Namanya adalah Wawan (65). Di usianya yang sudah senja, Abah Wawan, begitu ia akrab disapa, masih setia dengan profesinya sebagai loper koran. Pekerjaan yang saat ini sudah jarang ditemui lagi di era pesatnya kemajuan informasi digital.
Sebelum menjamurnya berbagai platform media informasi secara digital, Abah Wawan menjadi salah satu dari sekian banyaknya pengantar informasi melalui surat kabar ke warga. Bertumpuk-tumpuk koran biasa ia jual saat itu baik yang berasal dari media lokal maupun nasional.
Namun, itu semua merupakan kisah yang dialami Abah Wawan pada 31 tahun yang lalu. Tahun dimana surat kabar masih digandrungi untuk mencari informasi, atau sekedar membaca tren dari sisi lifestyle hingga kesehatan sebelum akhirnya tergerus oleh industri media digital.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski sudah dilupakan oleh zaman, Abah Wawan masih tetap setia menjajakan jasanya sebagai penjual koran. Dengan lapak sederhana berbalut kayu dan bambu yang disusun supaya bisa tegak, koran-koran itu Abah Wawan pajang kepada calon pembelinya di Jalan PHH Mustofa, Cikutra, Kota Bandung.
Saat ditemui detikJabar, Abah Wawan bercerita ia sudah memulai menjalani usaha tersebut sejak tahun 1991. Mengandalkan motor bebek tuanya, pria yang tinggal di sebuah kontrakan sederhana di kawasan Cicaheum ini tampak masih bugar untuk nongkrong seharian sembari menunggu pembeli datang memesan koran jualannya.
"Abah mah jualan udah dari tahun 1991, jualannya di sini terus dari dulu. Enggak kemana-mana," kata Abah Wawan memulai perbincangannya dengan wartawan, Selasa (1/11/2022).
Di tahun-tahun itu pula, Abah Wawan turut kecipratan untung saat industri surat kabar masih menjadi primadona dari penyaji utama berbagai informasi yang bisa dibaca warga. Bertumpuk-tumpuk koran bahkan bisa Abah Wawan jual kepada pelanggannya, yang memang memanfaatkan surat kabar sebagai bahan bacaan.
Contohnya untuk surat kabar, Abah Wawan bisa menjual 30-50 eksemplar. Itu dari salah satu media surat kabar saja, sementara di lapaknya saat itu, ada banyak media cetak yang ia jual mulai dari media lokal maupun nasional.
Tak hanya koran, Abah Wawan juga turut menjual tabloid hingga majalah di lapaknya. Bahan bacaan itu beragam, mulai dari yang membahas tentang lifestyle, kesehatan, rumah tangga, agama hingga yang bertopik olahraga.
Biasanya kata Abah Wawan, bacaan tentang olahraga saat itu paling dinanti para bapak-bapak kantoran yang bekerja di kawasan PHH Mustofa, Cikutra. Ingatannya juga masih kuat kala para pekerja kantoran itu silih berganti datang ke lapaknya pada pagi hari sebelum berangkat ke kantornya masing-masing.
Tapi, itu dulu. Sekarang sudah lain lagi. Di lapak Abah Wawan, juga hanya terdapat sebagian lembar koran yang ia jual kepada calon pembelinya. Apalagi, semenjak industri surat kabar banyak yang gulung tikar dan bermigrasi ke media digital, loper koran Wawan juga terkena dampaknya.
"Dulu mah sering yang ke sini buat nunggu berita bola. Terus ada yang emang sengaja nyari loker, dulu kan banyak yah loker yang dimuat di koran. Itu banyak yang nyari dulu mah. Sekarang semenjak ada HP, udah sepi yang baca koran juga," ungkapnya.
Cara Abah Wawan Memaknai Hidupnya
Meski sudah tak seramai dulu lagi, Abah Wawan tetap bersyukur dengan profesinya yang ia geluti sejak 31 tahun tersebut. Baginya, bisa bercengkrama dengan banyak orang sudah lebih dari cukup ketimbang hanya berdiam diri di rumah dan tak melakukan apa-apa.
Untuk urusan keuntungan, Abah Wawan juga tak pernah menghitungnya. Satu koran saat ini ia jual dengan harga Rp 4-6 ribu kepada pembeli, dan paling bantar bisa membawa pulang uang ke rumah sekitar Rp 60 ribuan setiap harinya.
Sebagai tambahan penghasilan, Abah Wawan juga turut menjadi tukang parkir kendaraan yang mau keluar masuk di Jalan Bekamin ke arah jalan raya PHH Mustofa, Cikutra. Pekerjaan yang sebetulnya memerlukan tenaga yang prima, tapi tetap dijalani dengan setia oleh Abah Wawan.
Tak jarang, senyum lebar juga kerap ditujunkan Abah Wawan kepada pengendara yang dibantu keluar masuk jalan tersebut. Dengan pluit yang menggantung di lehernya plus stik lampu lalu lintas di lengan kanan, Abah Wawan tampak begitu cekatan mengatur kendaraan yang keluar masuk dari sana.
"Soalnya mau nyoba kerja apa lagi, jadi kuli bangunan udah enggak ada tenaganya. Jadi weh mending di jalan aja, lebih enak daripada diem di rumah terus. Bagi abah mah hidup di jalan banyak saudara, jadinya senang, banyak kenal sama orang," tuturnya.
Meski sekarang jualan koran sudah tak menentu, Abah Wawan rupanya pintar mengatur keuangan. Sebelum berjualan di lapaknya, Abah Wawan punya rutinitas untuk mengantarkan koran ke rumah-rumah warga.
Koran-koran itu dipesan dengan cara berlangganan dari para pembeli selama sebulan sekali. Untungnya pun kata Abah Wawan lumayan untuk kebutuhan rumah. Dari sana, ia punya prinsip uang tersebut tidak bisa diutak-atik karena disiapkan untuk menunjang kebutuhan keluarga.
"Jadi kalau buat bayar kontrakan sama listrik mah udah aman dari uang itu. Enggak bisa diganggu gugat uangnya. Jadi kalau yang lain, ya abah tinggal nyari dari koran sama parkir. Tambahannya dari situ," ucapnya.
Tak hanya itu, berkat loper koran tersebut, Abah Wawan juga berhasil menyekolahkan 3 anaknya hingga sekarang mereka sudah berkeluarga. Abah Wawan juga sudah punya 3 cucu yang masing-masing berusia 5, 4 dan 2 tahun.
Obrolan dengan Abah Wawan pun harus berakhir karena ia mulai sibuk diminta mengatur lalu lintas kendaraan yang keluar masuk di jalan. Namun sebelum perbincangan itu berakhir, Abah Wawan turut menitipkan pesan plus mengirimkan doa sebagai tanda perpisahan dari perbincangan tersebut.
"Cing sehat, cing digedekeun rizkina nyah a. Mugia rezekina terus dilancarkeun (Semoga sehat, banyak rizki. Semoga rezekinya dilancarkan)," tutur Abah Wawan saat mengakhiri perbincangannya dengan detikJabar.
(ral/iqk)