumah tangga di Jakarta dan hidup sebagai pencipta lagu. Yati yang juga memiliki suara emas turut berkontribusi dalam beberapa lagu ciptaan Syam. Terkadang, ia menyumbang satu dua bait lagu di karya-karya sang suami.
Kondisinya saat ini berbanding terbalik dengan masa awal-awal pernikahannya. Yati dan sang suami harus berpindah dari satu kontrakan ke kontrakan lain. Dia juga yang menjadi tulang punggung keluarga. Suaminya membantu sang istri untuk memanggul padi dan kayu bakar.
"Ibu sering berdoa mudah-mudahan selalu sabar setiap hari, ke depannya biar bapak kembali bangkit, suka membantu ibu, kasian hujan-hujanan," tuturnya.
Selain itu, himpitan ekonomi juga membuat salah satu anaknya yang duduk di bangku SMK swasta di Kecamatan Cisaat putus sekolah. Yati pun berharap anaknya bisa kembali melanjutkan sekolahnya.
"Pengennya sekolah lagi, rajin ke sekolah juga. Ongkos Rp 30 ribu sehari, berat. Anaknya mah rajin sekolah. Pengennya sekolah yang dekat," lirih Yati.
Yati juga berharap suaminya mendapatkan pekerjaan tetap. "Kepada pemerintah kalau bisa suami saya carikan pekerjaan apa saja, yang penting ada penghasilan buat sehari-hari," tutup Yati.
(bba/dir)