Ma Ajah (80), warga Dusun Pamarisen, Desa Mekarjaya, Kabupaten Sumedang tinggal seorang diri di rumahnya. Di usia senjanya, ia harus menjalani hidup dalam kondisi penuh keprihatinan.
Menurunnya kondisi fisik akibat faktor usia telah merenggut penglihatan, ingatan serta kekuatan fisiknya. Ia tinggal seorang diri di sebuah rumah berukuran sekitar 4x3 meter yang lebih menyerupai sebuah gubuk, dengan seperempat tembok, berdindingkan bilik bambu tanpa langit-langit di atasnya.
Saat detikJabar menyambangi kediamannnya, tangan Ma Ajah tampak tengah meraba-raba permukaan lantai seolah-olah sedang mencari sumber suara sesaat setelah pintu rumahnya dibuka. Pintu rumah itu dibuka dari luar oleh Wati yang merupakan kerabat jauhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wati yang kesehariannya bekerja sebagai buruh tani serta serabutan ini, diketahui yang selama ini mengurus serta memenuhi kebutuhan Ma ajah. Wati sendiri seorang janda berusia 63 tahun yang ditinggal mati suaminya 2 tahun lalu.
Ma Ajah diketahui menempati satu ruangan yang di dalamnya hanya terdapat selembar kasur yang langsung bersentuhan dengan lantai beserta lemari kayu sederhana tempat menyimpan makanan sekaligus baju.
Di dalam ruangan itu terdapat sekat seadanya yang diketahui sebagai kamar mandi berikut WC. Maka bisa terbayangkan bagaimana kondisi sirkulasi udara di dalam ruangan tersebut.
Ma Ajah sendiri sebenarnya memiliki 3 orang anak yang semuanya kini telah berumah tangga. Dua di antaranya tinggal di luar Sumedang, sementara satu anaknya lagi tinggal di wilayah Sumedang.
"Anak Ma Ajah sebenarnya ada 3 orang dan sudah pada berumah tangga, anaknya itu ada yang tinggal di Hariang Buah Dua Sumedang, di Bandung dan di Jawa," ungkap Wati kepada detikjabar, Jumat (4/11/2022).
Wati menuturkan, Ma Ajah hidup seorang diri sejak ditinggal mati suaminya yang bernama Ikin pada sekitar 15 tahun silam.
"Kondisi anak-anaknya saat itu ada yang sudah berumah tangga dan ada yang sudah bekerja, jadi sudah tidak tinggal serumah," ujarnya.
Ma Ajah yang saat itu mulai hidup dalam kesendirian, memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan bekerja sebagai seorang buruh tani. Namun, seiring berkurangnya umur, tenaganya pun menjadi semakin lemah hingga tidak sanggup lagi mencari penghidupan.
"Dulu Ma Ajah rajin bekerja tanpa keluh kesah, ia juga sama seperti saya jadi buruh tani. Namun sekarang kondisinya sudah lain," ujar Wati.
Dalam kondisinya kini, Ma Ajah diketahui sudah sekitar 2 tahun lebih tidak dikunjungi oleh anak-anaknya. Dan entah apa pula alasan dari anak-anaknya itu hingga dengan tega menelantarkan ibu kandungnya tersebut.
Wati lah orang yang setia mengurus Ma Ajah selama ini sambil dibantu oleh warga sekitar.
"Ya sekarang mah Ma Ajah diurus saya, sama suka dikasih oleh orang-orang sekitar," ucapnya.
Disinggung soal bantuan tunai atau paket sembako dari pemerintah, diakui Wati bahwa Ma Ajah selalu masuk dalam daftar penerima bantuan tersebut.
"Suka dapat terakhir bantuan yang didapat saat adanya kenaikan BBM sebesar Rp 500 ribu," ujarnya.
Sementara terkait soal kondisi rumah sendiri, diketahui bahwa rumah Ma Ajah sebelumnya berbentuk rumah panggung dengan luas sekitar 4x7 meter. Lalu kemudian mendapat bantuan program rehabilitasi melalui rutilahu (rumah tidak layak huni).
Namun seiring berjalannya waktu, rumah itu pun kembali mengalami kerusakan di sana-sini bahkan nyaris roboh. Warga pun saat itu telah melaporkannya kepada kepala desa yang baru, namun tidak mendapat respons dengan baik.
Bahkan menurut warga sekitar, sang kepala desa baru menyambangi rumah Ma Ajah hari ini setelah munculnya pemberitaan. Kini di rumah Ma Ajah memang tampak bantuan paket sembako dengan bungkusnya bertuliskan Baznaz.
Sementara itu, Kepala Desa Mekarjaya Awandi Nopian S menyebut Ma Ajah selama ini masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sehingga bantuan-bantuan kerap tersalurkan kepadanya.
"Jadi bantuan-bantuan dari mulai status sebagai PBI dalam BPJS, terus bantuan BNPT, bantuan BST , bansos beras PPKM dan terakhir bantuan BLT BBM, Ma Ajah ini selalu dapat," terangnya.
Dengan adanya laporan warga tersebut, ia mencoba lapang dada dan menganggap sebagai pemicu untuk meningkatkan kinerja bagi seluruh jajarannya di perangkat desa.
Dia juga berjanji dalam waktu dekat akan mengambil langkah untuk penanganan Ma Ajah ini. Pertama, memeriksakan kondisi fisiknya. Lalu setelah itu membenahi kondisi rumah agar layak untuk ditempati.
"Langkah pertama memeriksa kondisi fisiknya, lalu sambil berjalan membenahi rumahnya, kita upayakan pokoknya," ucapnya.
Selain itu, pihaknya akan mencoba menghubungi anak-anaknya Ma Ajah untuk mengklarifikasi terkait kondisi ini.
"Saya juga tidak mau suudzon dulu, saya harus pastikan juga kondisi anak-anaknya bagaimana, kalau memang mereka juga tidak mampu maka harus diambil alih oleh negara, negara dalam hal ini melibatkan pemerintah dan peran serta masyarakat," ujarnya.
(mso/mso)